JAKARTA, FOKUSJabar.id: Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik pelimpahan kasus operasi tangkap tangan (OTT) di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Kepolisian.
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana mengatakan setidaknya ada dua dugaan tindak pidana korupsi yang dapat digunakan oleh KPK.
Pertama, dugaan berupa pemerasan atau pungutan liar yang dilakukan oleh Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Komarudin.
“Pasal 2 angka 7 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 menjelaskan bahwa Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri dikategorikan sebagai penyelenggara negara. Tentu dikaitkan dengan Pasal 11 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 maka KPK berwenang untuk menangani perkara korupsi yang melibatkan penyelenggara negara,” ujar Kurnia.
Kedua, lanjut dia, dugaan tindak pidana suap yang dilakukan oleh Rektor UNJ.
“Tentu dugaan ini akan semakin terang benderang ketika KPK dapat membongkar latar belakang pemberian uang kepada pegawai Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Apakah hanya sekadar pemberian THR atau lebih dari itu?,” kata Kurnia, Jumat (22/5/2020).
BACA JUGA: OTT THR di Kemendikbud Tak Berkelas, Ini Penjelasan KPK
“Untuk itu, karena dalam hal ini pemberi suap diduga adalah rektor yang notabene menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 merupakan penyelenggara negara maka sudah barang tentu KPK dapat mengusut lebih lanjut perkara ini. Atas dasar argumentasi itu, lalu apa yang mendasari KPK memilih untuk tidak menangani perkara tersebut?” kata dia.
Menurut dia, penting untuk ditegaskan bahwa menilai sebuah perkara tidak cukup hanya dengan melihat jumlah uang sebagai barang bukti yang diamankan.
“Memang secara nilai jumlah itu tergolong kecil hanya sebesar Rp55 juta. Namun, pertanyaan lebih mendalamnya yang harus digali oleh penegak hukum adalah apakah pemberian ini merupakan kali pertama atau sebelumnya pernah juga dilakukan?” ujar Kurnia.
(Agung/Ant)