spot_img
Jumat 29 Maret 2024
spot_img
More

    1 Mei, Hari Buruh Sedunia

    BANDUNG, FOKUSJabar.id: Hari Buruh Sedunia berawal dari terjadinya insiden berdarah Haykat Affair di Chicago, Amerika Serikat 1 Mei 1886, hari buruh pertama di Asia diperingati pada 1 Mei 1918 di Hindia Belanda. Perayaan tersebut digelar oleh Serikat Buruh Kung Tang Hwee Koan juga dihadiri Sneevliet dan Baars dari Persatuan Sosial Demokrat Hindia Belanda (ISDV).

    Mewakili serikat buruh di bawah pengaruh Sarekat Islam, tahun 1921 HOS Tjokroaminoto bersama muridnya Sukarno memperingati hari buruh.

    Semaun, Ketua Umum Pertama Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1923 berpidato untuk menyerukan pemogokan buruh.

    Tahun 1926 hari buruh tidak bisa dirayakan, karena adanya tekanan terhadap serikat buruh. Menjelang perlawanan PKI pada 1926 hari buruh akhirnya ditiadakan.

    Setelah Indonesia merdeka, pada 1 Mei 1946, perayaan hari buruh kembali dirayakan, dianjurkan oleh labinet Syahrir.

    20 April 1948, UU No 12/1948 ditetapkan oleh pemerintah tentang kerja. Berisi ketetapan tanggal 1 Mei buruh dibebaskan dari kewajiban bekerja, juga larangan melindungi anak dan pekerja perempuan, termasuk soal cuti melahirkan, cuti haid dan soal waktu menyusui.

    Baca Juga : 62.848 Pekerja di Jawa Barat Dirumahkan dan di PHK

    Sekitar 200 sampai 300 ribu orang berkumpul di alun-alun Yogyakarta mewarnai kemeriahan peringatan hari buruh 1 Mei 1948.

    Perayaan tersebut lambat laun berkembang menjadi aksi demonstrasi. 19 Mei 1948 ribuan petani dan buruh mogok, tuntutan mereka mengenai upah yang tertunda selama setahun.

    14 Juli 1948, Perdana Menteri Mohammad Hatta mengadakan pertemuan dengan pimpinan Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI), aksi mogok tersebut akhirnya berhenti.

    Berbagai serikat buruh di periode 1950-an konsisten dengan melakukan aksi mogok, hampir rata-rata isi dari aksi tersebut adalah memperjuangkan Tunjangan Hari Raya.

    Peraturan Kekuasaan Militer Pusat No 1/1951 dikeluarkan oleh pemerintah. Aturan larangan pemogokan menjadi rangka awal terlibatnya militer dalam hal perburuhan serta menjadi pola umum dalam menundukkan kaum buruh hingga masa Orde Baru.

    UU darurat No. 16/1951 dikeluarkan pemerintah pada September 1951 untuk menggantikan peraturan sebelumnya. Kemudian UU Darurat tersebut diganti menjadi UU No. 22/1957.

    Perjuangan buruh terlihat hasilnya, dengan keluarnya Peraturan tentang Persekot Hari Raya tahun 1954, Surat Edaran No.3676/1954 tentang Hadiah Lebaran, dan puncaknya Permen No. 1/1961 ditetapkannya THR sebagai hak buruh.

    Pada periode ini isu tentang buruh perempuan mendapat perhatian besar, terlihat dari adanya Panitia Sosial Buruh Perempuan yang dibentuk oleh Iskandar Tedjasukmana saat itu menjabat sebagai Menteri Perburuhan di tahun 1951.

    Selain itu adanya pengakuan dari pemerintah terhadap Konvensi ILO No. 100 tahun 1951 tentang pangaturan kesetaraan upah buruh perempuan dan laki-laki di tahun 1957.

    Karena lekat dengan gerakan kiri dan kata buruh yang dinilai politis, pada tahun 1960 diganti dengan istilah karyawan yang mulai populer pada zaman orde baru.

    Era orde baru, 1 Mei 1966, Awaludin Djamin yang menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja pertama, sempat menetapkan peringatan hari buruh. Namun tahun berikutnya langsung dihapuskan.

    Pemerintah sangat mengekang terhadap buruh yang melakukan aksi mogok kerja. Marsinah, buruh PT Catur Putera Surya di Sidoarjo, Jawa Timur, merupakan salah satu korban yang meninggal di Mei 1993.

    Pusat Perjuangan Buruh Indonesia (PPBI) 1 Mei 1995 mengadakan aksi di Jakarta dan Semarang. 16 orang ditangkap di Semarang, Lima orang ditangkap di Jakarta. Lukman Hakim ketua departemen pengembangan organisasi PPBI pusat salah seorang yang ditangkap dalam aksi tersebut, mengatakan bahwa saat itu aparat sangat represif.

    Buruh semakin berani akibat dari aksi represif tersebut, setiap 1 Mei menjadi rutinitas buruh untuk mengadakan aksinya di seluruh Indonesia.

    Dengan lengsernya Suharto di tahun 1998 era orde baru usai dan saat itu buruh semakin leluasa bersuara.

    Presiden pertama era reformasi BJ Habiebie, meratifikasi konvensi ILO No. 81 mengenai kebebasan berserikat buruh, dan diikuti keluarnya UU No. 21 Tahun 2000.

    1 Mei 2000 ribuan buruh kembali beraksi selama tujuh hari lamanya, saat itu gerakan serikat pekerja atau serikat buruh bermunculan.

    Rutinitas demonstrasi para buruh setiap 1 Mei sampai saat ini masih dilakukan, 1 Mei 2013, Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan pada 1 Mei 2014, hari buruh menjadi hari libur nasional. (berbagai sumber)

    (Ew)

     

    Berita Terbaru

    spot_img