JAKARTA, FOKUSJabar.id: Sejumlah kalangan mendesak pemerintah menetapkan juga kebijakan impor untuk berbagai produk buah dan sayur yang bermanfaat bagi kesehatan masyarakat.
Asosiasi Eksportir-Importir Buah Buah dan Sayuran Segar Indonesia (Aseibssindo) melihat bahwa sejak Januari lalu impor buah-buahan tak kunjung dibuka, sebaliknya terkesan disulitkan. Kalangan pengusaha pun mempertanyakan hal tersebut ke Presiden Jokowi.
“Asosiasi sangat mengharapkan respon positif dan perdagangan yang fair dari tangapan presiden,” kata Sekum Aseibssindo Hendra Jowono melalui rilisnya, Selasa (7/4/2020).
Dia mengatakan, asosiasi sudah mengirim surat terbuka kepada presiden perihat penerbitan RIPH dan Surat Persetujuan Impor (SPI) bernomor: 008/PRES/ASEIB/ III/2020 tertanggal 20 Maret 2020. Hendra bersama anggota asosiasi eksportir dan importir buah berharap presiden merespon surat terbuka tersebut.
baca juga: Truk Pengangkut Buah-buahan Terguling
Sambil menunggu respon, pihaknya pun mempertimbangkan apakah perlu mengirimkan surat terbuka ke lembaga, seperti KPPU, atau Ombudsman.
“Perlu dipikirkan dan sedang dipertimbangkan,” kata pengusaha produk hortikultura itu.
Dia pub setuju dengan presiden yang telah mengingatkan dan melonggarkan peraturan impor. Terlebih kondisi saat ini memerlukannya.
Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin mengatakan bahwa izin impor buah harus berdasarkan data yang valid dan neraca kebutuhan buah dalam negeri. Artinya, jika kebutuhan dalam negeri kurang, maka impor. Demikian disampaikan Andi seiring pemberitaan beberapa waktu lalu terkait kabar protes dari pengusaha buah Australia.
“Akibatnya, antara importir saling curiga,” kata dia.
Direktur Eksekutif INDEF Enny Sri Hartati menilai relaksasi impor untuk komoditas pangan, termasuk buah, adalah penting tepat dilakukan. Namun demikian dia meminta tidak ada penghilangan kewajiban laporan survei, karena hal tersebut adalah sistem penjaminan mutu impor pangan.Dia mengatakan, pengecualian seperti tidak harus menyertakan SPI memang layak saja diberlakukan.
“Jadi intinya harus dipermudah, mau itu bawang atau buah impor. Jadi menyederhanakan birokrasi, bukan menghilangkan fungsi kontrol pangan impor,” kata dia.
Terkait relaksasi impor, Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana pada Kamis, (26/3) mengakui bawang putih dan bombai tercantum dalam Permentan dan UU Nomor 13 tahun 2010. Namun dengan diterbitkannya Permendag 27 tahun 2020 maka kedua komoditas memperoleh pengecualian atas pengajuan RIPH.
Terkait hal itu, Direktur Direktur Jenderal Hortikultura Kementan Prihasto Setyanto memastikan, pihaknya dengan Kemendag harmonisasi.
“Bapak Menteri Pertanian secara tegas telah menyampaikan bahwa posisi Kementan sejalan. Kementan selalu mengutamakan dan memastikan jaminan pangan bagi jutaan rakyat Indonesia. Kami tidak mau berspekulasi kalau sudah urusan perut rakyat. Terlebih kondisi darurat Covid-19 seperti saat ini,” kata dia dalam keterangan resminya (29/3).
(**)