spot_img
Selasa 23 April 2024
spot_img
More

    Politik Identitas Masih Mejadi Isu Utama Di Pemilu 2024

    BANDUNG,FOKUSJabar.id: Politik identitas menjadi isu utama yang harus diwaspadai jelang pemilihan umum (Pemilu) 2024. Pasalnya Politik identitas baik suku, agama, atau pun identitas daerah dapat mencederai pemilihan pemimpin masa depan.

    Maka dari itu, beberapa tokoh yang berkompeten di bidang politik melakukan talkshow di Universitas Katolik Parahyangan Bandung (Unpar) untuk mensosialisasikan kepada kalangan masyarakat dan mahasiswa akan bahayanya politik Identitas yang bisa menimbulkan perpecahan.

    Dalam talkshow itu pun hadir Founder Institute for Transformation Studies (Intrans) Andi Saiful Haq, Dosen Ilmu Politik Unpad Firman Manan, Dekan Fisip Unpar Pius Sugeng, dan Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini. Kegiatan ini pun dipandu oleh Adi Sasono selaku Pemimpin Redaksi Tribun Jabar sebagai moderator, dan Nitia Anisa sebagai host.

    BACA JUGA: Kasus Bully SMP Baiturrahman, Ini Yang Dilakukan Kadisdik Kota Badung

    Andi Saiful Haq mengatakan, kegiatan forum talkshow semacam ini sangatlah positif lantaran pemilu di Indonesia selalu dibayang-bayangi politik identitas. Dalam beberapa dekade, Andi melihat politik identitas ini begitu destruktif terutama di Timur Tengah, semisal Afganistan.

    “Semoga Indonesia sebagai masyarakat majemuk selamat dari politik identitas ini dan saya pikir kondisi ini harus dimulai dari elemen bangsa, seperti kampus dan media secara rutin sampai pemilu 2024. Lewat model pendidikan politik ini saya pikir kebhinekaan Indonesia sesuai kultur,” kata Andi Saiful Hak pada acara talkshow di Unpar jalan Ciumbuleuit Kota Bandung Jabar, Senin (21/11/2022)

    Menurutnya, politik identitas tak akan dapat menang di pemilu 2024, meski di skala kecil seperti pilkada hal itu bisa terjadi, tetapi skala nasional itu sulit, lantaran kebhinekaan Indonesia yang telah mengakar daripada politik identitas.

    “Potensi (politik identitas) di 2024 pasti ada dan itu bisa saja memecah belah maka harus dilawan bersama-sama. Contoh terdekat saja ketika pilkada DKI Jakarta, masalah track record atau prestasi tak diperbincangkan, tapi identitas keagamaan justru mengemuka dan menjadikan pemilu tak sehat,” ucapnya.

    Pius Sugeng menambahkan, politik identitas menjadi sebuah hal yang tak bisa dibenarkan. Apalagi, kondisi masyarakat yang masih berbeda-beda sehingga perlu didorong edukasi terus-menerus dari berbagai pihak, seperti kampus dan media.

    “Saya pikir edukasi seperti sekarang lewat forum ini menjadi format edukasi kepada masyarakat sehingga semua bisa tercerahkan dalam pilihan politiknya yang berorientasi pada figur yang dapat memberikan kesejahteraan,” katanya dalam forum diskusi bertemakan ‘Memilih, Damai (membaca kecenderungan preferensi pemilih: kesukuan, kesalehan atau kapasitas).

    BACA JUGA: Disdik Kota Bandung Pastikan Korban dan Pelaku Bully di SMP Baiturrahman Dipisah Kelas

    “Paling penting dipertimbangkan Indonesia ini mencari orang yang mempunyai integritas. Memang susah, tapi paling tidak tak korupsi, atau partai yang lakukan korupsi itu banyak maka harus dihukum dengan tak memilihnya,” katanya.

    Pengamat politik Unpad, Firman Manan mengajak masyarakat untuk dapat kritis dalam melihat isu politik identitas ini. Menurutnya, ada variabel lain yang tak semata keinginan pemilih karena faktor etnis, terlebih adanya aturan 20 persen presiden threshold, sehingga kemungkinan munculnya calon dari non Jawa kecil.

    “Saya tak yakin jika etnis menjadi variabel dominan dalam pemilu 2024,” katanya.

    (Yusuf Mugni/Anthika Asmara)

    Berita Terbaru

    spot_img