spot_img
Minggu 19 Mei 2024
spot_img
More

    Polemik BPNT Akibat Pemda Kurang Agresif?

    TASIKMALAYA,FOKUSJabar.id: Penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yang dilakukan secara tunai dan didistribusikan melalui PT Pos Indonesia kini menjadi sorotan publik.

    Penyaluran melalui PT Pos Indonesia diduga salah kaprah karena berbagai hal. Salah satunya, ada oknum yang mengarahkan Keluarga Penerima Manfaat (KPM) belanja di warung tertentu.

    Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Forum Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat (Jabar), Koko Komarudin mengatakan, polemik penyaluran BPNT yang saat ini berkembang sejatinya disikapi secara bijak dengan pikiran jernih dan hati bersih.

    BACA JUGA: Kemarut BPNT Kabupaten Tasikmalaya Dibidik Kemensos RI

    Kesemrawutan yang timbul dari setiap penyaluran Bantuan Sosial (Bansos) pemerintah jangan sampai ditanggapi berlebih. Terelbih harus disikapi dengan cara aksi-aksi tidak terpuji.

    Koko Komarudin menjelaskan, perubahan Bantuan Sosial Pangan (BSP) dengan skema nontunai dari program BPNT menjadi Program Sembako, tentunya diiringi dengan regulasi yang harus dipatuhi.

    “Perlu diketahui, sesuai ketentuan yang berlaku, mekanisme penyaluran BPNT jauh berbeda dengan Program Sembako,” kata Dia kepada FOKUSJabar, Minggu (6/3/2022).

    Dalam BPNT kata dia, pemerintah melibatkan perbankan yang terhimpun dalam Himbara (Himpunan Bank Milik Negara), sebagai pihak penyalur bantuan.

    Selanjutnya, dana bantuan dieksekusi oleh KPM menjadi bahan-bahan kebutuhan pokok melalui elektronik warga gotong royong (e-Warong) yang telah ditunjuk sebagai mitra Himbara.

    Dalam tahapan penyalurannya pun, program BPNT melibatkan banyak pihak. Yakni, Tim Koordinasi (Timkor) kabupaten/kota, Dinas Sosial, Timkor kecamatan, Koordinator Daerah termasuk pendamping TKSK maupun PKH yang di SK-kan.

    Sementara penyaluran Program Sembako sebagaimana dijabarkan dalam Keputusan Dirjen Penanganan Fakir Miskin Kementerian Sosial RI nomor 29/2022 tentang petunjuk teknis percepatan penyaluran bantuan program sembako periode Januari – Maret 2022,  tidak lagi melibatkan Himbara dan e-Warong.

    Menurutnya, pemerintah pusat melalui Kementerian Sosial (Kemensos) telah menunjuk PT POS sebagai pos penyalur Program Sembako langsung kepada KPM yang diambil dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kemensos, untuk kemudian dibelanjakan oleh KPM ke bahan pangan yang telah ditentukan.

    Demikian pula dengan pihak-pihak yang terlibat dalam Program Sembako, juga ada perbedaan dengan program BPNT.

    Selain tidak ada lagi  e-Warong, pendamping PKH/TKSK juga tidak lagi dilibatkan langsung dalam pengawasan teknis penyaluran.

    “Di Program Sembako ini, para pendamping PKH/TKSK tidak diberikan tugas pengawasan dan dituntut membuat pelaporan dari setiap perkembangan di daerah. Para pendamping ini hanya  sebatas membantu kelancaran program tanpa masuk ke dalam sistem,” jelas Koko.

    BACA JUGA: KPM Diintimidasi Jika BPNT Tidak Dibelanjakan Langsung

    Ditambahkan, dalam hal membelanjakan dana bantuan menjadi bahan pangan sesuai ketentuan, serta kebebasan KPM memilih warung sembako/pasar sebagai mana tertuang dalam surat edaran yang dikeluarkan oleh Sekda Mohammad Zen selaku Timkor Program Sembako Kabupaten Tasikmalaya, diduga sebagai titik awal masalah.

    “Juknis dari Kemensos yang multitafsir lalu dijabarkan secara umum oleh Timkor Kabupaten, memunculkan beragam penyikapan di tingkat desa sebagai pihak eksekutor Timkor kecamatan. Wajar jika ada kebijakan di desa yang satu, berbeda dengan kebijakan di desa lainnya dan reaksi pun muncul bervariasi,” terang Koko.

    Lebih lanjut dia menyampaikan, ada sejumlah desa yang tegas dan terkesan memaksa bahkan ada yang diwarnai dengan ancaman kepada KPM untuk membelanjakan dana bantuan langsung saat itu juga, dan memastikan KPM membawa pulang bahan pangan/sembako.

    Maka, di beberapa desa ada yang menghadirkan langsung pihak warung/penyedia bahan pangan di spot penyaluran untuk memudahkan KPM menukar dana bantuan dengan sembako.

    Bantuan Program Sembako
    Salah satu contoh komoditas Bantuan Program Sembako yang dikeluhkan KPM di sejumlah desa di Kabupaten Tasikmalaya

    Hal itu sulit disalahkan, karena pada dasarnya pihak desa berkewajiban menyukseskan program pemerintah pusat, di luar apakah ada intervensi atau kepentingan dari pihak lain dengan orientasi materi atau tidak.

    “Dengan pola seperti ini, faktanya tidak sedikit desa yang sukses tanpa ekses di lapangan. Namun tidak sedikit pula yang dengan cara itu, justru mengundang reaksi keras dari KPM dan melahirkan gelombang protes karena merasa ditekan, diancam dan diintimidasi. Pada kasus ini, KPM juga tidak dapat dipersalahkan,” tutur dia.

    Program Sembako tak ada Bedanya dengan BLT

    Di beberapa desa lainnya, justru longgar. KPM yang telah menandatangani surat pernyataan tanggung jawab mutlak, bebas membawa pulang uang dan berbelanja bahan pangan di warung yang diinginkan.

    “Itupun tidak terlarang, karena tidak ada ketentuan yang tegas, jika KPM yang telah menerima dana bantuan wajib belanja bahan pangan/sembako pada hari yang sama di titik spot penyaluran. Artinya di sini KPM membawa pulang uang cash seperti dalam Program Bantuan Tunai Langsung (BLT),” jelas dia.

    Tetapi dalam hal KPM membawa pulang dana bantuan tambah Koko, siapa yang berhak mengawasi dan memastikan bahwa KPM betul-betul membelanjakan dana bantuan untuk sembako?

    “Realita di lapangan, kita mendengar ada beberapa KPM yang justru belanja alat-alat masak seperti panci, setelah menerima penyaluran dana bantuan melalui PT POS. Bahkan ada KPM yang ditongkrongi bank emok. Sungguh miris,” ucap dia.

    Pemda Minim Sosialisasi

    Koko menambahkan, jika pemerintah daerah dalam hal ini Dinsos bereaksi cepat dengan berkoordinasi kepada Timkor Kabupaten jauh-jauh hari pasca-Program Sembako yang melibatkan PT POS sebagai penyalur digulirkan, niscaya beragam permasalahan yang muncul dapat terminimalisir.

    “PT POS dengan sumber daya yang terbatas, kemudian tidak dilibatkannya para pendamping PKH/TKSK dalam penyaluran bantuan serta adanya hajat e-Warong atau pihak supllier dalam BPNT yang kemudian hilang dalam Program Sembako, sejatinya sudah terpetakan sebelum bantuan disalurkan kepada KPM,” katanya.

    Intinya, akar kemarut Program Sembako di Kabupaten Tasikmalaya ini adalah kurangnya sosialisasi pemerintah melalui dinas dan timkor kepada masyarakat.

    “Semoga pada tahap berikutnya, penyaluran Program Sembako ini tidak lagi mengundang polemik. Semua pihak harus dirangkul dan diedukasi dengan tetap menghormati kearifan lokal,” tutup dia.

    (Farhan/Bambang)

    Berita Terbaru

    spot_img