Rabu 11 Desember 2024

Cerita Wanita Tangguh Pemecah Batu di Kota Banjar

BANJAR,FOKUSJabar.id: Suara martil beradu dengan batu yang saling bersautan, terdengar tidak beraturan dengan notasi yang berbeda-beda menjadi bunyi yang tak asing di salah satu sudut perkampungan di wilayah Kota Banjar. Tepatnya di lingkungan Karang Pucung Kulon, Desa Jajawar, Kecamatan/Kota Banjar.

Ya, itulah suara aktivitas para pemecah batu. Namun siapa yang menyangka, jika pekerjaan ini justru, sebagian besar, dilakukan adalah wanita.

Sekolompok wanita itu menjadikan pemecah batu sebagai profesi untuk mendapatkan pundi-pundi rupiah. Tak sedikit dari ibu-ibu tangguh itu pun sudah berusia lanjut.

BACA JUGA: Ini Kebiasaan di Pagi Hari Yang Bisa Turunkan Berat Badan

Meski demikian, semangat dan senyum tetap terpancar dari rona wajah para wanita tangguh yang menjalani profesi ini untuk sekadar memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.

Dengan terampil dan cekatan, para wanita tangguh ini menghancurkan satu demi satu bebatuan untuk dijadikan split atau bahan bangunan. Dibawah naungan tenda bambu beratap anyaman pohon kelapa dan kain lusuh, mereka menjalani profesi yang ‘mungkin’ lebih cocok dilakukan para pria.

fokusjabar wanita pemecah batu
Ibu-ibu pemecah baru. (FOTO: Budiana)

Hampir selama 30 tahun aktivitas tersebut dilakukan ibu-ibu di lingkungan Karang Pucung Kulon. Dengan ayunan tangan dari wanita tangguh inilah, martil dengan berat sekitar dua kilo gram menghantam dan menghancurkan bongkahan bebatuan yang diambil dari Sungai Citanduy.

Sebelumnya, bongkahan-bongkahan tersebut diangkut menggunakan angkong. Untuk kemudian dikumpulkan ditempat penampungan, dekat dengan tenda yang menjadi tempat para wanita tangguh ini melakukan pekerjaannya.

Salah satunya adalah Nani, warga Karang Pucung Kulon. Dia mengatakan, aktivitas memecahkan batu di daerahnya sudah dilakukan hampir 30 tahun.

Nmaun dirinya mengaku baru menggeluti profesi ini mulai dari 1993. Atau 27 tahun silam.

“Aktivitas ini sudah lama dilakukan disini. Saya sendiri baru memulainya pada tahun 1993,” kata Nani saat ditemui ditengah-tengah aktivitasnya, Jumat (23/10/2020).

Hasil yang diperoleh dari profesinya tersebut tidak terlalu besar. Hanya sekitar Rp8 ribu setiap harinya. Dan itupun dibayar saat hasil split sudah mencapai seperempat kubikasi yang rata-rata bisa dipenuhi dalam dua hari.

“Ibu-ibu pemecah batu disini dikasih Rp16 ribu per dua hari. Itu pun kalo split yang dihasilkan seperempat kubikasi, jadi perharinya hanya Rp8 ribu ,” kata Nani

BACA JUGA: NPCI Ciamis Bertekad Lahirkan Atlet Internasional

Hasil bongkahan yang sudah ‘dihancurkan’ menjadi split, lanjut dia, dijual kepada para pemesan. Seperti kontraktor atau warga sekitar yang membutuhkan bahan bangunan.

“Untuk penjulaan batu yang sudah dijadikan split dengan cara digabung per kelompok. Tiap kelompok itu ada tiga orang dan diatur seorang koordinator. Sehingga tidak ada kesan tak laku dan semua mendapatkan hasil yang sama,” kata dia.

Selain menjual split, lanjut dia, mereka pun menjual bebatuan kecil yang biasa digunakan sebagai penghias taman.

“Kami pun disini menjual batu kecil untuk taman,” kata Nani menutup obrolan.

(Budiana/Ageng)

Berita Terbaru

spot_img