JAKARTA,FOKUSJabar.id: Wakil Ketua MPR RI Fraksi Demokrat Syarief Hasan meminta pemerintah lebih hati-hati mengambil kebijakan terkait Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Terlebih langkah yang kurang matang bisa mengakibatkan berbagai masalah baru di tengah kondisi perekonomian yang sedang kesulitan akibat Covid-19.
“Pemerintah agar melakukan pembenahan dan reformasi dalam tubuh OJK, bukan mengalihkan fungsinya ke Bank Indonesia,” kata Syarief di Jakarta, Senin (6/7/2020).
Meskipun kinerja OJK belum sesuai harapan, namun mengalihkan kebijakan ke BI bukan alasana tepat. Sebab akan membutuhkan waktu, pikiran, energy serta dana yang cukup besar yang seharusnya difokuskan pada Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Menurut dia, wacana pengalihan tersebut bisa menjadikan industri keuangan menjadi terdistraksi di tengah pandemi ini.
Tidak hanya itu, rencana pengalihan ini pun berpotensi menggerus kepercayaan investor, karena seolah-olah tidak ada kepercayaan jangka panjang tehadap kelembagaan negara yang mengurusi pengawasan keuangan.
Beberapa waktu terakhir, pengawasan keuangan diwacanakan akan dialihfungsikan dari OJK ke BI Karena OJK dianggap kurang mampu mengawasi keuangan.
BACA JUGA: Wakil Ketua MPR : Lembaga Pendidikan Swasta Harus Diselamatkan Pasca Covid-19
Syarief Hasan mengingatkan tujuan pembentukan OJK, yakni sebagai bagian dari upaya pemerintah dan DPR RI dalam melakukan reformasi keuangan waktu itu.
“Meski lembagaitu baru dibentuk tahun 2011 melalui UU No 21/2011, namun cita-cita pembentukannya sudah ada sejak krisis moneter 1998/1999,” kata dia.
Gagasan pembentukan otoritas yang independen, kata dia, menjadi perintah UU No 23/1999 tentang BI. Bahkan dalam satu bait
Gagasan pembentukan otoritas yang independen menjadi perintah UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang BI. Bahkan, dalam salah satu beleid (kebijakan) menyebutkan UU OJK sudah ada paling lambat 31 Desember 2002.
Namun dengan berbagai dinamika OJK baru lahir pada tahun 2011 ketika itu baru saja terjadi krisis keuangan global.
“Lembaga yang sudah jauh hari digagas ini harus dijaga dan dioptimalkan kinerjanya. Bukan dialihkan kembali fungsinya,” kata Syarief.
Dia mengajak pemerintah tidak terburu-buru merombak sistem pengawasan keuangan Indonesia dengan belajar kepada negara lain. Selain belajar dan menganalisis kondisi tekini Inggris setelah membubarkan Financial Service Authority (FSA), Indonesia juga harus belajar dari kisah sukses Jepang dalam pengawasan keuangan melalui lembaga sejenis OJK.
“Kinerja OJK yang kurang optimal harus direspon dengan penguatan dan perbaikan sistem pengawasan dalam bentuk reformasi di tubuh OJK. Benahi dapurnya, bukan bakar dapurnya. Sebab jika dapurnya yang dibakar maka apinya bisa mengganggu konsentrasi pemulihan ekonomi, termasuk dalam menghadapi Covid-19,” kata dia.
(LIN/ANT)