Kamis 12 Desember 2024

Pemerintah Perlu Mengakselerasi PEN di masa AKB

BANDUNG,FOKUSJabar.id: Pemerintah perlu mengakselerasi serapan anggaran Program Percepatan Ekonomi Nasional (PEN) di masa Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB).

Terlebih berdasarkan data Kementrian Keuangan hingga 19 Agustus 2020, serapan PEN masih pada posisi 25,1 persen atau Rp174,79 trilyun.

Adapun rinciannya, yakni belanja kesehatan Rp7,36 trilyun,perlindungan sosial Rp93,18 triliyun, sektoral dan pemda Rp12,4 trilyun, insentif usaha Rp17,23 trilyun, dukungan UMKM Rp44,63 trilyun serta pembiayaan korporasi yang masih dalam proses finalisasi.

Anggota Komisi XI DPR RI Putri Komarudin  mengatakan bahwa yang perlu diperhatikan saat ini adalah bagaimana penyaluran berbagai stimulus diarahkan tepat sasaran dan tepat manfaat.

Dengan begitu, kontraksi lanjutan atas daya beli masyarakat bisa dicegah, mengingat di lapangan masih ditemukan persoalan, seperti target error maupun overlapping.

“Aspek monitoring dan evaluasi secara berkala pun perlu terus ditingkatkan, terutama berkaitan dengan akurasi data dan perbaikan mekanisme penyaluran agar tepat sasaran. Langkah ini harus dilakukan seefektif mungkin dan akuntabel,” kata Putri dalam webinar bertajuk ‘Peran OJK dalam Pemulihan Ekonomi dan Ketahanan Sektor Jasa Keuangan’ , Kamis (27/8/2020).

BACA JUGA: Dukung Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), Pemerintah Anggarkan Rp356,5 T

Tidak hanya itu, pemerintah pun perlu mendorong percepatan belanja negara dengan mengutamakan terlibatnya pelaku UMKM dalam pengadaan belanja pemerintah.

Untuk diketahui, per 31 Juli 2020, belanja negara telah terserap 45,7 persen atau sekitar Rp1.252,4 trilyun dari total belanja sebesar Rp2.739,2 trilyun.

Di tengah pandemi, belanja Pemerintah sangatlah diperlukan untuk mendorong permintaan bagi UMKM. Sehingga, percepatan belanja tidak hanya untuk mendorong serapan anggaran, tapi juga diarahkan menjadi belanja berkualitas yang memberikan trickle-down effect terhadap pemulihan daya beli dan kapasitas usaha masyarakat.

Untuk menjaga kinerja UMKM, OJK juga menerbitkan POJK Nomor 11 Tahun 2020 yang mengatur restrukturisasi kredit bagi debitur terdampak.

Ketentuan ini juga memberikan keleluasaan untuk perbankan/perusahaan pembiayaan karena mendapatkan insentif untuk tidak membentuk pencadangan, apabila kredit telah direstrukturisasi dalam kategori lancar.

Hingga 10 Agustus 2020, OJK mencatat restrukturisasi kredit perbankan terhadap debitur terdampak pandemi Covid-19 mencapai Rp837,64 trilyun yang berasal dari 7,18 juta debitur dari 100 bank.

“Realisasi restrukturisasi kredit bagi debitur segmen UMKM disalurkan kepada 5,73 debitur dengan nilai sebesar Rp353,17 trilyun. Sedangkan restrukturisasi bagi debitur non-UMKM disalurkan kepada 1,44 juta debitur dengan nilai mencapai Rp484,47 trilyun,” kata dia.

Sementara, realisasi restrukturisasi perusahaan pembiayaan tercatat sebesar Rp162,34 trilyun dengan jumlah kontrak 4,33 juta debitur dari total 4,95 juta kontrak restrukturisasi yang berasal dari 182 perusahaan pembiayaan hingga 19 Agustus 2020.

“Saya minta OJK dan Lembaga Jasa Keuangan untuk meningkatkan edukasi terkait relaksasi kredit agar tidak ada kesalahpahaman di masyarakat,” kata dia.

Pemerintah dan OJK juga harus menyiapkan mekanisme pengaduan jika ditemukan lembaga pembiayaan yang masih menagih dengan melibatkan debt collector.

Pemerintah juga telah melakukan penempatan uang negara kepada Bank Himbara senilai Rp30 trilyun yang diharapkan meningkatkan leverage penyaluran kredit minimal tiga kali lipat atas dana yang ditempatkan.

Tidak hanya itu, untuk mendukung pemulihan sektor UMKM, pemerintah juga memberikan subsidi bunga atau margin untuk kredit ataupembiayaan UMKM dalam rangka PEN.

Pada konteks pembangunan daerah, pemerintah pun telah mengalokasi anggaran untuk Pemda melalui instrumen pinjaman daerah senilai Rp15 trilyun sebagai bagian dari program PEN.

Selain itu, pemerintah juga menempatkan uang negara senilai Rp11,5 trilyun kepada sejumlah Bank Pembangunan Daerah (BPD), yakni Bank DKI (Rp2 trilyun), bjb (Rp2,5 trilyun), BPD Jateng (Rp2 trilyun), BPD Jatim (Rp2 trilyun), Bank SulutGo (Rp2 trilyun), BPD Bali (Rp1 trilyun), Bank DIY (Rp1 trilyun).

Penempatan uang negara pada sejumlah bank daerah, kata dia, tentunya bisa menambah likuiditas seiring berkurangnya penempatan kas daerah akibat tekanan pendapatan daerah.

“Say a mengimbau agar pemerintah, Pemda serta bank daerah memastikan agar uang negara ini digunakan untuk ekspansi kredit bagi debitu UMKM lokal guna mendorong pemulihan ekonomi daerah,” kata Putri.

Putri pun meminta agar pemerintah dan Pemda memastikan penyaluran kredit tersebut disertai dengan suku bunga rendah agar masyarakat masyarakat mengakses dana murah itu untuk kembali menggerakan perekonomian.

Untuk diketahui, baik DPR, pemerintah maupun otoritas terkait fokus memaksimalkan pelaksanaan strategi-strategi tersebut agar dapat menahan kontraksi  ekonomi yang diharapkan perlahan mulai membaik pada kuartal III dan IV nanti.

“Kami terus berusaha agar fungsi pengawasan DPR atas pelaksanaan program  PEN dan pemanfaatan APBN tahun ini bisa berlangsung optimal dan menyeluruh,” kata dia.  

(Olin)

Berita Terbaru

spot_img