“Intinya harus tabbayun (konfirmasi). Jangan sampai berita yang belum jelas di share kemana-mana. Akhirnya bisa menjadi opini publik, padahal sumber dan kebenarannya masih sangat diragukan,” ucap Rafani kepada wartawan di Jalan Riau Kota Bandung, Rabu (4/4/2018 ).
Rafani mengungkapkan bahwa MUI pun telah mengeluarkan fatwa tentang hukum dan pedoman bermuamalah melalui media sosial. Ada 17 halaman tersebut berisikan aturan – aturan dalam menggunakan media sosial dengan bijak dan bermanfaat.
BACA JUGA: Penghina Presiden dan Penyebar Hoax asal Cianjur Dikenakan Wajib Lapor
“Penggunaan media sosial seringkali tidak disertai dengan tanggung jawab. Akibatnya, banyak penyebaran informasi tidak benar. Disini kita harus benar-benar bijak dan selalu melakukan kroscek,” ujar dia.
Menurut dia, berita hoax sangat berbahaya. Terlebih yang menyangkut sara dan kepentingan orang banyak yang dapat menimbulkan kegaduhan dan ketidaknyamanan kepada masyarakat.
“Seperti berita kasus penganiayaan terhadap ustad. Memang ada tapi pemberitaan terutama di medsos ini lebih banyak hoaxnya, dari 45 kasus yang di beritakan ternyata hanya tiga kasus yang benar-benar terjadi,” pungkas dia.
(Budi/LIN)