spot_img
Jumat 3 Mei 2024
spot_img
More

    Komnas HAM Ungkap Penyebab Batalnya Autopsi 2 Korban Kanjuruhan

    JAKARTA,FOKUSJabar.id: Komisioner Komnas HAM, Mohammad Choirul Anam, mengaku sudah menemui Devi Athok Yulfitri, warga Kabupaten Malang, Jawa Timur, yang mengizinkan jenazah dua putrinya diautopsi ulang.

    kedua Putri Devi yakni, Natasya Ramadani (16) dan Naila Anggarini (14), tewas dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022.

    Selain itu, mantan istri Devi, Debi Asta, juga meninggal dunia dalam peristiwa yang sama. Ketiganya, meninggal ketika hendak keluar stadion melalui gate 13.

    Anam menemui Devi lantaran mendengar informasi ia membatalkan rencana autopsi karena ada intimidasi dari kepolisian.

    “Pak Devi Athok sejak awal memang sudah ingin jenazah kedua putrinya diautopsi. Karena dia ingin tahu kenapa kedua putrinya meninggal. Apalagi ketika melihat kondisi jenazah, wajah kedua almarhumah menghitam,” kata Anam seperti dikutip dari YouTube Komnas HAM, Sabtu, (22/10/2022).

    BACA JUGA: Profil Rudolf Tobing, Pembunuh yang Buang Jasad di Kolong Tol Becakayu

    Oleh sebab itu, kata Anam, Devi bersemangat agar jenazah kedua putrinya diautopsi. Devi didampingi kuasa hukumnya sudah membuat surat pernyataan yang menyatakan kesediaan agar jenazah kedua putrinya diautopsi.

    Surat tersebut dibuat pada 10 Oktober 2022. Namun, surat itu masih berupa draf, lantaran ia masih ingin menemui kepala desa dan meminta tanda tangan surat pernyataan tersebut

    “Tiba-tiba pada 11 Oktober, pihak Polsek tempat Pak Devi tinggal menghubungi. Di dalam telepon, pihak Polsek mengatakan bahwa akan ada personel Polres Malang yang ingin datang dan menanyakan rencana autopsi,” kata Anam, seperti dilansir IDN.

    Devi pun terkejut mengapa surat yang masih berupa draf justru sudah diketahui kepolisian. Hal itu menyebabkan Devi menjadi tidak nyaman.

    “Sebab, prosesnya belum tuntas, kok tiba-tiba sudah ada follow up,” kata dia.

    Lebih lanjut, Anam menceritakan, empat personel Polres Malang kembali mendatangi rumah Devi pada 12 Oktober 2022.

    Mereka membawa surat pernyataan persetujuan untuk autopsi pada 20 Oktober 2022. Di dokumen itu terdapat tanda tangan Devi.

    “Permasalahannya, pada 11 Oktober dan 12 Oktober, dia sendirian. Dia mencoba menghubungi teman dan pendamping, tidak ada yang bisa menemani dia di saat itu, sehingga dia semakin khawatir. Ini kok ada polisi datang (ke rumah), pendamping dan kuasa hukum malah tidak bisa hadir dengan berbagai alasan,” kata Anam.

    Hal tersebut, kata dia, menyebabkan Devi khawatir dan semakin tidak nyaman. Lalu, pada 17 Oktober 2022, rumah Devi kembali didatangi personel Polri. Kali ini, dari Polda Jatim yang didampingi personel dari Polres Malang dan perangkat desa.

    “Jumlah polisi ada tujuh orang, belum termasuk Pak Camat, Pak Kepala Desa dan perangkat yang lain. Sama seperti sebelumnya, ketika Pak Devi mencoba menghubungi pendamping, tidak ada yang bisa ke situ,” tutur Anam.

    Pada hari yang sama, Devi berkomunikasi secara internal dengan keluarga. Ia meminta pertimbangan, apakah proses autopsi sebaiknya dilanjutkan atau tidak.

    “Akhirnya, di rapat internal keluarga diputuskan tidak dilakukan autopsi,” ujar Anam.

    Maka pada 17 Oktober 2022, Devi Athok meneken surat pernyataan yang berisi pembatalan rencana autopsi kedua jenazah buah hatinya.

    Anam kemudian menggali informasi soal pembatalan rencana autopsi. Ia juga menanyakan kepada Devi, apakah ada paksaan dari kepolisian.

    “Ketika kami tanya, Devi Athok menyatakan keputusan untuk membatalkan autopsi merupakan keputusan keluarga,” kata Anam.

    Selain itu, Devi turut mempertimbangkan kondisi sang ibu yang sudah berusia lanjut. Surat pernyataan pembatalan autopsi itu kemudian ditulis tangan langsung oleh Devi.

    “Pembuatan surat itu didampingi oleh polisi, Pak Kepala Desa, Pak Camat dan perangkat desa,” kata Anam.

    Anam menegaskan dari proses tersebut, tidak ada intimidasi dari kepolisian. Sebab, keputusan itu murni keputusan dari keluarga.

    “Kami juga bertanya, apakah Devi Athok mendapat intimidasi? Dia (Devi) menjawab tidak. Bahwa, dia khawatir banyak polisi yang datang (ke rumah), ya. Bahwa dia khawatir dan masih memiliki trauma setelah dari tragedi Kanjuruhan, ya,” ujarnya.

    Lebih lanjut, menurut Anam, pangkal permasalahan yaitu saat didatangi polisi, Devi merasa sendiri dan tak didampingi pengacara. Ia mengaku tak masalah didatangi personel Polri, berapa pun jumlahnya.

    “Problem-nya adalah bagaimana membuat Pak Devi Athok itu nyaman. Apalagi keluarga masih trauma, berduka lalu didatangi polisi, sehingga mengagetkan dia. Itu yang membuat dia khawatir,” kata Anam.

    “Seandainya ada pendamping, kekhawatiran itu tidak pernah ada. Tapi kan itu tak pernah terjadi. Jadi tidak ada intimidasi, tetapi ketakutan terhadap proses. Selain itu, komunikasi tak berjalan dengan baik,” ujarnya.

    Meski begitu, Devi Athok tetap menginginkan agar ada autopsi tanpa harus diliputi rasa kekhawatiran. Apalagi bila autopsi dapat dilakukan sendiri dan transparan.

    “Karena biar bagaimana pun, dia ingin sekali mengetahui penyebab kedua putrinya meninggal,” tutur Anam.

    (Agung)

    Berita Terbaru

    spot_img