spot_img
Minggu 5 Mei 2024
spot_img
More

    DPR: Omnibus Law Momentum Digitalisasi Penyiaran

    BANDUNG,FOKUSJabar.id: Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja disahkan DPR RI pada rapat Paripurna Senin (5/10/2020).

    Ada 11 sektor atau klaster yang dicakup dalam Omnibus Law, salah satunya bidang dukungan riset san inovasi yang menjangkau digitalisasi penyiaran.

    Anggota Komisi 1 DPR RI dari Fraksi NasDem Muhammad Farhan mengatakan, Omnibus Law akan menjadi instrumen baru untuk digitalisasi penyiaran lebih kreatif, akses media dan akses internet super cepat.

    “Dalam klaster penyiaran ada sebuah terobosan besar yang disebut ASO (Analog Switch Off), dimana semua lembaga penyiaran televisi terestrial yang menggunakan frekuensi harus migrasi ke teknologi penyiaran digital,” kata Farhan, Rabu (7/10/2020).

    BACA JUGA: Omnibus Law Bertentangan dengan Hak Perempuan

    Farhan pun optimistis seluruh lembaga penyiaran televisi teresterial akan menggunakan frekuensi dengan lebih efisien, sehingga akan tersedia digital deviden di frekuensi 700 MHz.

    Keuntunganya, kata dia, digital deviden di frekuensi itu menambah kapasitas dan kecepatan koneksi internet dengan signifikan yang bisa digunakan di semua sektor.

    Omnibus Law
    Demo Buruh, menolak pengesahan RUU Cipta Kerja, Bandung, Jawa Barat (6/10/20). (Fokusjabar.id)

    “Bayangkan akses internet dengan dua kali lebih cepat 30 persen lebih murah. Jadi dari klaster penyiaran di Omnibus Law, dalam dua tahun ke depan kita semua akan mendapat benefit yang besar,” kata dia.

    Menurut dia, lembaga penyiaran saat ini berada dalam manuver kurang efisien dengan menggunakan pita lebar yang tidak efisien.

    Pada saat bersamaan, kata Farhan, teknologi dan trend pasar pesawat penerima (pesawat tv sampai HP) sudah menggunakan teknologi digital dan hampir tidak ada pabrik elektronik yg masih memproduksi pesawat televisi analog. Jadi hijrah ke digital ini keniscayaan,” kata Farhan.

    Dia memastikan bahwa digitilasisasi ini akan disuport setiap unsur di daerah terutama, terutama di perkotaan dan menjadi kebutuhan masyarakat.

    “Melalui subsidi set top box untuk jutaan pemilik pesawat televisi analog, maka pemerataan tayangan lebih memungkinkan terjadi,” kata dia.

    Farhan menilai bahwa Omnibus Law RUU Ciptaker bertujuan memudahkan usaha, investasi dan membuka lapangan pekerjaan.

    Kendati begitu, pihaknya memastikan bahwa tidak semua bidang dibuka bebas. Di sekor media, kepemilikan asing maksimal hanya 20 persen, kemudian sektor pendidikan semua kembali ke norma awal.

    Di sisi ketenagakerjaan, kata dia, memang melemahkan saya tawar pekerja, tetapi bukan berarti membuat pekerja tidak sejahtera, bahkan peluang maju bersama jadi besar.

    “Namun bagaimana pun saya mendorong kelompok pekerja dan professional mengambil sikap kritis karena kita tidak mau RUU Ciptaker ini dianggap sebagai monopoli para pemilik modal. Ruang – ruang ekspresi, kebebasan berpendapat dan demokrasi bahkan lebih dibuka,”  kata dia.

    (LIN)

    Berita Terbaru

    spot_img