spot_img
Kamis 9 Mei 2024
spot_img
More

    Satire-satire Problematika Dalam Dinamika Panggung Demokrasi Politik

    FOKUSJabar.id: Satire dalam Oxford Dictionary diartikan sebagai humor. Terdefinisikan juga sebagai bahan sindiran, sebagai exposure terhadap kejadian-kejadian yang ada. Satire-satire ini sering sekali digunakan bukan sebagai ranah humor semata terhadap kejadian yang ada.

    Namun sering juga berkaitan dengan isu-isu politik kontemporer atau isu-isu tertentu. Kemudian juga menjadi perhatian dan terkait kepentingan publik (common interest).

    Satire merupakan keresahan, pesan, dan ungkapan yang tidak bisa terungkapkan secara lugas. Namun menggunakan gaya yang unik, baik secara verbal, textual, atau visual. Banyak sekali yang bisa terlihat dan tergambarkan.

    Contoh satire visual, dulu ada meme Nurhadi Aldo, satire atau terkenal sebagai sebutan “meme” karena ada di dunia siber visual/media sosial.

    Hal ini menjadi bukti, bahwa satire atau humor bisa saja masuk kedalam dilematika politisasi sebagai ungkapan keresahan. Namun bisa juga sebagai peredam pergolakan panggung politik di Masyarakat. Agar Masyarakat yang terbelah bisa bersatu padu tidak terpecah karena politik.

    Dalam dinamika panggung demokrasi politik, satire menjadi sebuah hal yang menarik perhatian di Masyarakat. Untuk memahami satire sebagai sindiran, ungkapan keresahan. Terlebih bisa jadi satire ini mempunyai makna pemersatu. Tergantung dari sudut dan sisi mana satire ini dilihat dan termaknai terutama bagi para linguist.

    Satire-satire Cerdas Dalam Mengekspresikan Keresahan

    Sebagai contoh kita ambil satire dengan contoh verbal, seperti ungkapan Panji Pragiwaksono pada saat StandUp Comedy di acara Mata Nazwa. Penggunaan Satire betul-betul sebagai keresahan, sindiran, dan berdasrkan analisis nyata terkait apa yang terjadi dalam pergolakan politik di Indonesia saat ini. Kita ambil saja salah satu kutipan contohnya:

    “Saya di sini mau ngomongin Pak Luhut Binsar Panjaitan. Saya kasih tau konteksnya kenapa saya pengen ngomongin Pak Luhut Binsar Panjaitan. Sebenernya ini adalah pesan untuk semua capres entah karena masih di ruangan ini, masih di gedung ini, atau nonton lewat streaming. Saya mau nitip siapapun yang jadi Presiden nanti pas nyusun Kabinet tolong pertimbangkan komposisi mentri-mentri supaya ga seperti sekarang. Saat ini ada satu yang ibaratnya istilah game ini agak-agak OP (overpower), overpower, satu agak berlebihan yang satu biasa-biasa aja. Ini ibarat keseblasan, ada keseblasan satu Lionel Messi sisanya atep nah atep satu atep dua atep semuanya bagus atep bagus tapi Lionel Messi kejauhan,” ucap Panji.

    Dari wacana yang Panji sampaikan, yang mana bisa dikaji dari sisi semantik, yang mana dia mengatakan bahwa “ada satu mentri yang sangat Over Power” dan diibaratkan seperti dalam “sebuah game”, dilanjutkan dengan tuturannya yaitu:

    “ibarat keseblasan, ada keseblasan satu Lionel Messi sisanya atep nah atep satu atep dua atep semuanya bagus atep bagus tapi Lionel Messi kejauhan”, jelasnya.

    Hal ini dapat menggambarkan satire tingkat tinggi, penggambaran bagaimana keberpihakan penguasa dalam memerankan seorang mentri. Yang kemampuannya bisa melebihi mentri-mentri lainnya itu sendiri. Atau bisa saja kita ibaratkan dalam bidak catur, adanya raja, mentri dan bidak lainnya, satu pejabat ini mempunya kemampuan seperti mentri dalam catur.

    Hal ini bisa terlihat dengan adanya perbandingan pada ungkapan bahwa seperti dalam tim sepak bola, satu Lionel Messi dengan sisanya Atep satu, Atep dua, Atep tiga dalam tim. Yang mana semua mengetahui Lionel Messi adalah pemain tingkat Dunia dari Argentina dengan perbandingan Atep yang notabene pemain tingkat Nasional pada Klub Persib.

    Satire Sebagai Sindiran

    Lalu juga ada sindiran lain terkait mentri BUMN, Erick Tohir. Kala itu juga memegang posisi strategis di PSSI. Begini kutipan StandUp Comedy Panji Pragiwaksono:

    “Pak Erik Tohir ini lucu ya jadi ketua PSSI seakan-akan kerjaannya di BUMN itu udah selesai, udah beres Pak Erik Tohir, bocah aja tau, selesaikan dulu PRnya baru main bola,” ungkap Panji.

    Dari sisi kebahasaan ada tampilan kalimat “bocah aja tau, selesaikan dulu PR nya, baru main bola,”.

    Kata PR, yang berarti adalah pekerjaan rumah, yang mana konotasi ini biasanya menerap pada Anak Sekolah. berkaitan dan penggunaanya untuk pencatutan nama Erick Tohir sebagai Mentri BUMN dan Ketua PSSI. Makna ini bisa berkonotasi sindiran, bahwa adanya keresahan atas ketidaklogisan dalam rezim yang terbangun.

    Dilematika Demokrasi politik saat ini, masyarakat memandang adanya bagi-bagi jabatan. Contoh pada saat Abdi Slank, yang notabene Musisi tok, masuk langsung menjabat sebagai Komisaris Telkom. Dengan alasan memiliki kepedulian terhadap dunia digital, bahkan banyak sekali yang mungkin sama memiliki kepedulian terhadap hal tersebut.

    Kemudian Contoh lain terkait dengan kiprahnya dulu sebagai Presdir Klub Sepak Bola Inter Milan, yang mana tidak banyak menorehkan prestasi saat itu.

    Perkembangan Digitalisasi

    Perkembangan dunia digitalisasi saat ini membuat satire-satire ini terkemas dengan sangat baik. Terlihat dari analisis keberpihakan. Satire-satire ini memunculkan dogma baru yang mana penyampaian kritis tidak hanya bisa secara langsung. Dengan proses yang sangat lama, bahkan hanya dengan upload video, photo di media sosial bisa menjadi salah satu ruang yang banyak terakses oleh Masyarakat dalam membuat satire.

    Satire-satire seperti ini menjadi kontestasi problematik yang bisa menguntungkan salah satu pihak. Atau bahkan tidak sama sekali menguntungkan bagi pihak manapun, tertuama bagi penguasa.

    Karena satire ini bisa saja bersifat umum, keberpihakannya ada pada Masyarakat. Dalam artian lain, satire bisa saja bersifat khusus tertuju atau plural, hanya makna-makna bias yang bisa tertangkap dan termaknai.

    Namun, satire merupakan seubah gaya, atau cara tentang bagaimana mengungkapkan keresahan dengan cara yang cerdas.

    Terutama dalam kontestasi Politik saat ini, terkait dengan akan segeranya terselenggaranya euphoria Pemilu 2024 mendatang.

    Satire-satire tersebut akan menjadi wadah, menjadi alat sebagai kritik kritis terhadap fenomena yang terjadi. Dengan mengkombinasikannya dengan hal yang membuat baik untuk pendengar, atau yang melihat satire secara visual terhibur dengan bagaimana prosesnya dibuat dan disajikan.

    (Dian Ardiansyah/Irfansyahriza)

    Berita Terbaru

    spot_img