spot_img
Kamis 25 April 2024
spot_img
More

    Ahli Sebut Psikologi Ricky Rizal Punya Berani Tolak Perintah Ferdy Sambo

    JAKARTA,FOKUSjabar.id: Ahli Psikologi Forensik Universitas Indonesia (UI), Nathael, mengatakan terdakwa Ricky Rizal memiliki psikologi berani menolak perintah Ferdy Sambo.

    Diketahui, Eks Kadiv Propam Polri itu memerintahkan Ricky Rizal menembak Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

    Awalnya, Penasihat Hukum Ricky, Erman Umar menanyakan soal psikologi kliennya yang tidak memberitahu perintah Sambo untuk menembak Yosua ke Richard Eliezer alias Bharada E, saat dipanggil ke lantai tiga rumah Saguling, Jakarta Selatan.

    BACA JUGA: Perppu Cipta Kerja Tuai Protes, Jokowi: Semua Bisa Kita Jelaskan

    Nathael menyebut, Ricky saat itu menghadapi sosok ‘high power distance’, di mana seorang Bripka berhadapan dengan jenderal bintang dua yang menjabat sebagai Kadiv Propam Polri.

    “Dalam konteks high power distance tersebut, para anggota yang ada di dalamnya, terutama yang lebih rendah ada suatu sosialisasi dan kemudian terus dihidupkan dan dijalankan, bahwa seorang anak buah mengikuti apa yang disampaikan oleh atasan,” kata Nathael.

    Dalam unit kerja yang cukup intens ini, kata dia, masing-masing ajudan punya tugas yang berbeda. Atas dasar itulah, Ricky enggan mencampuri pekerjaan Bharada E dengan tidak memberitahu perintah Sambo.

    “Yang kemudian jadi suatu norma yang kemudian hidup dalam lingkungan unit kerja tersebut adalah ya masing-masing punya fokus tugasnya, tidak perlu mencampuri urusan satu sama lain. Itu saya pikir patut kita duga hal itu berlaku dalam lingkungan kerja tersebut,” kata Nathael.

    Selain itu, berdasarkan keterangan Ricky, Sambo juga memiliki sikap yang baik dalam memperlakukan semua ajudannya sebagai bagian dari keluarganya.

    “Lalu, kemudian saya pikir konteks relasi ini yang berdasarkan saudara RR dan teman-temannya, ada tema yang konsisten. Mereka persepsikan bahwa atasan ini sangat baik, sangat positif, memperlakukan mereka sebagai keluarga. Jadi di satu sisi dia adalah atasan, pimpinan yang dihormati disegani, tapi juga ditambah ada kualitas yang sangat positif sebagai pimpinan yang perlakukan kami sebagai keluarga. Itu faktor lingkungan,” katadia, melansir IDN.

    Secara faktor personal, Ricky mengetahui suatu peristiwa negatif terjadi di Magelang yang menimpa istri atasannya itu.

    “Dan kemudian sebagai orang yang ada di lokasi, pada waktu-waktu yang dekat dengan peristiwa tersebut, maka kemudian Ricky pahami patutlah bahwa dirinya ditanyakan apa yang terjadi. Lalu yang bersangkutan sampaikan beberapa info mengenai apa yang dilihat, misalnya bahwa dia lihat ada semacam konflik antara Kuat dan Yosua,” ujar Nathael.

    Ricky hanya mendapatkan penuturan Sambo saat itu bahwa Putri Candrawathi dilecehkan di Magelang oleh Yosua. Sehingga terjadilah rentetan peristiwa yang Ricky lihat sendiri di Magelang.

    “Sehingga kemudian pada saat itu ada beberapa interpretasi. Interpretasi pertama adalah yang kami peroleh, Ricky interpretasikan bahwa pimpinannya dalam kondisi emosi yang negatif, terutama marah. Dalam kondisi kemarahan, Ricky tentunya sadari betul bahwa pimpinannya sedang marah. Sehingga bisa saja ada suatu konsekuensi negatif yang akan dia peroleh waktu itu,” kata Nathael.

    Ricky kemudian menolak perintah Sambo untuk menembak Yosua. Penolakan ini menurut Nathael sesuai dengan psikologi Ricky yang berani menolak perintah menyimpang atasannya.

    “Misalnya dari keterangan beliau, permintaannya adalah menembak. Nah, hal ini Ricky dengan tegas katakan ‘izin saya tidak sanggup saya tidak kuat mental’. Nah, hal ini juga didukung oleh profil psikologis bahwa dia mampu memiliki kondisi psikologis untuk berani katakan tidak pada pimpinan yang posisinya jauh lebih tinggi,” kata Nathael.

    (Agung)

    Berita Terbaru

    spot_img