spot_img
Jumat 29 Maret 2024
spot_img
More

    Lembaga Adat Papua Tolak Perpanjangan Izin Amdal Freeport

    PAPUA,FOKUSJabar.id: Lembaga Musyawarah Adat Suku Kamoro (Lemasko) menolak perpanjangan izin amdal yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan Freeport karena dinilai terlalu terburu-buru.

    Lemasko meminta waktu untuk mempelajari isi dokumen amdal tersebut, yang diperkirakan mencapai 700-an lembar.

    “Kita Lemasko bingung, kenapa dokumen tebal sekitar 700 halaman lebih tebal dari kitab suci diserahkan kepada kami yang tidak tahu isinya apa. Bagaimana bisa dengan waktu yang singkat kami memahami isinya hari ini juga,” kata Ketua Lemasko Gregorius Okoare dalam jumpa persnya di Rimba Papua Hotel, Distrik Kwamki Narama, Mimika, Papua, Selasa (1/11/2022).

    BACA JUGA: Polda Metro Amankan 112 Kg Ganja Untuk Diedarkan Tahun Baru

    Gerry sapaan Gregorius Okoare mengatakan, seharusnya Freeport sudah dari jauh-jauh hari memperbanyak dokumen amdal tersebut, kemudian dibagikan dalam bentuk fotocopy kepada pihak-pihak terkait termasuk lembaga adat dan masyarakat untuk dipelajari, sehingga masyarakat bisa memahami apa isi dari dokumen amdal tersebut.

    “Kami dari lembaga tidak suka dengan cara-cara seperti ini yang dilakukan oleh pemerintah pusat. Pertanyaan kami, kenapa tidak diberikan fotocopy untuk masyarakat lebih awal, untuk di baca dan dipelajari isinya,” kata dia, seperti dilansir IDN.

    Lemasko menilai, Freeport terburu-buru untuk perpanjangan izin amdal, sedangkan pihak Lemasko tidak mengetahui apa isi dari dokumen amdal tersebut.

    Pihak Lemasko meminta Kementerian Lingkungan Hidup untuk datang ke Timika agar bisa memberikan penjelasan terkait hal tersebut, kemudian masyarakat meminta pemerintah untuk meninjau langsung dampak kerusakan lingkungan yang timbul akibat limbah tailing.

    “PTFI kasih uang banyak ke pemerintah pusat, sedangkan korbannya di sini (masyarakat). Ini kepentingan negara tetapi tidak perhatikan masyarakat, masyarakat dapat apa? Kami minta pemerintah pusat kasih timbal balik kepada masyarakat Amungme Kamoro yang punya hak ulayat. Freeport hanya pengusaha, tetapi yang dapat uang Pemerintah Indonesia, sedangkan masyarakat yang punya tanah ini tidak dapat apa-apa,” kata Gerry.

    Disinggung terkait sikap Lemasko, Gerry mengatakan, pihaknya menolak perpanjangan izin amdal dan meminta semuanya untuk duduk bersama, baik Freeport, pemerintah, maupun masyarakat untuk membicarakan apa kontribusi dari pemerintah terhadap kerusakan lingkungan.

    “Kami tolak perpanjangan amdal dan kami mau bicara dulu. Kami tegaskan pemerintah pusat duduk dan bicara dengan kami (Lemasko). Jangan pemerintah ambil dan makan uang dari hasil tanah kami, sedangkan masyarakat tidak dapat apa-apa, kita ini bagian dari Bangsa Indonesia. Kami minta atas nama lembaga masyarakat, jangan lagi dikadalinlah.

    Sementara itu, Pengurus Lemasko, Marianus Maknaipeku mengatakan, penolakan ini mewakili masyarakat Kamoro sebagai bentuk kekecewaan terhadap Freeport Indonesia dan Jakarta, karena dampak yang terjadi akibat pertambangan membuat kerusakan lingkungan dan terjadi pendangkalan sungai.

    “Yang kami lakukan adalah bentuk kekecewaan kami dan berfikir jangka panjang untuk anak cucu kita besok. Karena masalah amdal ini lingkungan yang kena dampaknya itu generasi berikutnya,” kata Marianus.

    Untuk itu, sebelum perpanjangan amdal, ia meminta pihak pemerhati lingkungan untuk bisa mengawasi perpanjangan izin amdal. Freeport memberikan kontribusi kepada pemerintah, namun masyarakat yang terkena dampak.

    “Saya minta pihak-pihak terkait ikut memantau terutama para LSM yang ada. Karena ini bisa dikategorikan pelanggaran HAM. Sehingga kita bisa tahu bagaimana intimidasi terhadap masyarakat,” ungkapnya.

    (Agung)

    Berita Terbaru

    spot_img