BANDUNG,FOKUSJabar.id: Putusan pengadilan terhadap terpidana kasus suap izin pertambangan, Mardani H Maming mendapat sorotan dari sejumlah pakar hukum. Mereka menyebut SK Bupati tidak melanggar UU Minerba.
Berdasarkan putusan Perkara Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Banjarmasin Nomor 40/Pid.Sus-TPK/2022/PN.BJM. jo Putusan Banding
Nomor 03/Pid.Sus-TPK/2023/PT.BJM. jo Putusan Kasasi Nomor 3741 K/Pid.Sus/2023 Atas Nama Terdakwa Mardani H. Maming
Oleh karna itu, Pusat Studi Kepemimpinan dan Pengembangan Hukum atau Centre For Leadership and Legal Development (CLDS) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) menggelar Bedah Buku Eksaminasi ‘Mengungkap Kesalahan dan Kekhilafan Hakim dalam Perkara Mardani H.Maming’.
Baca Juga: Bey Machmudin Komitmen Lawan Korupsi Lewat Road Show Bus KPK 2024
Turut hadir 10 eksaminator dan memberikan catatan. Diantaranya Hanafi Amrani, Ridwan, Mudzakkir Eva Achjani Zulfa, Mahrus Ali, Karina Dwi Nugrahati Putri, Ratna Hartanto, Ridwan Khairandy, Arif Setiawan, dan Nurjihad.
Salah satu pemateri, Prof. Dr. Yos Johan Utama menyampaikan, hasil bedah buku tersebut dapat disimpulkan bahwa Terpidana Mardani Maming tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diuraikan dalam surat dakwaan penuntut umum.
“Putusan Majelis Hakim tingkat Pertama, Banding dan Kasasi dibangun dengan konstruksi hukum berdasarkan asumsi dan imajinasi saja karena tidak mempertimbangkan fakta-fakta hukum serta tidak berbasis evidence/bukti yang tersampaikan dimuka persidangan,” kata Yos Johan Utama dalam keterangan tertulis Minggu (6/10/2024).
Menurutnya, dakwaan atau tuntutan terhadap terdakwa tampak terlalu dipaksakan karena fakta yang terungkap dalam persidangan tidak dilandasi bukti yang cukup bahwa terdakwa Mardani H Maming secara nyata penerimaan uang yang disangkakan kepada terpidana ternyata adalah tagihan-tagihan perusahaan yang didasari atas perjanjian kerjasama sebagaimana putusan pengadilan Niaga yang telah inkrach.
“Dakwaan yang dibangun adalah Pasal Suap, namun si pemberi suap tidak pernah diperiksa baik tingkat penyidikan sampai persidangan. Karena tidak dapat dibuktikan meeting of mind (kesepakataan pembicaraan) antara pemberi suap Alm Hendry Setio kepada dan Terpidana Mardani H. Maming yang disangkakan kepada Terpidana maka kemudian Penuntut Umum menyatakan adanya kesepakatan diam-diam yang secara hukum tidak dikenal dalam ilmu hukum pidana,”katanya.
Yos menyebut, bahwa dalam Pasal 93 UU Pertambangan adresat larangan untuk mengalihkan itu adalah untuk pemilik IUP OP bukan pada Pejabat. SK pelimpahan IUP OP yang di tanda tangani oleh terpidana sebagai Bupati Tanah Bumbu adalah sesuai kewenangannya dan IUP OP tersebut sudah terlisesnsi Clear and Clean dengan kata lain IUP OP itu tidak memiliki masalah hukum dan sudah memenuhi syarat administrasi.
Yos mengatakan, bahwa penuntut menghadapi kesulitan secara teknis hukum pembuktian bahwa telah terjadi pemberian hadiah kepada terdakwa karena terdakwa telah melakukan atau tidak melakukan perbuatan yang bertentangan dengan kewajibannya (menurut UU Pemerintahan Daerah dan UU Pertambangan).
Baca Juga: Mahasiswa Minta KPK Tuntaskan Korupsi Cimahi
“Terdakwa dalam jabatan Bupati, atas delegasi wewenang dari Menteri Dalam Negeri kewenangan mengeluarkan izin dalam hal permohonan IUP-dan tentu izin diberikan disebabkan adanya permohonan dari pemohon dan juga telah dilaporkan kepada Menteri dalam urusan pertambangan. Suatu kewajiban yang lazim dilakukan dalam sistem birokrasi,”ungkapnya.
Lebih lanjut Yos menyampaikan, meski pun telah terbukti terdapat pelanggaran atas UU yang telah diuraikan dalam surat dakwaan. Akan tetapi ke 12 peraturan UU tersebut adalah termasuk rumpun hukum Pidana Administrative sehingga tidak dapat diterapkan dalam UU Tipikor terhadap pelanggaran administrative karena bertentangan dengan ketentuan Pasal 14 UU Tipikor.
“Penafsiran ketentuan Pasal 14 UU Tipikor, baik penafsiran Historis, sistematis-logis maupun penafsiran telelologis, ketentuan Pasal 14 UU Tipikor, bertujuan membatasi penafsiran hukum yang sangat luas di dalam penerapan ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 UU TIpikor”jelasnya.
Yos menambahkan, bahwa putusan kasasi dalam perkara tipokor atas nama Mardani H. Maming secara kasat mata telah mengandung kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata dan telah memenuhi alasan PK yaitu adanya keadaan baru yang diketahui akan tetapi tidak pernah
disampaikan dalam pertimbangan putusan PN.
“Putusan Kasasi seharusnya menyatakan terdakwa dibebaskan atau dilepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut tidak dapat diterima atau setidak-tidaknya hukuman terdakwa dikurangi,” pungkasnya.
(Yusuf Mugni)