BANDUNG, FOKUSJabar.id: Wali Kota Bandung Ridwan Kamil harus bertanggungjawab mencarikan solusi bagi anak-anak dengan nilai akademis bagus atau rumah jauh yang tereleminasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Kota Bandung 2018.
Pasalnya, kisruh yang terjadi dalam PPDB Kota Bandung 2018 salah satunya karena sistem zonasi yang tidak diatur jelas dalam Peraturan Wali Kota (Perwal) Nomor 456 tahun 2018.
“Kisruh PPDB ini karena kesalahannya ada di perwal yang dibuat wali kota, maka pak Ridwan Kamil harus bertanggungjawab. Bagaimana pun caranya itu urusan pemerintah. Anak-anak yang nilai (akademis) bagus dan rumah jauh harus ada solusi,” tegas Ira Krisnawati salah seorang orangtua calon peserta didik yang ditemui di Disdik Kota Bandung,Jalan Ahmad Yani Kota Bandung, Kamis (12/7/2018).
Dia menegaskan bahwa Ridwan Kamil sebagai wali kota seharusnya memikirkan jumlah penduduk yang memiliki rumah dengan sekolah dan yang jauh lebih banyak mana. Selain itu, tidak semua penduduk yang rumahnya di atas satu kilometer dari sekolah itu kaya atau mampu, bahkan memiliki anak pintar yang bisa masuk melalui jalur akademik.
“Bagaimana dengan nasib anak-anak yang rumahnya jauh dan pintar. Karena saat saya melihat di web PPDB, rata-rata zonasi terdekat rumah calon peserta didik dengan sekolah itu sekitar 500 meter. Meski demikian, ada juga calon peserta didik yang rumahnya dibawah 500 meter tapi ternyata tidak diterima di sekolah pilihannya,” tegas dia.
Dengan sistem PPDB yang diterapkan saat ini, anak-anak yang sudah belajar sungguh-sungguh dan mendapatkan nilai akademik bagus sudah tidak lagi dihargai. Anak-anak yang memiliki nilai akademis bagus, justru kalah oleh anak yang memiliki rumah lebih dekat dengan skolah pilihan.
“Tapi ada juga orangtua yang mengadu ke saya, memiliki anak dengan nilai (akademis) bagus 290 lebih dan jarak sekolah 700 meter, lalu dia ikuti sistem zonasi Tapi tetap tereleminasi. Jadi sebenarnya tujuan dari zonasi ini apa,” tambahnya.
Terkait masalah yang terjadi dalam PPDB Kota Bandung 2018, dirinya bersama orangtua calon peserta didik lainnya sudah mengadukan ke semua pihak. Tidak hanya ke Disdik Kota Bandung, tapi juga ke DPRD Kota Bandung dan datang ke Balai Kota Bandung untuk bertemu pimpinan Kota Bandung.
“Tapi saat ke Balai Kota, ternyata Pak Ridwan (Kamil) tidak ada di tempat dan sedang di Singapura. Lalu Pak Sekda pun sedang rapat paripurna. Terus kami harus ke siapa mengadu dan bisa ada keputusan pasti,” tuturnya.
Saat beraudiensi dengan pihak Disdik Kota Bandung pun hanya mendapatkan jawaban yang normatif dan belum memberikan keputusan pasti. Pihak Disdik Kota Bandung hanya menjawab akan menampung semua pengaduan, melakukan evaluasi dan validasi data.
“Jawabannya itu menyakitkan kami, seolah-olah tidak ada lagi peluang bagi anak-anak kami untuk melanjutkan pendidikan di sekolah negeri. Disdik mengaku tidak bisa putuskan apa-apa karena tahapan PPDB sudah final,” keluh dia.
Tidak hanya itu, Disdik Kota Bandung melalui salah seorang stafnya menjelaskan jika untuk penambahan rombongan belajar (rombel) atau kelas itu tidak mungkin dilakukan. Pasalnya, hal tersebut akan menyalahi Peraturan Menteri terkait aturan jumlah kuota sekolah. Jika peraturan menteri tersebut dilanggar, maka akan berdampak pada tidak turunnya dana BOS atau sertifikasi guru yag tidak dikeluarkan.
“Kami berharap bisa bertemu dengan Ombudsman, Kadisdik Kota Bandung dan Wali Kota Bandung Ridwan Kamil. Yang buat perwal itu pak Ridwan Kamil, maka harus bertanggungjawab,” tegas dia.
(Ageng/LIN)