spot_img
Jumat 3 Mei 2024
spot_img
More

    IKA UPI: Tidak Semua Guru Siap Mengajar Daring

    BANDUNG,FOKUSJabar.id: Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Pendidikan Indonesia (IKA UPI) Enggartiasto Lukita mengatakan bahwa tidak semua tenaga pengajar di Jawa Barat bahkan Indonesia siap menggelar KBM secara daring di masa Covid-19.

    Bahkan survei membuktikan bahwa hanya di bawah 60 persen yang terjangkau baik dari ketersediaan wifi internet hingga kepemilikan orang terhadap peralatan yang dibutuhkan.

    Demikian disampaikan Enggar dalam sebuah diskusi webinar bertajuk ‘Guru Digital Vs Pandemi: Menyoal Kompetensi Guru Era Digital’ yang digelar Pengurus Pusat IKA UPI, Sabtu (4/7/2020).

    “Ketidaksiapan itu karena kemampuan para guru dan konektivitas KBM jarak jauh ini tidak semua sama,” kata dia.

    Selain itu masih banyak guru yang tidak siap mengajar secara online karena sarana dan prasarana untuk menggelar kelas jarak jauh itu yang belum terpenuhi.

    BACA JUGA: IKA UPI Desak Tertibkan LPTK Unqualified

    “Indonesia bukan hanya Jakarta, Pulau Jawa dan kota besar lainnya, tetapi ada daerah-daerah bahkan pelosok di mana belajar secara virtual adalah persoalan besar. Guru-guru tidak dipersiapkan untuk itu, sehingga terjadi kesenjangan kemampuan dan akses teknologi antara kota besar dan pelosok,” kata dia.

    Lebih lanjut Enggar mengatakan, pedoman tentang penyesuaian kurikulum dan silabusnya dalam kondisi ini belum terpublikasi secara merata di seluruh daerah, sehingga tidak ada pilihan bagi guru untuk hanya sekedar memberikan tugas-tugas, karena tidak mengetahui apa yang harus dilakukan,

    Di era Revolusi Industri 4.0 ini, kata dia, semua sudah mempersiapkan diri dalam berbagai aspek untuk melakukan digitalisasi. Dengan pandemi ini terjadi lompatan untuk mengaplikasikan berbagai hal terutama dari segi informasi teknologi.

    “Persoalannya  adalah siapa yang harus bertanggungjawab. Namun tidak bisa dipungkiri Kementrian Pendidikan harus memberikan arahan kepada semuanya sampai seluruh guru,” kata Enggar.

    Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) saat ini seharunya memiliki peranan melalui penugasan Kemendik untuk mempersiapkan para guru menghadapi pandemi dengan panduan yang jelas.

    “LPTK memang lebih pendidikan tinggi yang dikhususkan untuk itu. Kami mohon ini bisa juga direalokasikan anggaran untuk itu,” kata dia.

    Sementara itu, Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda mengatakan dirinya sempat kecewa dengan Kementerian Pendidikan RI yang tidak memberikan perhatian besar pada LPTK. Padahal, kata dia, seharusnya tercantum jelas dan komprehensif dalam peta jalan Pendidikan Indonesia.

    “Jadi Peta Jalan yang dibikin, dan yang membuat saya kecewa adalah, sama sekali tidak mencantumkan revitalisasi LPTK, tidak ada sama sekali,” kata Huda.

    Sejak Peta Jalan Pendidikan itu disampaikan ke Mendikbud dua bulan lalu, kata dia, soal LPTK belum tercantum secara eksklusif. Pihaknya pun terus mendorong agar LPTK bisa termaktub secara jelas dan menjadi bagian dari Peta Jalan Pendidikan Indonesia.

    Tidak hanya itu, Syaiful Huda pun menyoroti penyelesaian masalah guru honorer. Pihaknya bahkan meminta isu guru honorer yang sejak puluhan tahun belum terselesaikan agar diselesaikan di periode ini. Minimal pemerintah menyelesaikan permasalahan guru honorer di sekolah negeri terlebih dahulu yang mencapi sekitar 800 ribu orang.

    “Kemudian soal guru penggerak. Hingga lima tahun ke depan ditargetkan ada sekitar 100 ribu guru penggerak dicetak. Terus ada program generasi baru guru, ditargetkan sekitar 200 ribu hingga pada tahun 2025,” kata dia.

    Selanjutnya menambah porsi pengelolaan yang lebih besar dari Kemendikbud di dunia pendidikan, termasuk bisa berkolaborasi efektif dengan pemerintah daerah terutama Disdik provinsi dan kabupaten kota.

    Terlebih sesuai amanat undang-undang pemerintah daerah, merekalah yang punya hak menyelenggarakan pendidikan di daerah.

    “Terakhir adalah optimalisasi anggaran pendidikan 20 persen APBN atau setara dengan Rp580 trilun,” kata Huda.

    Karena dari jumlah tersebut, kata dia, tak lebih dari Rp200 trilyun yang sepenuhnya dedikasikan untuk fungsi pendidikan, sisanya Rp380 trilyun dialokasikan untuk hal lain.

    (LIN)

    Berita Terbaru

    spot_img