JAKARTA,FOKUSJabar.id: Ketua DPR RI Puan Maharani mengingatkan pemerintah agar memfasilitasi masyarakat yang hendak mudik sebaik mungkin.
Demikian disampaikan Puan Maharani menyoroti potensi kemacetan parah yang akan terjadi pada mudik Lebaran 2022.
Menurut Puan Maharani, mudik lebaran akan semakin mendorong pemulihan ekonomi dengan meningkatkan pariwisata daerah dan menggerakkan UMKM lokal.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah Redjalam mengatakan bahwa pernyataan Puan tidak salah. Terlebih melihat sejarah mudik yang memang mampu menggerakkan perekonomian rakyat.
“Yang disampaikan Mbak Puan ada benarnya, karena secara historis dari waktu ke waktu, dari tahun ke tahun mudik lebaran itu menggerakkan perekonomian rakyat,” kata Piter, Rabu (27/4/2022).
BACA JUGA: Mudik Di Jabar Pantau Kemacetan Lewat Aplikasi Simanis
Untuk diketahui, selama dua periode lebaran, tidak ada aktivitas mudik mengingat dalam masa darurat pandemi dan angka COVID-19 yang masih tinggi.
Mudik dinilai akan mampu menyegarkan kegiatan ekonomi rakyat yang madek selama pembatasan mudik diberlakukan.
“Dengan adanya mudik, berbagai bentuk kegiatan ekonomi rakyat di daerah-daerah itu terbangkitkan, hidup. Itu yang selama 2 tahun terakhir relatif mati,” kata dia.
Menurut dia, dengan pelonggaran aturan mudik peda Lebaran kali ini, diperkirakan jumlah pemudik itu akan melonjak sangat tinggi bahkan melampaui angka mudik tahun 2019 sebelum pandemi.
“Makanya Jasa Marga itu sangat konsentrasi dan sangat mempersiapkan diri untuk menata jalan tol agar supaya tidak terjadi kemacetan yang terlalu luar biasa,” kata dia.
Berdasarkan Hasil Survei Online Potensi Pergerakan Orang Selama Masa Lebaran 2022 (Idul Fitri 1443 H) oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kemenhub, potensi pergerakan nasional adalah 31,6% atau sebanyak 85,5 juta orang akan bepergian ke luar kota pada masa Lebaran 2022.
Asal perjalanan terbanyak dari daerah Jawa Timur 17,1 persen atau 14,6 juta orang, Jabodetabek 16,4% atau 14,0 juta orang, Jawa Tengah 14,1 persen atau 12,1 juta orang, Jawa Barat 10,8 persen atau 9,2 juta orang, Sumatera Utara 4,7 persen atau 4,0 juta orang.
Berdasarkan pilihan moda, sebanyak 26,8 persen atau 22,9 juta orang memilih menggunakan mobil pribadi. 19,8 persen atau 16,9 juta orang memilih menggunakan sepeda motor. 16,5 persen atau 14,1 juta orang memilih menggunakan bus. 10,4 persen atau 8,9 juta orang memilih menggunakan pesawat.
Menurut Piter, jumlah pemudik yang sedemikian besar akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi di daerah.
Dengan jumlah yang diperkirakan akan lebih besar dari pada tahun 2019. Apa yang akan terjadi di daerah-daerah, di ekonomi rakyat di daerah, itu akan sangat luar biasa. Para pemudik akan membawa uang. Mereka itu akan meningkatkan demand yang luar biasa. Hotel, restoran, semua barang-barang kerajinan, barang-barang hasil produksi di daerah, itu akan terserap. Yang selama ini tidak ada pembelinya, ini akan ada pembelinya yang luar biasa,” kata dia.
Bank Indonesia memperkirakan kebutuhan uang kartal pada periode Ramadan dan Lebaran sebesar Rp175,26 trilyun. Jumlah itu meningkat 13,4 persen dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu yakni Rp154 trilyun. Wilayah Jawa masih akan menjadi pusat peredaran uang selama periode Ramadan dan Lebaran.
Menurut Piter, masyarakat akan ‘berpesta selama sekitar 2 minggu’ selama periode itu yang tentunya akan mendorong perekonomian nasional dengan signifikan.
Jadi ini akan menggerakkan perekonomian. Selama masa Lebaran ini akan sangat luar biasa. Akan ada kenaikan yang saya kira sangat tinggi, sangat luar biasa pada periode menjelang dan setelah lebaran,” kata Piter.
Kaitannya dengan kenaikan harga beberapa komoditas, dia mempunyai pendapat berbeda. Menurutnya, kenaikan harga sama sekali tidak mengurangi kekuatan mudik Lebaran sebagai penggerek ekonomi nasional.
Dia mencontohkan kenaikan harga minyak goreng yang dipicu kenaikan harga CPO (crude palm oil) di pasaran internasional justru menguntungkan perekonomian.
“Enggak sama sekali. Kita menanggapinya terlalu berlebihan. Kenaikan minyak goreng yang bisa dipicu oleh kenaikan CPO itu lebih besar manfaatnya untuk perekonomian kita,” kata dia.
Piter berpendapat bahwa kenaikan harga CPO akan meningkatkan penerimaan dan menggerakkan industri hulu-hilir industri minyak goreng dan CPO.
Petani-petani sawit bisa mendapatkan limpahan pendapatan yang luar biasa. Ketika petani sawit mendapatkan limpahan pendapatan, maka akan menggerakkan ekonomi dengan penghasilan mereka.
“Saya ini anak petani. Jadi saya tahu bagaimana di daerah-daerah pertanian di Sumatera itu saat harga komoditas naik. Perekonomian bergerak di daerah-daerah, di kampung-kampung,” kata dia.
BACA JUGA: Kasus Mafia Minyak Goreng, PDIP Jabar Mendesak Presiden Copot Mendag
Selama ini, kata dia, pemerintah tidak tepat menanggapi masalah minyak goreng. Hal itu karena cara pandang yang tidak tepat. Secara ekonomi, dampak kenaikan minyak goreng sebenarnya lebih kecil daripada dampak yang bisa dinikmati dan manfaat yang didapat dari kenaikan CPO.
“Makanya saya sangat menyesalkan kebijakan pemerintah yang terlalu emosional melarang ekspor CPO. Ya itu manfaat dari kenaikan CPO jauh lebih besar daripada beban yang kita ditanggung oleh kenaikan minyak goreng,” kata dia.
(LIN)