JAKARTA,FOKUSJabar.id: Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih menolak beleid Permendikbud Ristek nomor 6 tahun 2021 yang mensyaratkan sekolah penerima Bantuan Operasional Sekolah (BOS) minimal harus memiliki 60 murid.
Menurut Abdul Fikri, aturan tersebut mendiskriminasi hak dasar anak-anak Indonesia untuk bersekolah dan melanggar konstitusi kita.
“Aturan yang membatasi sekolah penerima BOS harus memiliki siswa minimal 60 orang tersebut menyalahi konstitusi negara secara umum. Preambule (pembukaan) UU Dasar menegaskan tujuan negara salah satunya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa,” kata Wakil Ketua Komisi X DPR RI.
BACA JUGA: Wakil Ketua DPR RI Minta Pemerintah Alokasikan Dana Abadi Pesantren
Fikri menuturkan, tujuan alokasi dana BOS sudah sesuai dengan amanat UUD 1945 Pasal 31 ayat (2) bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
“Kewajiban ini secara leterlijk atau harfiah sehingga BOS menjadi hak setiap anak sekolah di Indonesia untuk menikmatinya tanpa kecuali,” kata Waki, Ketua Komisi X DPR RI.
Fikri mengatakan, adanya persyaratan jumlah murid bagi sekolah penerima dana BOS tertera dalam PermendikbudRistek nomor 6/2021 Pasal 3 ayat (2) huruf d tentang Sekolah Penerima Dana BOS Reguler. Ketentuan tersebut berbunyi, memiliki jumlah peserta didik paling sedikit 60 (enam puluh) peserta didik selama 3 (tiga) tahun terakhir.
“Pada dasarnya BOS digunakan untuk kemanfaatan belajar bagi seluruh peserta didik yang bersekolah di jenjang Pendidikan dasar dan menengah sesuai dengan amanat program wajib belajar,” kata dia.
BACA JUGA: Bos Event Organizer Ciamis Beralih Jadi Pembudidaya Ikan Koi
Fikri melanjutkan, jadi bukan semata untuk sekolahnya tapi untuk murid yang bersekolah di sekolah tersebut karena basis perhitungan besaran BOS berdasarkan jumlah murid.
Diskriminasi atas sekolah dengan jumlah murid di bawah 60 orang juga berpotensi menimbulkan kesenjangan yang tajam bagi daerah-daerah pada kondisi tertentu.Seperti di daerah dengan geografi dan biografi yang tidak menguntungkan.
“Walaupun di pasal 3 ayat (3) PermendikbudRistek no.6/2021 tersebut mengecualikan sekolah dengan kondisi tertentu, antara lain sekolah di daerah khusus yang ditetapkan oleh kementerian dan sekolah yang diselenggarakan pemerintah daerah yang berada pada wilayah dengan kondisi kepadatan penduduk yang rendah dan secara geografis tidak dapat digabungkan dengan sekolah lain,” kata dia.
Fikri menambahkan, penetapan sekolah dengan kondisi khusus/ tertentu itu hanya akan memperpanjang jalur birokrasi bagi sekolah-sekolah yang berhak untuk menerima dana BOS regular.
“Prinsip dasar Konstitusi kita adalah bagaimana pemerintah menyelenggarakan pendidikan yang merata dan berkeadilan, termasuk dalam alokasi dana BOS,” kata Wakil Ketua Komisi X DPR RI.
(Husen Maharaja/Anthika Asmara)