spot_img
Rabu 1 Mei 2024
spot_img
More

    Jokowi Divonis Atas Pencemaran Udara di Jakarta

    JAKARTA,FOKUSJabar.id: Pengadilan Tinggi resmi menjatuhkan vonis pada Presiden Joko Widodo (Jokowi), terkait pencemaran udara di DKI Jakarta.

    Gugatan tersebut dimenangkan 32 warga yang tergabung dalam Citizen Lawsuit Pencemaran Udara Jakarta (CLS Udara).

    Putusan yang dikeluarkan pada 17 Oktober 2022 ini, menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor 374/PDT.G-LH/2019/PN.JAK.PUS, yang diterbitkan pada 16 September 2021.

    “Banding yang diajukan oleh pemerintah sejak awal jelas menunjukkan bahwa pemerintah gagal melihat bahwa gugatan ini sebagai upaya evaluasi pengendalian polusi udara di DKI Jakarta,” kata tim advokasi warga, Jeanny Sirait,Jumat (21/10/2022).

    BACA JUGA: 40 Anak di Jakarta Meninggal Akibat Gagal Ginjal Akut Misterius

    Gugatan atas pencemaran udara Jakarta ini dilayangkan sejak 4 Juli 2019, dengan tergugat Presiden, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Jawa Barat dan Gubernur Banten.

    Pasa 16 September 2021, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan lima dari tujuh tergugat telah melawan hukum, dan menghukum para tergugat untuk menjalankan sembilan poin putusan hakim, sebagai upaya untuk mengendalikan pencemaran udara Jakarta.

    Walaupun mendapat dukungan publik atas kemenangan gugatan CLS Udara dalam bentuk petisi dan dukungan media sosial, para tergugat dari pemerintah pusat yaitu Presiden dan para menteri, melakukan banding pada Oktober 2021 ketimbang menjalankan putusan hakim, hingga menyebabkan terhambatnya upaya penyelesaian masalah polusi Jakarta yang kian hari bertambah parah.

    “Kami mendesak pemerintah untuk tidak lagi mengajukan kasasi atas putusan banding yang dimenangkan warga ini. Bagi warga dan seluruh rakyat Indonesia, ini bukan lagi waktu yang tepat untuk adu kuat dalam proses hukum, kesehatan dan kekuatan napas warga Jakarta menjadi taruhannya,” kata Jeanny.

    Jeany menilai, dibandingkan dengan kasasi, menurutnya akan lebih bijaksana bagi pemerintah jika memanfaatkan waktu yang ada untuk segera memastikan berjalannya perbaikan sistem pengendalian udara bersih di Jakarta, tidak ada penundaan.

    “Memastikan standar baku mutu udara (BMUA) yang sesuai WHO misalnya,” kata dia, seperti dilansir IDN.

    Hingga saat ini, BMUA di Indonesia tercatat 55 mikrogram per kubik untuk harian dan 15 mikrogram per kubik per tahun.

    Angka ini tiga kali lebih rendah dari standar Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang berpedoman pada maksimal 15 mikrogram per kubik untuk harian dan 5 mikrogram per kubik untuk tahunan.

    Koalisi Inisiatif Bersihkan Udara Kota dan Semesta (Ibukota) menyebutkan kualitas udara Jakarta semakin buruk sejak 2021.

    Data dalam setahun terakhir menunjukkan hanya ada satu bulan kualitas udara di DKI Jakarta mengalami perbaikan, yakni pada Desember 2021 dengan nilai PM 2.5, polutan utama penyebab pencemaran udara. Pencemaran udara ini mengalami penurunan akibat musim hujan.

    Namun yang terjadi pada musim kemarau pada Juni hingga Juli 2022, data menunjukkan nilai PM2.5 melonjak.

    Dari lima wilayah yang telah didata yakni Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, dan Jakarta Utara, tak ada satu pun yang menunjukkan nilai rata-rata tahunan PM2.5, sesuai rekomendasi WHO yakni 5 µg/m³ per tahun. Sebaliknya, lima wilayah DKI Jakarta tersebut melampaui rekomendasi WHO hingga 7,2 kali lipat, yang menempatkan Jakarta di posisi pertama kota terpolusi.

    (Agung)

    Berita Terbaru

    spot_img