JAKARTA,FOKUSjabar.id: Partai Buruh menggelar unjuk rasa menuntut keadilan pemilu di depan Gedung Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Republik Indonesia, Jakarta Pusat, Selasa (2/1/2024).
Ketua Tim Kampanye Nasional Partai Buruh, Said Salahudin, memastikan berencana menggelar aksi lebih besar jika tuntutannya mengenai hak politik kelas pekerja tak dipenuhi Bawaslu.
Selain itu, Partai Buruh juga tak segan-segan menutup Kantor Bawaslu.
“Bawaslu yang tidak peduli adalah Bawaslu yang patut untuk terus kita ingatkan. Kalau sudah kita ingatkan gak mau juga, kami akan geruduk kantor Bawaslu seluruh Indonesia, termasuk Kantor Bawaslu RI. Kami akan turunkan massa jauh lebih besar. Anda tahu, kami kalau sekali turunkan massa bisa ratusan ribu, kami akan tutup gedung ini, gak peduli kami,” ujar Said Salahudin dalam aksi di lokasi.
BACA JUGA: 6 Prajurit TNI Tersangka Penganiayaan Relawan Ganjar Telah Ditahan
Said menjelaskan, bahwa para buruh sering mendapat diskriminasi hak berpolitik. Banyak perusahaan yang melarang pekerja untuk berpolitik. Padahal hak tersebut dilindungi oleh undang-undang (UU).
Lebih lanjut, Said menyayangkan para petinggi perusahaan bisa dengan bebas berpartai, namun buruhnya dilarang berpolitik. Para buruh mendapat berbagai ancaman, mulai dari dipecat hingga kontrak kerja tidak diperpanjang.
Bahkan ada pula perusahaan yang melarang pekerjanya untuk membuat unggahan yang terkait dengan partai politik di media sosial. Gerak-gerik pekerja di luar perusahaan pun dimata-matai.
Kondisi lebih parah terjadi di masa tahapan pencalonan. Banyak caleg Partai Buruh yang dipaksa cuti tanpa dibayarkan upahnya. Sebagian yang lain diminta mengundurkan diri setelah ditetapkan dalam Daftar Calon Tetap (DCT) oleh KPU.
“Kasus yang paling ironi terjadi di Sulawesi Utara. Sebuah perusahaan BUMN secara sengaja menghambat kader Partai Buruh untuk ikut dalam pencalonan dengan cara tidak menerbitkan surat pemberhentian, sedangkan buruh bersangkutan sudah berulang kali mengajukan permohonan berhenti dari tempatnya bekerja. Akibatnya, KPU Sulut mencoret kader Partai Buruh dari DCT,” jelas dia.
Seharusnya, kasus tersebut tidak akan terjadi jika Bawaslu menjalankan fungsi pencegahan dengan cara mengingatkan instansi dan perusahaan tentang hak politik para buruh. Said menyayangkan Bawaslu tak mengambil tindakan apapun terkait hilangnya hak politik tersebut.
“Bahkan Bawaslu membenarkan tindakan pencoretan kader Partai Buruh dari DCT DPRD Provinsi Sulawesi Utara. Padahal Bawaslu seharusnya justru berperan melindungi hak politik warga negara,” tuturnya.
“Sejak dimulainya tahapan verifikasi partai politik, banyak terjadi kasus pekerja/buruh yang dilarang oleh instansi atau perusahaan tempatnya bekerja untuk menjadi pengurus, bahkan untuk sekedar menjadi anggota Partai Buruh,” katanya.
Said pun meminta kepada Bawaslu agar menerbitkan imbauan kepada instansi pemerintah, BUMN, BUMD, maupun perusahaan swasta untuk tidak melakukan tindakan pelarangan, pengancaman, serta intimidasi kepada buruh yang menjadi anggota dan pengurus Partai Buruh, termasuk menjadi calon anggota legislatif atau caleg.
Said juga menuntut peran Bawaslu dalam peristiwa di Sulawesi Utara yang menyebabkan seorang caleg Partai Buruh dicoret dari Daftar Calon Tetap (DCT) karena dihambat oleh perusahaan BUMN tempatnya bekerja.
“Bawaslu RI harus mengambil alih kasus caleg DPRD Provinsi Sulawesi Utara asal Partai Buruh yang dicoret dari DCT melalui mekanisme Koreksi Putusan dengan cara membatalkan Putusan Bawaslu Sulawesi Utara sebagaimana hal tersebut dibenarkan menurut ketentuan Pasal 85 Perbawaslu Nomor 9 Tahun 2002 tentang tata cara penyelesaian sengketa proses pemilu,” tutur Said.
(Agung)