spot_img
Rabu 8 Mei 2024
spot_img
More

    KPK Diminta Usut Program RIPH Bawang Putih Kementan

    JAKARTA, FOKUSJabar.id: Kementerian Pertanian telah menerbitkan rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) sebanyak 603 ribu ton bawang putih kepada 55 importir pada tahun ini.

    Namun diduga ada suap yang terjadi dalam impor bawang putih itu. Sejumlah kalangan pun mendesak KPK menelisik dan mengaudit penerbitan RIPH oleh Kementan.

    Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi Gerindra Darori Wonodipuro mendukung KPK agar mengaudit dan mengusut RIPH. Sehingga diketahui titik mana yang menjadi celah adanya dugaan praktik korupsi.

    “Pendapat saya perlu adanya audit RIPH sehingga akan diketahui di titik mana yang lemah dan bisa sebagai bahan perbaikan aturan ke depan,” kata Darori melalui rilisnya, Senin (19/8/2019).

    KPK Pun diminta untuk terus mengusut pihak-pihak lain yang diduga terlibat dalam kasus tersebut.

    Ketua Asosiasi Holtikultura Anton Muslim Arbi mengatakan, RIPH mengenai bawang putih yang menjerat anggota DPR RI Fraksi PDI-P I Nyoman Dhamantra itu patut diselidiki lebih jauh.

    Dia menilai kebijakan RIPH di bawah naungan Kementan rentan melahirkan pengusaha nakal yang akan mengambil jalur pintas untuk mengantongi rekomendasi dan mendapatkan perizinan nantinya.

    Arbi pun mendorong KPK memberantas gabungan perusahaan sejenis yang bertujuan mengendalikan produksi, persaingan, dan harga, atau mafia kartel, khususnya terkait bawang putih di Kementan.

    Bukan tidak mungkin, kasus suap serupa Nyoman Dhamantra sering terjadi lantaran luputnya pengawasan penegak hukum.

    “Kasus seperti ini kerap melibatkan pengusaha nakal dan oknum birokrat, sehingga penting sekali diselidiki, terutama yang merugikan masyarakat,” kata Arbi.

    Kewenangan Kemendag dan Kementan diakui sering tidak sinkron, terutama menyangkut izin Surat Persetujuan Import (SPI). Sebab sudah bermasalah sejak pengusaha tersebut mengurus surat rekomendasi di Kementan.

    Sementara itu, Pakar Hukum Pidana dari Universitas Al Azhar Indonesia Prof Dr Suparji Ahmad mengatakan, pemberantasan praktik suap izin rekomendasi impor bawang putih harus dibedah KPK hingga ke akar-akarnya. Jika tidak, maka praktik jual beli perizinan ini akan terus terjadi.

    “Cara KPK mengungkap menjadi obat mujarab bagi pemberantasan suap, sehingga proses perizinan kita lebih baik, jadi harus sampai akarnya, harus dibongkar siapa yang terlibat. Jangan hanya di permukaan,” kata Suparji.

    Dia mengatakan, praktik suap di bidang pertanian dan ekonomi ini menghambat laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. Suap perizinan ini, kata dia, juga menganggu perkembangan iklim usaha.

    “Padahal sudah banyak kebijakan deregulasi, debirokratisasi, namun suap menyuap ini masih saja terjadi. Artinya belum ada obat yang mujarab, diharapkan penegakan hukum yang berat bisa menjadi obat yang efektif,” kata dia.

    Kendati begitu, pihaknya tidak heran ada praktik suap dari swasta ke oknum pemerintahan. Menurut dia, perlu ada penerapan hukuman komprehensif selain berat juga pemiskinan. Hal itu penting untuk menimbulkan efek jera.

    Hal senada disampaikan Anggota Dewan Pertimbangan Aliansi Masyarakat Sipil Untuk Indonesia Hebat (Almisbat) Saiful Bahari.

    Dia mendesak KPK membongkar pengurusan RIPH mengenai bawang putih. Dia bahkan sudah lapori data masalah ini ke KPK pekan lalu.

    “Masalah yang harus diperhatikan yakni menyangkut kartel, monopoli, jual-beli kuota dan terkait wajib tanam bawang putih. Kami minta KPK mengusut tuntas, tidak hanya di kalangan swasta, tetapi juga di kementerian,” kata Saiful saat melapor ke kantor KPK pekan lalu.

    Juru Bicara KPK Febri Diansyah juga menegaskan, lembaganya tengah fokus mengusut kasus ini. Penyidik sedang mengkaji sejumlah alat bukti dokumen terkait izin impor bawang putih yang didapat dari serangkaian penggeledahan di beberapa lokasi.

    Febri memastikan, penyidiknya akan memeriksa sejumlah pihak yang dianggap relevan dengan perkara ini.

    “Nanti saya pastikan lagi ke publik saat pemeriksaan saksi,” kata Febri.

    Sementara itu, Dirjen Hortikultura Kementan Prihasto Setyanto menegaskan bahwa Kementan memiliki aturan guna melindungi pangan yang akan dikonsumsi masyarakat lewat Permentan Nomor 38 Tahun 2017 j.o. 24 Tahun 2018.

    Proses impor yang dilakukan Kementan hanya sekedar memberi rekomendasi teknis seperti mengatur persyaratan keamanan Pangan Segar Asal Tumbuhanl (PSAT), melengkapi hasil analisis risiko organisme pengganggu tumbuhan dari Badan Karantina Pertanian serta menyertakan sertifikat Good Agricultural Practices (GAP) berstandar internasional.

    Berikutnya adalah melakukan registrasi bangsal panen dari negara asal dan data kapasitas produksi dari kebun atau lahan yang telah diregistrasi di negara asal. Artinya sama sekali tidak mengatur besaran volume.

    Selanjutnya, kata Prihasto, rekomendasi RIPH yang diterbitkan itu disampaikan kepada Kemendag melalui portal Indonesia National Single Window (INSW), sebagai syarat diterbitkannya SPI oleh Kemendag.

    “Jadi, Kementan tidak mengatur besaran volume bawang putih yang akan diimpor. Selama importir bisa memenuhi semua persyaratan teknis, serta wajib tanam dan berproduksinya, ya RIPH diberikan,” kata dia.

    (**)

    Berita Terbaru

    spot_img