spot_img
Senin 6 Mei 2024
spot_img
More

    Jam Kerja Proyek KCIC Melanggar Aturan?

    CIMAHI, FOKUSJabar.id: Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kelurahan Utama, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi menilai, jam kerja yang diterapkan PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) melanggar aturan.

    Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa jam kerja yang berlaku di Indonesia adalah 7 jam kerja dalam satu hari atau 40 jam kerja dalam satu minggu untuk enam hari kerja dalam satu minggu atau 8 jam kerja dalam satu hari atau 40 jam kerja dalam satu minggu untuk lima hari kerja dalam satu minggu.

    Pada kedua sistem jam kerja tersebut, juga diberikan batasan jam kerja yaitu 40 jam dalam satu minggu. Apabila melebihi dari ketentuan waktu kerja tersebut, maka waktu kerja biasa dianggap masuk sebagai waktu kerja lembur sehingga pekerja atau buruh berhak atas upah lembur.

    ” Tapi yang terjadi sekarang pekerjaan itu dari jam 06.00-18.00 WIB. Berarti itu sudah pelanggaran Undang-undang 13/2003,” kata Ahmad Wage, Ketua LPM Kelurahan Cimahi Utara.

    Menurut Ahmad, karena KCIC berada di Indonesia termasuk di Kota Cimahi harus mengikuti perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia. Tapi kenyataannya yang terjadi malah sebaliknya.

    ” Mereka harus taat hukum Indonesia, jangan melakukan tindakan melanggar hukum,” tegasnya.

    Selain itu, pihaknya juga menyoroti penyerapan tenaga kerja lokal yang diterapkan KCIC. Menurutnya, sistem penyerapan tenaga kerja yang diterapkan oleh KCIC, yakni dengan syarat harus memiliki lisensi seperti menutup pekerja lokal Cimahi untuk menjadi bagian dari proyek kereta cepat Jakarta-Bandung itu.

    Padahal, kata dia, belum tentu pekerja asing yang bekerja di mega proyek itu memiliki lisensi. Untuk itu, pihaknya mewakili warga meminta dan mendorong Badan Pengawas Ketenagakerjaan untuk mengecek langsung satu per satu pekerja asing yang mayoritas berasal dari China.

    “Kita akan cek melalui Badan pengawas (Ketenagakerjaan) apakah yang bekerja di mereka punya lisensi apa tidak,” tegas Ahmad.

    Pihaknya pun menyayangkan sikap dari Pemerintah Kota Cimahi yang dinilai kurang aktif dalam melakukan pengawasan terhadap pekerja asing dalam proyek KCIC.

    “Mereka (pekerja asing) suda bekerja tapi tidak dalam pengawasan (Pemerintah Kota Cimahi),” tandasnya.

    Sementara itu, Manajer KCIC Wilayah Cimahi, Keke Chen dalam sosialisasinya sempat mengatakan bahwa keinginan dari owner dan konsultan proyek sangat tinggi dan menginginkan pekerja yang memiliki lisensi.

    “Untuk menyerap tenaga kerja (lokal) paling hanya untuk pekerjaan (seperti) membesrihkan area lokasi, jaga alat berat malam hari,” katanya.

    Saat diminta konfirmasi lebih rinci usai sosialisai terkait keluhan warga itu, Keke Chen enggan memberikan penjelasan. Ia langsung meninggalkan area sosialisasi. Begitupun dengan perwakilan PT KCIC lainnya.

    Sementara itu, Lurah Utama, Neneng Mastoah mengklaim pihaknya sudah menekankan pihak KCIC agar mempekerjakan warga Cimahi. Namun untuk jumlahnya, itu akan dikoordinasikan lagi dengan pihak KCIC maupun warga.

    “Saya lebih menkankan penyerapan tenaga kerja warga sekitar harus ada. Baik security atau (pekerja) non spesifikasi. Kapasitas disesuaikan dengan kebutuhan kuota mereka (KCIC),” pungkasnya.

    Sekedar informasi, selain Kelurahan Utama, ada dua kelurahan lainnya yang akan dilewati proyek KCIC, yakni Kelurahan Cibeber dan Kelurahan Cibeber. Total ada 304 bidang tanah yang terkena imbas dari pembangunan itu.

    (Achmad Nugraha/Bam’s)

    Berita Terbaru

    spot_img