Kamis 5 Desember 2024

Kuasa Hukum Waktu DPRD Kabupaten Bekasi Sebut Penahanan Kliennya Tak Berdasar

BEKASI,FOKUSJabar.id: Penahanan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bekasi Soleman oleh Kejari Bekasi dinilai tidak berdasar dan terkesan dipaksakan.

Demikian disampaikan Kuasa Hukum Soleman, Siswadi melalui rilisnya, Rabu (30/10/2024).
Siswadi menegaskan bahwa dalam perkara ini tidak ada unsur pidana seperti yang disangkakan oleh Jaksa.

“Kami tidak melihat ada unsur pidana, karena peristiwa hukum yang disangkakan oleh jaksa terhadap klien kami sebenarnya hubungan perdata biasa yaitu jual beli mobil,” kata Siswadi.

BACA JUGA: Menangkan Jeje-Ronal, PDIP Gelar Konsolidasi Bersama Organ Relawan

Dia memaparkan bahwa kliennya membeli satu unit mobil melalui R dengan pembayaran bertahap sebanyak 2 kali.

Berdasarkan bukti yang disampaikan kliennya kepada penyidik, kata Siswadi, pembelian mobil yang dimaksud telah dibayar lunas oleh Soleman.

“Kemudian saat ini klien kami dijadikan tersangka terkait peristiwa itu dengan sangkaan gratifikasi. Tentu ini sangat aneh dalam nalar hukum yang kami pahami,” kata dia.

Dia menegaskan bahwa kasus ini memiliki nuansa politik yang sangat kuat. Menyusul kliennya ditetapkan tersangka 28 hari menjelang hari pencoblosan Pilkada 2024.

Kliennya, kata dia, adalah tim pemenangan Paslon kepala daerah yang terdaftar pada KPU (peserta Pilkada).

“Padahal Kejagung telah mengeluarkan memorandum terkait penundaan pemeriksaan pidana terhadap peserta Pemilu dan Pemilukada, untuk menghindari black campaign serta menjadi proses demokrasi berjalan baik,” kata Siswadi.

Dia menduga kliennya adalah target operasi pihak-pihak tertentu jelang Pilbup Bekasi 2024.

“Soleman adalah Ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten Bekasi, Wakil Ketua DPRD terpilih Kabupaten Bekasi periode 2024-2029, sekaligus tim inti strategi dan pemenangan salah satu pasangan Bupati pada Pilkada Bekasi,” kata dia

Siswadi menduga, kliennya harus ditahan dan ‘dilumpuhkan agar mental pendukung jatuh dan menjadi lemah.

“Pemeriksaan dan penahanan klien kami dilakukan oleh Kejari Bekasi (seksi Pidsus) saat masa Pilkada Kabupaten Bekasi 2024 sedang berlangsung,” tutur dia.

Pihaknya menilai, pemeriksaan dan penahanan yang dilakukan kepada kliennya kurang tepat. Dia menduga peristiwa ini sarat dengan ‘muatan’ politik, dan diduga sebagai pesanan pihak tertentu.

Sesuai Instruksi Jaksa Agung (Insja) No 6 Tahun 2023 tentang Optimalisasi Peran Kejaksaan dalam mendukung dan menyukseskan penyelenggaraan Pemilu Serentak 2024. Instruksi tersebut menjadi pedoman bagi semua pegawai kejaksaan dalam bersikap dan bertindak pada Pemilu 2024 sekaligus sebagai antisipasi agar kejaksaan tidak terseret dalam kepentingan politik praktis.

Jaksa Agung juga menginstruksikan penundaan proses hukum kepada mereka yang tengah berkontestasi, tak hanya paslon tapi juga tim inti strategi paslon.

“Seandainya apa yang dilakukan oleh Soleman (diduga) menyalahi hukum terkait gratifikasi kepada penyelenggara aparatur negara, tentu masih harus dibuktikan di Pengadilan. Tapi mengapa prosesnya dilakukan sangat cepat dan mendadak di saat proses resmi pilkada berlangsung?” kata dia.

“Bukankah bisa dilakukan penundaan pemeriksaan dan penahanan setelah proses penghitungan Pilkada selesai? Apa urgensinya bagi Kejaksaan Negeri memaksakan itu semua? Toh Soleman selalu koperatif pada pemeriksaan sebelumnya,” kata Siswadi menambahkan.

Dia menilai Kejari Bekasi bersikap ambigu dan tidak fair, lantaran kasus ini diduga melibatkan pihak lain, seperti oknum anggota DPRD Kabupaten Bekasi yang lain. “Tetapi mengapa tidak dilakukan langkah hukun yang sama, pemeriksaan dan penahanan yang sama kepada yang lain?” kata dia.

Siswadi juga mengutip pernyataan Kejari Kabupaten Bekasi terkait oknum anggota DPRD sebagai penerima.

Dalam kasus ini, Kejari Kabupaten Bekasi masih menunda proses pemeriksaan menyusul adanya Insja Nomor 6 Tahun 2023 tentang Optimalisasi peran Kejaksaan RI dalam mendukung dan menyukseskan Penyelenggaraan Pemilu Serentak 2024.

“Kalau mengenai tindaklanjutnya ke seseorang yang diduga penerimanya belum ada. Karena sampai saat ini kami tetap merujuk kepada Insja bahwa penundaan penanganan ini sampai seluruh proses tahapan Pemilu selesai. Karena kalau merujuk kepada Peraturan KPU, tahapan terakhir itu di tanggal 20 Oktober 2024. Hukum harus ditegakkan, namun harus tetap berkeadilan tanpa ada muatan kepentingan politis, apalagi ada pesanan politik demi menjatuhkan suara pasangan calon tertentu sehingga “Target Operasi Pesanan” harus dijalankan,” kata dia.

(**)

Berita Terbaru

spot_img