spot_img
Monday 29 April 2024
spot_img
More

    Mendag Lobi Tiongkok Cabut Retsriksi Impor Buah dan Produk Perikanan

    BEIJING, FOKUSJabar.id: Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, membahas hambatan perdagangan yang dihadapi Indonesia dalam kunjungannya ke Tiongkok.

    Bersama Minister of General Administration of Custom China (GACC) Ni Yuefeng di Kantor GACC Beijing, Cina, kedua pihak bersepakat membentuk joint working group.

    Melalui pendekatan itu, Enggar menyakini nilai ekspor Indonesia akan meningkat.

    “Dengan pendekatan yang kita lakukan dan persetujuan dari GACC bisa segera kita dapatkan, maka akan meningkatkan ekspor sekitar USD1 milyar, terlebih lagi kalau seafood bisa diizinkan,” kata Mendag Enggartiasto di Beijing dalam rilis, Minggu sore (21/7/2019).

    Pemerintah berharap Tiongkok memberi kemudahan atas ekspor sarang burung walet, buah-buahan tropis, seperti nanas, buah naga, alpukat, durian serta produk perikanan.

    Adapun salah satu kendala yang menghambat laju ekspor berbagai komoditas itu, kata dia, adalah lamanya proses verifikasi yang dilakukan oleh GACC.

    Menanggapi hal tersebut, kata Enggar, Menteri Ni Yuefeng merespons baik dan akan menindaklanjuti permasalahan yang disampaikan Indonesia.

    Diharapkan, komunikasi berjalan lebih baik, terutama pembahasan hal-hal yang bersifat teknis untuk memperlancar perdagangan kedua negara.

    Tak hanya sarang burung walet, berbagai buah-buahan Indonesia juga masih mengalami kesulitan untuk memasuki pasar Tiongkok. Hingga kini, tercatat hanya lima jenis buah-buahan Indonesia yang bisa diekspor ke Tiongkok.

    Jumlah itu lebih sedikit dari Thailand yang mencapai 20 jenis. Begitupun dengan Malaysia dan Vietnam yang di atas Indonesia.

    “Sebagai langkah konkret, nanas dan buah naga yang sudah sekian lama verifikasinya akan segera dipercepat, sehingga tidak lama lagi ekspor kedua buah itu bisa terealisasikan. Selain itu, jenis buah lainnya seperti manga, durian, alpukat, rambutan pun masuk dalam daftar yang segera diproses,” ungkap Enggar.

    Menurut Mendag, saat ini ekspor sarang burung walet Indonesia baru mencapai 70 ton per tahun. Jumlah itu kurang dari setengah kuota yang ditetapkan pemerintah RRT sebanyak 160 ton per tahun.

    Sementara, jika dibandingkan dengan kapasitas produksi yang mencapai 1.600 ton per tahun, ekspor ke negara pengonsumsi sarang burung walet terbesar di dunia itu sangatlah kecil.

    Tidak hanya minim dari jumlah dari sisi nilai tambah pun, ekspor sarang burung walet belun banyak diraih Indonesia. Terlebih Indonesia baru bisa mengekspor sarang burung walet mentah.

    “Sedangkan, produk olahan berupa minuman dan lainnya tidak bisa masuk ke Tiongkok. Padahal nilainya sangat tinggi,” kata Enggar.

    Mendag juga mengajak pemerintah Tiongkok untuk mengatasi penyelundupan sarang burung walet yang selama ini terjadi melalui Malaysia, Vietnam dan Hongkong.

    Dalam kunjungan kali ini, Enggar juga mengajak para importir makanan minuman Cina untuk berinvestasi di Indonesia. Hasil produksinya diekspor kembali ke Tiongkok, negara-negara ASEAN, dan Australia.

    “Hal ini juga saya sampaikan ke Menteri Tiongkok dan disambut positif. Disampaikan ini langkah positif karena akan memudahan proses verifikasi dan perizinan di Tiongkok,” tutur dia.

    Untuk diketahui, pertemuan Mendag dan Menteri Ni Yuefeng merupakan tindak lanjut dari pembicaraan dan kesepakatan yang dilakukan antara Presiden Xi Jinping dan Presiden Joko Widodo di Osaka, Jepang, beberapa waktu lalu.

    Saat itu, Jokowi menyampaikan berbagai hal kepada mitranya, termasuk kesulitan dalam ekspor dan defisit perdagangan ke Cina yang begitu besar.

    Presiden Xi Jinping pun berjanji akan menindaklanjuti dan memberikan prioritas untuk menyelesaikan masalah tersebut.

    Pengamat Indef Rusli Abdullah menilai kunjungan Mendag ke Tiongkok sebagai hal posisitif. Hal iti penting untuk mengatasi kendala kesulitan ekspor.

    “Tinggal Mendag bisa menegaskan bahwa Tiongkok tak perlu memberlakukan terlalu banyak persyaratan. Cukup jaminan bahwa buah kita tidak mengganggu kesehatan, bukan hasil rekayasa genetika dan berkelanjutan, tak perlu syarat macam-macam lagi,” kata Rusli.

    Menurut dia, negeri tirai bambu itu kerap memberlakukan non tariff measure yang menjadi kendala besar dalam perdagangan.

    (**)

    Berita Terbaru

    spot_img