spot_img
Jumat 29 Maret 2024
spot_img
More

    Aplikasi Stopper Mulai Terima Aduan Bullying

    BANDUNG,FOKUSJabar.id: Dinas Pendidikan (Disdik) Jawa Barat mulai menerima aduan kasus bullying atau perundungan yang terjadi di SMA dan SMK melalui Aplikasi Sistem Terintegrasi Olah Pengaduan Perundungan (Stopper).

    Tercatat sampai saat ini, tercatat ada 8 laporan kasus bullying yang masuk di Stopper.

    Diluncurkan pada 22 Februari 2023, aplikasi Stopper digagas sebagai salah satu upaya Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar dalam menyikapi maraknya kasus bullying atau perundungan terhadap warga sekolah.

    “Total ada 8 laporan, identitas kita jaga, dan ini kita pelajari dan kita distribusikan cabang dinas ke sekolah,” kata Yesa dalam acara Galang Aspirasi Politik (Gaspol) Pokja PWI Gedung Sate seri ke-Empat di Jalan Citarum, Bandung, Senin (20/3/2023).

    BACA JUGA: Yana Mulyana, Fasilitas Kesehatan Harus Bermanfaat Bagi Masyarakat

    Yesa menyampaikan, kasus perundungan yang terlaporkan di aplikasi Stoper dilakukan oleh siswa-siswi SMA/SMK dan guru.

    Semua laporan yang masuk ke dalam aplikasi juga, menurut dia, akan ditindaklanjuti dengan verifikasi.

    “Kasus bervariasi, dari 8 ini ada enam laki-laki, dua perempuan. Anonim ada dua dan enam sebutkan nama. Kategori pelaku satu guru, kemudian siswa tiga orang dan yang di luar siswa dan guru da empat orang,” ungkapnya.

    Selain melakukan verifikasi pada pihak sekolah dan pelapor, Disdik Jabar juga akan memberikan sanksi teguran pada pelaku tindakan bullying serta akan melakukan mediasi dari para orang tua korban dan pelaku, termasuk pihak sekolah.

    “Sanksinya pembinaan, termasuk guru, tapi kalau fisik ya biasanya berunding dengan orang tua baik pelaku dan korban orang tua. Artinya bisa masuk ranah hukum,” katanya.

    Sementara itu, Anggota Komisi V DPRD Jabar, Sri Rahayu Agustina mengatakan, aplikasi yang dibuat oleh Disdik Jabar sudah sesuai dengan Perda Nomor 3 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak. Dia mengapresiasi langkah Disdik ini.

    “Nah saya harapkan program ini bukan hanya program seremonial. Akan tetapi, ini adalah program yang benar-benar bisa dirasakan oleh siswa, orang tua, guru, dan kepala sekolah,” ungkapnya.

    Menurutnya, ketika berbicara tentang kekerasan terhadap anak, banyak rangkaian yang harus dipenuhi dari program Stopper tersebut. Dia juga mengusulkan adanya psikolog untuk turut membina para peserta didik serta guru.

    “Kesiapan dari program ini harus bersinergi dengan stakeholder lainnya seperti DP3AKB dan memberikan sosialisasi ke sekolah-sekolah melalui rapat dengan orang tua murid, paguyuban juga bisa diundang,” kata dia.

    Adapun Ketua Lembaga Bantuan dan Pemantau Pendidikan (LBP2l) Asep B Kurnia menilai perundungan merupakan masalah yang harus diselesaikan bersama. Tak terkecuali para orang tua siswa yang dituntut untuk berperan aktif memantau perkembangan anak.

    “Lebih bagus lagi untuk memperhatikan pendidikan-pendidikan yang bersifat dengan akhlak kepribadiannya jadi jangan sampai kita itu istilahnya mah sayang sama anak tetapi apa yang dilakukan kita sekarang ini malah salah dampaknya pada anak anak nanti bisa semena-mena. Gampang emosi,” ujar Asep.

    Karena itu, menurut pria karib disapa Aa Maung ini pendidikan moral harus disadari orang tua selain dari sekolah melakukan kebiasaan-kebiasaan baik lainnya.

    Asep mencontohkan, bilamana terjadi tawuran maka sudah masuk ke dalam tindakan kriminal. Artinya, polisi polisi harus juga berperan aktif secara massif melakukan pencegahan terhadap anak-anak sekolah.

    Asep mencontohkan, bilamana terjadi tawuran maka sudah masuk ke dalam tindakan kriminal. Artinya, polisi polisi harus juga berperan aktif secara massif melakukan pencegahan terhadap anak-anak sekolah.

    “Termasuk juga di sekolah melakukan deteksi dini misalnya melalui kesiswaan apabila keadaannya sangat darurat kepolisian harus sinkron dengan sekolah artinya pencegahannya bisa dari awal,” pungkasnya.

    (Agung)

    Berita Terbaru

    spot_img