spot_img
Rabu 8 Mei 2024
spot_img
More

    Soal Vonis Mati Ferdy Sambo, Jokowi: Harus Hormati Proses Hukum

    JAKARTA,FOKUSJabar.id: Presiden Joko Widodo (Jokowi) menanggapi vonis hukuman mati Ferdy sambo dalam kasus pembunuhan berncana Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J).

    Jokowi mengatakan, semua pihak harus menghormati proses hukum yang ada.

    “Itu sudah diputuskan, kita harus menghormati, semua harus menghormati,” kata Jokowi di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (16/2/2023).

    Dia menyebut, pemerintah tak pernah ikut campur terhadap vonis para terdakwa. Menurutnya, hal itu memang tak diperbolehkan.

    BACA JUGA: Jaksa Tidak Banding Atas Vonis 1,5 Tahun Bharada E

    “Itu wilayahnya yudikatif, wilayahnya pengadilan. Kita tidak bisa ikut campur. Tetapi, saya kira keputusan yang ada saya melihat pertimbangan fakta-fakta, pertimbangan bukti-bukti, saya kira kesaksian dari para saksi itu menjadi penting dalam keputusan yang kemarin, saya lihat. Tetapi, sekali lagi kita tidak bisa memberikan komentar,” kata dia, melansir IDN.

    Dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, Majelis Hakim Pengadilan memvonis berbeda-beda terhadap para terdakwa. Ferdy Sambo dijerat dengan hukuman mati.

    Sementara, istri Sambo, Putri Candrawathi dengan hukuman 20 tahun penjara. Kemudian untuk Kuat Ma’ruf dan Ricky Rizal masing-masing 15 dan 13 tahun penjara.

    Richard Eliezer atau Bharada E yang juga menjadi justice collaborator divonis 1,5 tahun.

    Ahli Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai, semua vonis para terdakwa memenuhi rasa keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Termasuk keluarga korban Brigadir J.

    “Itulah rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat yang ditangkap oleh majelis hakim. Tetapi, FS masih punya kesempatan mengajukan upaya hukum banding dan kasasi,” kata Fickar, Rabu (15/2/2023).

    Tak ada hal yang meringankan dari pertimbangan hakim, menutup jalan untuk Sambo keluar dari hukuman maksimal.

    Bukannya menegakkan hukum, sebagai pejabat Polri, jenderal bintang dua itu justru menjadi pelaku pembunuhan.

    “Karena itu majelis hakim menjatuhkan hukuman maksimal mati, karena tidak ada lagi yang meringankan,” ujar Fickar.

    Hakim pun dinilai telah memainkan perannya dengan menangkap rasa keadilan. Hal itu tercermin dari perbedaan yang signifikan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) dengan vonis hakim.

    “Itulah perbedaan kemampuan menangkap rasa keadilan masyarakat dibandingkan hakim. Pikiran dan perspektif hakim itu berbeda-beda jadi sangat mungkin meresapi rasa keadilan itu berbeda,” kata dia.

    (Agung)

    Berita Terbaru

    spot_img