BANDUNG,FOKUSJabar.id: Lembaga audit dan akuntabilitas publik, Indonesian Audit Watch (IAW) menilai, institusi Kepolisian Republik Indonesia belum mampu menjalankan reformasi secara baik dalam satu dekade terakhir.
Pasalnya, banyak masalah yang terjadi di dalam tubuh Polri. Mulai dari dugaan korupsi, tindakan kekerasan yang dilakukan oknum aparat, hingga lemahnya akuntabilitas internal. Kegagalan Polri bukan hanya mencoreng nama institusi, tapi juga mengguncang kepercayaan rakyat terhadap keadilan.
BACA JUGA: Penganiayaan di Ciamis, Tetangga Hantam Kepala Kakek dengan Batu
Presiden Prabowo Subianto turut menyampaikan catatan kritis terhadap kinerja aparat kepolisian. Dalam pidato di Istana Negara pada 30 Juni 2024 lalu, Presiden mengingatkan pentingnya Polri menjaga integritas. Pernyataan serupa pun disampaikan dalam rapat kabinet pada 15 Januari 2025 menyusul kasus 12 anggota yang terlibat narkoba. Bahkan, pada Hari Bhayangkara, 1 Juli 2025, Prabowo menyindir Polri dengan menyebut ‘Bangga seragam tapi korupsi jalan terus’.
Sekretaris Pendiri IAW, Iskandar Sitorus mengungkapkan, sejumlah masalah yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir, sejatinya harus menjadi bahan evaluasi kepolisian untuk berbenah.
Mulai dari bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar pada 2022, penganiayaan pekerja tambang ilegal di tahun 2021, hingga tindakan brutal aparat dalam kasus pencurian yang ditangani di Jawa Timur pada 2023.
“Kalau main kasar seperti preman, apa bedanya polisi dengan preman?,” kata Iskandar Selasa (17/6/2025).
Iskandar juga mengingatkan soal lemahnya integritas aparat dalam mengelola kekuasaan. Ia pun mencontohkan kasus Kapolres Jakarta Selatan AKBP Bintoro yang divonis lima tahun penjara karena menerima suap sebesar Rp1,3 miliar. Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 135 orang akibat tembakan gas air mata secara berlebihan juga menjadi catatan kelam.
“Gaji dari uang rakyat, kok malah jadi beban rakyat?”ucapnya.
Lebih lanjut Iskandar mengungkapkan, kejatuhan moral di institusi Polri terlihat dalam kasus pembunuhan Brigadir Joshua yang menyeret Ferdy Sambo.
“Meskipun akhirnya dijatuhi hukuman seumur hidup, kasus ini membuat kepercayaan publik terhadap Polri anjlok,” ungkapnya.
Merujuk data dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang dirilis pada Juni 2024 lalu, 54 persen responden menyatakan kehilangan kepercayaan terhadap institusi Polri. Maka dari itu, pihaknya mendorong agar Polri segera mereformasi institusi mereka.
“Reformasi bukan pilihan, tapi keharusan,”ujarnya.
Iskandar menambahkan, agenda reformasi yang selama ini dijanjikan hanya bersifat permukaan. Dalam laporan terbaru Indonesia Corruption Watch (ICW) tahun 2025, tercatat ada 15 kasus besar korupsi di internal Polri yang belum dituntaskan.
Tak hanya itu, temuan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menunjukkan pelanggaran berat, mulai dari pengadaan fiktif senilai Rp1,2 triliun, penyalahgunaan aset gedung Polres senilai Rp150 miliar, mark-up harga senjata hingga 300 persen, hingga hilangnya 56 kendaraan dinas yang menyebabkan kerugian negara sekitar Rp45 miliar.
“Rakyat menunggu bukti nyata untuk hukum yang adil, anggaran bersih, dan polisi yang benar-benar ‘pelindung’, bukan predator berseragam,”pungkasnya.
(Yusuf Mugni)