spot_img
Minggu 19 Mei 2024
spot_img
More

    DPR: Aturan Iklan Produk Tak Boleh Diskriminatif

    JAKARTA, FOKUSJabar.id: Rencana Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) merevisi aturan label dan iklan produk pangan, khususnya susu kental manis (SKM), mendapat perhatian dari Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

    Komisi yang membidangi pertanian, pangan dan persaingan usaha itu melihat revisi aturan mengenai iklan dikarenakan suatu produk tertentu merupakan langkah yang tidak tepat.

    Seharusnya, suatu kebijakan dibuat atau direvisi atas kondisi industri secara keseluruhan, bukan atas suatu produk tertentu.

    “Apakah dia (BPOM) mau membunuh produk tertentu?., Karena sirup kan manis juga, bahkan lebih banyak pemanisnya dibandingkan komposisi susunya,” kata Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Azam Azman Natawijaya, Kamis (30/8/2018).

    Sebelumnya, BPOM telah menerbitkan edaran mengenai label dan iklan susu kental manis pada Mei 2018.

    Dalam edaran tersebut, BPOM memberikan sejumlah pembatasan iklan produk susu kental manis di antaranya larangan menampilkan anak-anak berusia di bawah lima tahun, larangan menggunakan visualisasi gambar susu cair atau susu dalam gelas serta larangan menayangkan iklan pada jam tayang acara anak-anak.

    Selain itu, produsen SKM sebenarnya telah memberi label komposisi pada produknya untuk diketahui oleh konsumen.

    “Ini sebenarnya kembali kepada pilihan si konsumen. Coba lihat iklan rokok, meskipun diberi gambar tengkorak dan yang seram-seram, tetap saja konsumen membeli,” tegasnya.

    Dia menyarankan agar BPOM lebih mengatur para produk formalin yang saat ini masih sangat massif di pasaran, dan itu lebih membahayakan.

    “Kenapa itu (formalin) tidak diatur. Jangan sampai BPOM mengakomodasi kepentingan beberapa produsen yang kalah bersaing,” tegas dia.

    Pihaknya menyebut bahwa tidak menutup kemungkinan bagi DPR, terutama komisi terkait untuk meminta klarifikasi BPOM terkait rencana revisi atuean label dan iklan pangan itu.

    Hal itu diperlukan agar tidak muncul polemik yang didasari kecurigaan mengenai adanya indikasi perang dagang dalam proses revisi aturan iklan tersebut.

    Sebelumnya, Anggota Komisi VI DPR Inas Nasrullah Zubir meminta BPOM dan pemerintah lebih bijaksana melihat polemik terkait susu kental manis.

    Menurut dia, perubahan aturan harus dilandaskan pada kajian dan data yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

    Inas pun mengingatkan agar BPOM tidak terjebak menerbitkan sebuah peraturan yang kurang adil.

    “Jangan pemerintah menyesuaikan kebutuhan produsen, tapi harus menyesuaikan apa yang terbaik bagi konsumen,” kata dia.

    Dia pun melihat bahwa penerbitan edaran BPOM terkesan dipaksakan hanya karena tingginya tekanan dari beberapa pihak. Terlebih surat edaran yang sangat sensitif dan krusial itu dikeluarkan (diteken) oleh seorang deputi menjelang pensiun.

    “Itu tidak boleh, nanti akan kami coba dalami itu,” tegas Ketua Fraksi Hanura di DPR itu.

    Sementara itu, Pengamat Marketing sekaligus Chief Executive Officer Arrbey Consulting Indonesia Handito Joewono menegaskan, aturan terkait iklan produk seharusnya tidak memberikan pembatasan yang terlalu ketat.

    Sebab itu akan memengaruhi kreativitas perusahaan dalam menginformasikan keunggulan produknya kepada konsumen, sehingga pemasaran tidak optimal.

    “Kreativitas dalam beriklan seharusnya tidak dibatasi, karena setiap produk memiliki strategi pemasaran yang berbeda,” tegas Handito.

    Dalam mengeluarkan peraturan terkait pemasaran produk tertentu, BPOM semestinya memberikan keleluasan pada perusahaan dalam mengiklankan produknya.

    Khusus susu kental manis, adalah salah satu produk pokok dari berbagai macam produk turunan susu. Hal tersebut tercantum dalam Peraturan Kepala BPOM Nomor 21 Tahun 2016 dan Peraturan Kepala BPOM Kategori Pangan 01.3.

    Produk susu kental manis sudah beredar di Indonesia sejak negara ini belum merdeka. Data Kementerian Perindustrian menunjukkan, kapasitas produksi pabrik susu kental manis di dalam negeri mencapai 812.000 ton per tahun. Industri ini mampu menyerap sebanyak 6.652 orang tenaga kerja dengan nilai investasi telah menembus Rp5,4 trilyun.

    (LIN)

    Berita Terbaru

    spot_img