Rabu 11 Desember 2024

Menag Bandingkan Suara Adzan dengan Gonggongan Anjing, Panglima Santri Minta Bijaksana Buat Statement

BANDUNG,FOKUSJabar.id: Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Mushola maksimal 100 dB (desibel).

Yaqut pun membandingkan suara pengajian dan adzan sama mengganggunya dengan gonggongan anjing.

Menanggapi hal tersebut, Panglima Santri Jawa Barat (Jabar), Uu Ruzhanul Ulum mengatakan, tidak elok mengandaikan adzan mengganggu seperti gonggongan anjing.

BACA JUGA: Ciamis Dapat Jatah 8 Ribu Liter Minyak Goreng Dari Kemendag

Menurutnya, gangguan dari gonggongan anjing sangat berbeda dengan suara adzan dari pengeras suara (toa speaker).

Suara adzan terbukti banyak menuntun orang untuk masuk Islam dan menjadi mualaf.

“Tidak elok mentasbihkan adzan dengan gonggongan anjing. Gonggongan anjing dan suara adzan akan berbeda di telinga,” katanya.

“Banyak orang masuk Islam karena suara adzan. Oleh karena itu, Menteri Agama mohon bijaksana dalam membuat statement,” kata Uu menambahkan di Gedung Sate, Jalan Dipoenogoro Kota Bandung, (24/2/2022).

Pihaknya meminta Kemenag agar lebih bijak dalam membuat aturan. Pasalnya, SE tersebut menuai pro dan kontra dari berbagai pihak, sehingga memicu kegaduhan.

Terutama dalam penerbitan SE dinilai kurang tepat karena menjelang bulan suci Ramadhan.

“Kalau boleh, Kemenag jangan bikin gaduh, karena umat Islam sekarang sedang siap-siap menghadapi bulan Ramadhan. Memang masalah SE pemakaian speaker ada yang setuju, ada yang tidak. Tetapi justru pro kontranya itu yang bikin gaduh dan ramai,” ungkapnya.

Untuk membuat aturan, pihak Kemenag seyogyanya melibatkan tokoh-tokoh agama dari berbagai daerah di seluruh Indonesia untuk berdiskusi sebelum membuat aturan.

Dengan demikian, aturan akan lebih mudah diterapkan dan ditaati, meski surat edaran tidak memiliki kekuatan hukum.

“Paling tidak ada komunikasi dulu dengan tokoh agama atau pemuka masyarakat lainnya. Jangan tiba-tiba (keluarkan) edaran, masyarakat banyak yang bertanya pada saya. Sekalipun secara hierarki surat edaran tidak memiliki kekuatan hukum, tetapi masyarakat banyak yang resah dengan hal semacam ini,” kata Uu.

Dia menyarankan pihak Kemenag lebih menitikberatkan penyusunan aturan terkait pemanfaatan masjid dan mushola jelang Ramadhan, namun disesuaikan dengan kondisi perkembangan pandemi Covid-19.

Menurutnya langkah tersebut lebih bijak untuk dilakukan di negara dengan penduduk mayoritas muslim ini.

Kendati demikian, Uu yang juga Wakil Gubernur Jawa Barat  menyatakan siap untuk mengikuti aturan SE sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah pusat.

“Kalau saya selaku pemerintah akan mengikuti apa yang diinstruksikan oleh pemerintah pusat, karena kami merupakan kepanjangan tangan dari pemerintah pusat. Saya harap Kemenag lebih bijaksana dalam mengambil keputusan pengaturan agama di Indonesia yang mayoritas muslim. Lebih baik kita persiapkan umat Islam menghadapi bulan suci Ramadhan, surat edaran masjid harus dipersiapkan untuk salah tarawih dan sebagainya. Itu akan lebih mengena dan adem pada masyarakat,” jelasnya.

Meski begitu, pihaknya juga mengajak Kemenag untuk mengalihkan fokus penyusunan kebijakan pada permasalahan keberpihakan pemerintah untuk pondok pesantren, pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana madrasah ibtidaiyah, tsanawiyah dan aaliyah, hingga isu toleransi di beberapa daerah yang dianggap rawan.

“Mungkin masih banyak hal-hal yang harus diatur oleh pemerintah lewat Kemenag, seperti tentang pesantren-pesantren salafiyah yang tidak ada sekolahnya. Madrasah ibtidaiyah, tsanawiyah dan aliyah swasta yang kekurangan guru dan sarana prasarana. Kemudian juga tentang daerah-daerah yang dianggap toleransinya rawan,” ujarnya.

Uu menambahkan, jelang bulan suci Ramadhan penggunaan speaker masjid dan musala menjadi sangat vital, karena menjadi momentum syiar Islam.

Sehingga jika ada pihak yang merasa terganggu dengan penggunaan speaker masjid, Dia harapkan rasa saling menghargai lebih ditingkatkan.

“Di bulan Ramadhan dan lebaran nanti, penggunaan speaker pasti lebih banyak, kan sebagai syiar nuansa Ramadhan. Kalau memang ada umat Islam atau non muslim yang merasa terganggu,, disinilah kita harus lebih saling menghargai,” pungkasnya.

(Yusuf Mugni/Bambang)

Berita Terbaru

spot_img