BANDUNG,FOKUSJabar.id: Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat buka suara terkait tuntutan serikat pekerja yang meminta Pj. Gubernur Jabar untuk segera menerbitkan Surat Keputusan (SK) tentang Upah Pekerja dengan Masa Kerja di atas 1 Tahun. Sebelumnya, Gubernur Jabar Ridwan Kamil menetapkan kenaikan upah bagi buruh dengan masa kerja di atas satu tahun sebesar 3,27 – 5 persen melalui Keputusan Gubernur No.561/Kep.874-Kesra/2021 tentang Kenaikan Upah Bagi Pekerja/ Buruh dengan Masa Kerja 1 Tahun atau Lebih Pada Perusahaan di Jawa Barat saat penetapan UMP 2022.
Ketua DPP Apindo Jabar, Ning Wahyu Astutik mengatakan, ketentuan terkait penetapan upah harus berpedoman pada Stuktur dan Skala Upah (SUSU) yang sudah pernah diterbitkan sebelumnya oleh Gubernur Jabar. Pihaknya menilai jika tuntutan serikat pekerja tidak sesuai aturan.
Undang-undang (UU) nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja pasal 92, kata Ning, menyebutkan pengusaha wajib menyusun Struktur dan Skala Upah di perusahaan dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas. Selain itu, Permenaker nomor 1 Tahun 2017 pasal 5 pun menyebutkan Struktur dan Skala Upah ditetapkan oleh pimpinan perusahaan dalam bentuk surat keputusan.
“Dari dua aturan tersebut, sangat jelas jika kewenangan penetapan Struktur dan Skala Upah sepenuhnya ditetapkan oleh perusahaan dan Gubernur tidak memiliki kewenangan tersebut. Karena itu, Apindo Jabar menggugat Gubernur Jabar atas SK Struktur dan Skala Upah yang diterbitkan dan telah memenangkan gugatan tersebut di tingkat Mahkamah Agung,” kata Ning kepada wartawan, Kamis (14/3/2024).
Secara khusus, Ning mewakili jajaran Apindo Jabar sangat mengapresiasi sikap Pj. Gubernur Jabar, Bey Machmudin yang tetap mematuhi aturan dan menolak menerbitkan SK tentang Struktur dan Skala Upah. Pihaknya berharap sikap Pj. Gubernur Jabar mendapat dukungan dari para stakeholder sehingga memberikan kepastian hukum bagi dunia usaha dan investasi di wilayah Jawa Barat.
“Kami mengajak semua stakeholder untuk bersama-sama mempelajari aturan sehingga dapat memahami terkait pengupahan yang berlaku. Dalam hal Struktur dan Skala Upah, pekerja diberi ruang untuk melakukan negosiasi dengan perusahaan, dan Gubernur tidak dapat menetapkan besaran Struktur dan Skala Upah,” Ning menjelaskan.
Terkait nilai upah saat ini yang disebut tidak selaras dengan melambungnya harga bahan pokok, Ning mengajak semua pihak untuk bersama-sama mendorong pemerintah hadir dan menyelesaikan hal yang berkaitan dengan stabilitas harga. Tapi tidak dengan melanggar aturan yang ada dengan menerbitkan SK tentang Struktur dan Skala Upah.
“Apindo Jabar mengimbau pengusaha untuk menerapkan Struktur dan Skala Upah sesuai kemampuan perusahaan dengan tetap menjaga keberlangsungan usaha dan stabilitas keuangan perusahaan,” kata Ning.
Ning menuturkan, saat ini kondisi ketenagakerjaan di Jabar dihadapkan pada sejumlah tantangan. Jumlah pengangguran Jabar di tahun 2023 masih menjadi yang tertinggi di Indonesia mencapai 2 juta orang atau 25 persen dari jumlah pengangguran nasional. Lalu ditambah dengan jumlah lulusan SMA/K di Jabar pada tahun 2023 sebanyak 604.882 siswa dan yang melanjutkan ke perguruan tinggi hanya di kisaran 45 persen dari jumlah lulusan tersebut.
“Artinya, terdapat sekitar 55 persen lulusan SMA/K di tahun 2023 yang mencari pekerjaan,” dia menambahkan.
Selain dari sisi jumlah pengangguran, investasi di Jabar secara nasional mencatatkan realisasi tertinggi selama 6 tahun berturut-turut. Pada tahun 2023, realisasi investasi Jabar mencapai 210,6 trilyun atau menyumbang 14,84 persen dari total investasi nasional.
Realisasi investasi terbesar, lanjut Ning, yakni pada sektor transportasi, gudang dan telekomunikasi sebesar 18,5 persen. Dilanjutkan dengan sektor perumahan, kawasan industri dan perkantoran sebesar 13,7 persen, kemudian sektor industri logam, mesin dan elektronika sebesar 9,1 persen, serta sektor industri kendaraan bermotor dan alat transportasi lain sebesar 8,8 persen.
“Dari realisasi investasi tersebut dapat terlihat jika investor yang masuk saat ini lebih banyak padat modal dengan mengutamakan high technology dan automation sehingga, mau tidak mau, Jabar harus bertransformasi ke industri padat modal. Namun saat ini, background pengangguran tertinggi adalah lulusan SMA/K diikuti SD, SMP, dan perguruan tinggi sehingga dalam masa transformasi ini industri padat karya masih sangat dibutuhkan meski dari sisi persaingan usaha yang luar biasa,” Ning memaparkan.
Dengan kondisi yang saat ini terjadi di Jabar, kata Ning, Apindo Jabar mengajak semua pihak untuk bersama-sama menjaga stabilitas dan kondusivitas dunia usaha. Dengan demikian, Provinsi Jabar tetap menjadi prioritas tujuan investasi bagi para investor dan tercipta semakin banyak lapangan kerja.
“Seiring bertambahnya jumlah penduduk Jabar maka semakin banyak pula jumlah angkatan kerja, jumlah lulusan, dan juga jumlah pencari kerja,” kata Ning.
(Ageng)