spot_img
Sabtu 18 Mei 2024
spot_img
More

    Sriwijaya Mengklaim Utang Membengkak Setelah Kerja Sama dengan Garuda

    BANDUNG, FOKUSJabar.id: Pengacara sekaligus pemegang saham Sriwijaya Group, Yusril Ihza Mahendra mengklaim bahwa utang Sriwijaya membengkak setelah menjalin kerja sama dengan manajemen Garuda Indonesia Group. Alih-alih membantu Sriwijaya melunasi utang, Garuda diklaim membuat kondisi keuangan Sriwijaya justru makin memburuk.

    “Menurut persepsi Sriwijaya utang bukannya berkurang, malah membengkak selama di-manage oleh Garuda Indonesia,” katanya, kutip cnnindonesia.com, Kamis (7/11/2019).

    Menurut Yusril, kondisi tersebut dipicu oleh kenaikan biaya operasional perawatan pesawat yang dilimpahkan kepada anak usaha Garuda Indonesia, yakni PT GMF AeroAsia.

    Padahal, sebelumnya perawatan pesawat dikelola oleh Sriwijaya Air sendiri dengan biaya yang jauh lebih ringan.

    “Dengan itu, biaya jauh lebih mahal,” katanya.

    Utang makin membengkak, lanjutnya, setelah adanya perubahan manajemen kru usai kerja sama. Kru Sriwijaya sempat ditempatkan di hotel, sebelumnya mereka menempati asrama-asrama milik perseroan.

    Yusril juga membeberkan adanya poin kerja sama yang dinilai merugikan Sriwijaya Air. Salah satunya, bentuk Kerjasama Operasi (KSO) lewat anak usaha PT Citilink Indonesia dengan Sriwijaya Air pada November 2018 lalu. KSO tersebut berubah menjadi KSM pada bulan yang sama. Akibat perubahan itu pihak Garuda Indonesia menarik biaya manajemen (management fee) sebesar 5 persen dan bagi keuntungan (profit sharing) sebesar 65 persen dari pendapatan kotor Sriwijaya Air.

    Tak hanya itu, ia bilang rute-rute gemuk milik Sriwijaya diganti oleh Citilink. Sebagai contoh, rute tujuan Bangka Belitung dikurangi dari tujuh menjadi dua kali penerbangan.

    “Akibatnya perusahaan bisa kolaps kalau begitu. Jadi ini sebenarnya mau menyelamatkan Sriwijaya atau malah menghancurkan Sriwijaya,” pungkasnya.

    Meski demikian, pihak Garuda Indonesia mengklaim utang Sriwijaya Group justru berkurang 18 persen. Karena perbedaan pendapat itu, maka kedua pihak sepakat untuk menyerahkan audit kerja sama kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

    (Vetra)

    Berita Terbaru

    spot_img