spot_img
Rabu 24 April 2024
spot_img
More

    FSPMI Tolak Kenaikan UMP Sebesar 8,03 Persen

    CIMAHI, FOKUSJabar.id: Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (DPW FSPMI) Jawa Barat menolak penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jabar tahun 2019 sebesar Rp 1.668.372 atau naik sebesar 8,03 persen dari sebelumnya Rp 1.544.360.

    Penetapan UMP tersebut diumumkan Gubernur Jawa Barat Ridwal Kamil yang tertuang dalam Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 561/Kep.1046-Yanbangsos/2018 tentang UMP Jawa Barat Tahun 2019.

    Ketua FSPMI Jawa Barat Sabilah Rosyad mengatakan, penolakan penetapan UMP Jabar tahun 2019 yang mengacu pada PP nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan dan formula kenaikan upah minimum tersebut bertentangan dengan Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, UU nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja atau Buruh dan Konvensi ILO Nomor 87 tentang kebebasan berserikat.

    “Kami menolak penetapan UMP sebesar 8,03 persen karena kenaikannya hanya Rp124 ribu, sedangkan kenaikan kontrakan saja tiap tahun naiknya Rp100 ribu. Artinya sisa Rp24 ribu dan tidak akan cukup buat transportasi yang kerap naik Rp500 hingga Rp1.000,” kata dia melalui sambungan telepon, Kamis (1/11/2018).

    Menurut dia, kenaikan upah buruh tersebut belum bisa memenuhi kebutuhan riil kaum buruh, sehingga dalam setiap bulannya para buruh dipastikan akan tetap mengalami defisit gaji yang diterima dari perusahaannya.

    “Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan anak sekolah, saya pastikan akan melebihi kenaiakan UMP sebesar 8,03 persen itu. Jadi kaum buruh tetap akan banyak utang. Itulah keadaan kaum buruh dengan sistem pengupahan seperti itu,” kata dia.

    Atas hal tersebut, kata dia, pihaknya akan mengonsolidasikan seluruh FSPMI se-Jawa Barat untuk melakukan perlawanan baik itu dengan menggelar aksi maupun dengan proses hukum atau mengadakan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

    Hal itu, kata dia, karena idealnya kenaikan UMP tersebut sebesar 20 hingga 25 persen atau dengan nominal sekitar Rp300 ribu karena kenaikan 8,03 persen masih jauh dari kebutuhan riil kaum buruh.

    “Secara nominal memang naik, tetapi secara daya beli, hal ini akan mengalami penurunan,” kata dia.

    (Achmad Nugraha/LIN)

    Berita Terbaru

    spot_img