Kamis 12 Desember 2024

Literasi Gizi : Belajar dari Polemik Susu Kental Manis

DEPOK, FOKUSJabar.id: Menjawab berbagai informasi simpang siur terkait susu kental manis, Pusat Kajian Gizi dan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat UI menggelar seminar bertajuk ‘Literasi Gizi : Belajar dari Polemik Kasus Susu Kental Manis’ pada Jumat (10/8) di Kampus UI Depok, Jumat (10/8/2018).

Data BPS tahun 2017 menyatakan bahwa konsumsi susu masyarakat Indonesia hanya 16,5 liter per kapita per tahun atau kecil dibandingkan dengan beberapa negara Asean.

Data USDA Foreign Agricultural Service 2016 (PDF) untuk Malaysia (50,9 liter), Thailand (33,7 liter), dan Filipina (22,1 liter).

Produksi susu segar di Indonesia baru mencapai 920.093,41 ton pada 2017 atau hanya naik 0,81 persen dari tahun sebelumnya yang berjumlah 912.735,01 ton.

“Dari angka itu, dapat dilihat bahwa budaya minum susu di Indonesia masih rendah. Dari angka tersebut, susu kental manis menjadi jenis yang paling banyak dibeli masyarakat Indonesia,” kata Guru Besar IPB Prof Ahmad Sulaeman.

Dia menyatakan bahwa susu kental manis terbuat dari susu segar, kemudian ada kandungan lain seperti susu skim, susu skim powder, gula, lalu ada susu bubuk whey, buttermilk powder, serta palm oil.

“Susu kental manis adalah produk susu berbentuk cairan kental yang diperoleh dengan menghilangkan sebagian air dari campuran susu dan gula hingga mencapai tingkat kepekatan tertentu.

Atau, merupakan hasil rekonstitusi susu bubuk dengan penambahan gula, dengan atau tanpa penambahan bahan lain. Gula yang ditambahkan digunakan untuk mencegah kerusakan produk, kemudian dipasteurisasi dan dikemas secara kedap (hermetis), ” jelas Ahmad.

Pakar gizi Ahmad Syafiq mengatakan bahwa susu kental manis mengandung energi yang diperlukan untuk mendukung pemenuhan gizi masyarakat, termasuk anak-anak.

Bahkan, kata dia, susu kental manis tidak masalah dikonsumsi secara proporsional. Dengan kata lain, jangan berlebihan.

“Kandungan lemak dan gula dalam susu kental manis sudah diatur dalam Perka BPOM 21/2016 tentang Kategori Pangan dan Standar Nasional Indonesia Nomor 2971: 2011 tentang susu kental manis,” kata Syafiq.

Dalam aturan tersebut, kata dia, disebutkan bahwa kombinasi gula dan lemak pada produk itu adalah 51-56 persen dengan kandungan gula 43-48 persen.

Susu kental manis sebagai minuman harus dicampur dengan air, sehingga setelah dilarutkan sesuai saran penyajian, kandungan susu kental manis memiliki kadar lemak susu tidak kurang dari 3,5 gr, total padatan susu bukan lemak tidak kurang dari 7,8 gr, dan kadar protein tidak kurang dari 3 gr.

Menurut dia, semua jenis makanan saling melengkapi. Artinya tidak ada makanan atau minuman tunggal yang mampu mememuhi kebutuhan gizi seseorang.

“Siapa saja boleh mengonsumsi susu kental manis dalam jumlah tidak berlebihan. Namun perlu diingat, susu kental manis tidak cocok untuk bayi (0 – 12 bulan) dan bukan untuk menggantikan ASI. Susu kental manis boleh disajikan sebagai minuman, tetapi tentu untuk balita harus disesuaikan penyajiannya dan bukan sebagai asupan tunggal, ” jelas Syafiq.

Survei Diet Total yang digelar Kemenkes tahun 2015 menunjukkan data bahwa masyarakat Indonesia masih kekurangan pasokan energi.

Itu belum termasuk kekurangan asupan gizi lainnya, sehingga konsumsi gula secara wajar tidak menjadi persoalan karena unsur makanan ini adalah sumber energi.

Kondisi tubuh yang kekurangan energi justru berbahaya bagi tumbuh kembang anak. Sebab, tubuh secara otomatis akan memenuhi kebutuhan energinya dengan mengambil protein dan lemak pada tubuh.

Survei Diet Total tahun 2014 pun menemukan bahwa pada anak balita di Indonesia rata-rata konsumsi susu kental manis tergolong rendah, yaitu hanya 9,4 gram per hari dan hanya memberikan kontribusi konsumsi gula yang juga rendah yaitu hanya 5 gram per hari.

Angka itu masih jauh di bawah anjuran WHO mengenai konsumsi gula tambahan yang dibolehkan yaitu 50 gram per hari.

Anggota Dewan Pengurus Pusat Persatuan Ahli Gizi (PERSAGI) Dr. Marudut Sitompul MPS menjelaskan, susu kental manis memiliki dua karakteristik dasar, yaitu kadar lemak susu tidak kurang dari 8 persen serta kadar protein tidak kurang dari 6,5 persen (plain).

Namun, sejumlah data tidak resmi yang beredar menyebutkan bahwa kandungan gula dan lemak di susu kental manis lebih dari 70 persen dimana kandungan gula melampaui 60 persen.

“Data ini memunculkan persepsi yang salah mengenai susu kental manis, sehingga berpotensi menimbulkan polemik,” kata dia.

Menyikapi polemik terkait susu kental manis, semua pakar gizi ini sepakat bahwa baik pemerintah maupun masyarakat harus terus meningkatkan upaya peningkatan literasi gizi serta terus melaksanakan upaya menyusun kebijakan berbasis evidens.

Dalam seminar ini selain menyampaikan fakta bahwa susu kental manis adalah susu, diperlukan juga adanya komunikasi, informasi, edukasi, dan advokasi (KIEA) gizi agar tidak ada pengambilan keputusan dan pilihan keliru baik oleh masyarakat maupun pemerintah.

(LIN)

Berita Terbaru

spot_img