Kamis 12 Desember 2024

Dinkes Kota Bandung Tebar 308 Ember Telur Nyamuk Wolbachia di Ujung Berung

BANDUNG,FOKUSJabar.id: Dinkes Kota Bandung Jawa Barat (Jabar) telah menyebar 308 ember berisi telur nyamuk Aedes Aegipti yang telah disuntik bakteri Wolbachia di Kelurahan Pasanggrahan Kecamatan Ujung Berung 31 Oktober 2023 lalu.

Hal itu dilakukan untuk menekan kasus Demam Berdarah Debgue (DBD) di Kota Bandung.

BACA JUGA:

Program P2WKSS Sudah Nyata Dirasakan Masyarakat Ciamis

“Jadi hari ini penggantian kedua penerapan implementasi teknologi nyamuk Aedes aegypti Wolbachia. Sebetulnya enggak ada nyamuk wolbachia, karena itu sebenarnya nyamuk Aedes aegypti yang disuntikan oleh bakteri wolbachia. Jumlahnya 308 ember, satu ember berisi 200-250 telur. Tahap awal kita coba di satu kecamatan Ujung Berung. Ini kan ada lima kelurahan jadi kita coba di Pasanggrahan dulu. Insya Allah kalau misalnya hasilnya bagus kita mau lanjut di empat kelurahan lainnya,” kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinkes Kota Bandung, Ira Dewi Jani, Selasa (28/11/2023).

Ira menyebut, Kecamatan Ujung Berung dipilih menjadi wilayah pilot project program nyamuk wolbachia.  Kecamatan ini merupakan salah satu dengan kasus DBD tertinggi di Kota Bandung

“Berdasarkan data tahun 2022, Kecamatan Ujung Berung merupakan satu dari 10 Kecamatan dengan kasus DBD tertinggi di Kota Bandung,” katanya.

BACA JUGA:

Pemerintah Beri Penghargaan Kepada Sembilan PNS Terbaik se-Jawa Barat

Selain itu, Kepala UPT Puskesmas Ujung Berung pernah mengikuti pelatihan wolbachia di Yogyakarta dan Universitas Gadjah Mada (UGM).

“Di awal tahun setelah beliau mengikuti pelatihan mulai bersosialisasi. Alhamdulillah respon dari masyarakat baik, bisa dilihat dari media sosial yang posting untuk mensosialisasikan teknologi wolbachia ini,” ucapnya.

Ira memambahkan, program nyamuk wolbachia ini terbukti efektif menurunkan kasus DBD di beberapa wilayah. Salah satunya Yogyakarta. Dari penelitian dan Implemntasi di sana, kasus DBD turun hingga 77 persen.

“Sebenarnya sudah bukan penelitian lagi. Karena sudah selesai di Yogyakarta selama 12 tahun mulai dari tahun 2011. Itu  memang kasusnya bisa turun sampai 77 persen. Jadi bukan kasusnya jadi 77 persen tapi turun sejauh 77 persen yang dirawatnya juga turun 86 persen,” pungkasnya.

(Yusuf Mugni/Bambang Fouristian)

Berita Terbaru

spot_img