spot_img
Jumat 19 April 2024
spot_img
More

    Geliat Pipiti Ditengah Pandemi

    TASIKMALAYA,FOKUSJabar.id: Tak banyak orang mengira jika pipiti, nama lain dari besek atau wadah terbuat dari anyaman bambu ini, kini kian diburu pembeli. Permintaan pasar meningkat bahkan datang dari luar pulau Jawa.

    Meski masih dalam suasana pandemi Covid-19, tak membuat para perajin pipiti  berhenti berproduksi. Mereka tetap mengais rezeki dengan memanfaatkan potensi alam karya tuhan pencipta semesta.

    Seperti diutarkan, Cicih (68), warga Kampung dan Desa Cigadog Kecamatan Leuwisari Kabupaten Tasikmalaya. Memiliki kemampuan menganyam bambu secara turun temurun, dia mampu memproduksi sejumlah pipiti dan menghabiskan lima ruas pohon bambu tali per hari.

    Diawali dengan ngahua (menyirih), kemudian mipitan (mengiris), dipoe alias dijemur, dianyam, dilepe (dipres dan dibentuk) dan terakhir dikeureutan (ujung anyaman bambu dipotong), pipiti pun jadi dan siap di pasarkan.

    BACA JUGA: 100 Ormas Kabupaten Tasikmalaya Komitmen Jaga Kondusifitas Pilkada

    Untuk ukuran kecil atau ukuran 16 dihargai Rp800 per pipiti. Sedangkan untuk ukuran biasa atau ukuran 20 mencapai Rp1.750.

    “Alhamdulillah, setiap hari tidak pernah berhenti. Pipiti tetap terus diproduksi untuk memenuhi pesanan. Kami tidak langsung menjual ke pembeli karena tidak boleh. Disini sudah ada penampung khusus,” kata Cicih, Minggu (13/9/2020).

    Dalam seminggu, Cicih mengaku bisa mengantongi laba bersih hingga Rp30 ribu dari modal awal Rp15 ribu untuk pembelian lima ruas bambu Tali.

    “Lumayan pak, meski di tengah pandemi, kami tetap berkarya dan menghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhan belanja dapur,” ujar dia.

    Hal senada diutarakan Teno (53), anak perempuan pertama Cicih. Menurutnya, jumlah pesanan pipiti akhir-akhir ini ada peningkatan karena ada pesanan khusus dari desa Cigadog untuk memenuhi pesanan dari luar daerah. Termasuk dari pemerintah melalui Bupati Ade Sugianto.

    FOKUSJabar.id Pengrajin Pipiti
    Dengan teliti Ny. Cicih mengiris bambu Tali untuk dijadikan pipiti. (FOKUSJabar/Farhan)

    “Pas sejak empat bulan lalu, cuaca panas terus dan ini berkah. Maka produksi kian lancar. Kendala bikin pipiti mah gak ada panas, jadi lama buat ngeringin yang sudah jadi. Sedangkan bahan mah banyak pak, di gunung juga banyak. Tinggal beli aja,” ujar Teno.

    Bupati Tasikmalaya Ade Sugianto menuturkan, sejak tahun 2018, pihaknya terus berupaya mensosialisasikan kepada masyarakat agar kembali ke pipiti dan mengurangi ketergantungan ke wadah atau kantong yang dibuat dari bahan beresiko polusi atau gangguan kesehatan.

    “Seperti pada momen Idul Qurban lalu. Kami imbau masyarakat agar meninggalkan kantong plastik dan kembali ke gaganting atau besek. Hal itu untuk membantu perajin pipiti atau besek agar tetap bertahan sekaligus untuk mengurangi sampah plastik,” kata Ade.

    Pihaknya pun sudah memgeluarkan imbauan khusus kepada seluruh SKPD untuk menggunakan besek sebagai tempat makanan atau snack dalam berbagai kegiatan pemerintahan.

    “Dengan begitu, kami yakin akan membantu para perajin agar tetap produktif dan bertahan ditengah gencarnya produk lain,” ucap Ade.

    Dihubungi terpisah, Kepala Desa Cigadog Agus Herdiansyah menuturkan, pihaknya terus berupaya untuk mengembangkan dan mempopulerkan besek, hasil kerajinan tangan warganya. Salah satunya dengan berkordinasi dan berkomunikasi dengan sejumlah katering atau penyedia makanan dan snack yang ada di Kabupaten Tasikmalaya.

    “Kita terus upaya membantu para perajin, termasuk menjajaki kerjasama dengan catering. Kalau ada imbauan bupati, saya rasa akan semakin kuat,” ujar Agus.

    (Farhan/Ageng)

    Berita Terbaru

    spot_img