spot_img
Rabu 8 Mei 2024
spot_img
More

    SMSI Cium Aroma “Diskriminatif” di Program Deseminasi KPCPEN

    JAKARTA,FOKUSJabar.id: Para pengusaha media siber yang tergabung dalam Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) menolak penyaluran ‘Berkah Presiden Jokowi’ melalui program deseminasi Komite Penganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN).

    SMSI menduga ada ketidakadilan dari Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dalam penyaluran bantuan tersebut. Bahkan pelaksanaanya dinilai diskriminatif dan merendahkan martabat media siber.

    Ketua SMSI Jawa Barat Hardiansyah (Andy) menyayangkan kebijakan Kemenkominfo yang justru tidak bijaksana. Sebagai etalase komunikasi di Indonesia, seharusnya Kominfo lebih mengetahui peran media massa.

    “Ini keterlaluan. Kalau masyarakat persnya saja dibuat begini, bagaimana dengan orang awam yang buta informasi?. Ini konsep presiden yang tidak komprehensif atau pelaksana KPCPEN (Menteri Kominfo) yang tidak cakap dan orang-orang di Kominfo bermasalah?” kata Andy melalui rilis SMSI. 

    Anggaran yang kecil, yakni Rp1,6 milyar harus dibagi 60 anggota SMSI di daerah, dibagikan Rp3 juta-RP12 juta per media.

    “Angka itu untuk 20 kali tayang artikel dan 5 kali naik banner. Sisanya ke mana?. Ini agennya yang salah hitung atau cash back-nya yang terlalu besar?” kata Andy, Senin (26/7/2021).

    BACA JUGA:  SMSI Ingatkan Media Partisan

    Penanggungjawab Papuatimes Hans mengecam cara-cara diskriminasi yang dipraktikkan dalam program KPCPEN. Meski sudah terbiasa dengan diskriminasi oleh pemerintah pusat, pihaknya tidak pernah membayangkan jika ini juga terjadi terhadap media.

    “Kementerian Kominfo seharusnya membangun citra positif negeri ini. Kami menolak kerjasama KPCPEN dari Kemenkominfo. Ini tidak membangun ekonomi nasional, sebaliknya seperti melecehkan media. Kami tidak yakin Pak Jokowi diskriminatif dan seburuk ini. Kami dari Papua lebih baik menolak dan tidak menerima program ini,” kata Hans.

    Hal senada disampaikan Direktur Radar Mandalika HM Syukur dari Nusa Tenggara Barat (NTB) mengatakan, Kemenkominfo seharunya sangat mengetahui peran media. Pihaknya meyakini bahwa program presiden tidak mungkin diskriminatif.

    “Jika sampai media rame-rame nenolak berkah presiden melalui Kemenkominfo, berarti ada yang salah,” kata Syukur.

    Sebelumnya, Ketua SMSI Sulawesi Selatan Rasid mengatakan, kegiatan diseminasi KPCPEN merupakan kebijakan yang meminta semua kementerian mengalihkan anggaran belanja iklan mereka, terutama iklan layanan masyarakat, kepada media-media lokal.

    “Namun di lapangan justru mencederai rasa keadilan, bahkan seperti menindas media-media daerah anggota kami. Nilai kontrak bervariasi, yakni Rp6 juta, 5 juta, 4 juta bahkan ada yang Rp3 juta untuk 12-25 kali tayang, atau sekitar Rp100 ribu per artikel,” kata Rasid.

    Padahal, kata dia, dengan alokasi anggaran yang luar biasa besar, seharusnya media-media daerah bisa memperoleh kompensasi antara Rp1 juta hingga Rp1,5 juta per artikel konten.

    Jika dibandingkan dengan nilai yang diperoleh media lain di Jakarta bagaikan langit dan bumi.

    Mestinya Punya Strategi dan Terukur

    Pengamat Kebijakan Publik dan Reformasi Birokrasi Medrial Alamsyah mengatakan, Indonesia bisa mengalami krisis kemanusiaan jika pemerintah tidak serius mengatasi dua krisis yang saat ini terjadi, yakni krisis kesehatan dan krisis ekonomi.

    “Adanya protes media daerah terhadap Kemenkominfo atas program KPCPEN bukan saja menunjukkan tidak adanya sense of crisis di tingkat pelaksana. Lebih dari itu ada indikasi terjadi ‘kejahatan’ rutin birokrasi, seperti korupsi dan manipulasi,” kata Medrial.

    Seharusnya, kata dia, tim KPCPEN serius mengerjakan semua aspek dan detail dari pekerjaan tersebut. Tidak hanya itu, mereka pun harus punya strategi yang jelas dan terukur.

    Sementara itu, Sekjen SMSI Pusat M Nasir meminta pihak Kemenkominfo menelusuri letak ketidakadilan yang terjadi tersebut.

    “Saya kira semua ini bisa ditelusuri oleh Kemkominfo, sehingga bisa diluruskan kembali. Semua harus jujur dalam mengemban amanah, dan tidak diskriminatif,” kata Nasir.

    Nasir mengatakan bahwa SMSI sudah mengirimkan surat resmi ke Kemenkominfo terkait masalah ini. Nmun hingga Senin (26/7/2021) belum ada penjelasan dari Kemenkominfo.

    “Untuk menelusuri permasalah yang disampaikan SMSI, Ketua Umum SMSI Firdaus sudah meminta konfirmasi kepada Sekjen Kemenkominfo dan belum ada jawaban,” kata Nasir.

    (LIN)

    Berita Terbaru

    spot_img