Kamis 12 Desember 2024

Pilkada Serentak 2020 Akan Kembali Ditunda?

BANDUNG,FOKUSJabar.id: Wacana penundaan pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 yang direncanakan digelar Desember 2020 kembali mengemuka. Hal ini seiring dengan trend kenaikan kasus virus corona (Covid-19), ditambah dengan terpaparnya Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Arief Budiman pada Kamis (17/9/2020) malam.

Imbauan penundaan Pilkada 2020 yang direncanakan digelar Desember 2020 mendatang diungkapkan Wakil Presiden Indonesia ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla (JK). JK mengimbau KPU membuat aturan ketat terkait mekanisme pengumpulan massa di tengah pandemi Covid-19 saat ini.

“KPU harus bikin syarat-syarat berkumpul atau apa. Katakanlah kampanye hanya 50 (orang), tapi terjadi 200 (orang). Kalau terjadi kecenderungan itu, lebih baik dipertimbangkan kembali waktunya,” kata JK di Jakarta seperti dilansir detik.com, Sabtu (19/9/2020).

JK meminta keselamatan dan kesehatan masyarakat lebih diutamakan pada kondisi pandemi saat ini. Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) itu pun mengimbau agar Pilkada Serentak ditunda dulu hingga vaksin virus Corona ditemukan.

“Kalau memang sulit dan ternyata susah untuk mencegah perkumpulan orang hanya 50 sesuai aturan yang dikeluarkan masing-masing gubernur, lebih manfaat ke masyarakat itu, bisa ditunda pilkada,” kata JK.

fokusjabar.id pilkada serentak 2020
Wakil Presiden Indonesia ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla. (FOTO: WEB)

BACA JUGA: Pilkada Serentak 2020, KPU Pangandaran Tetapkan Paslon pada 23 September

“Saya sarankan ditunda dulu sampai beberapa bulan, sampai vaksin ditemukan. Saat vaksin ditemukan nanti, langsung menurun itu (penyebaran Covid-19),” JK menambahkan.

Saran dari JK pun diamini pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komaruddin. Dia menilai, Pilkada akan menjadi klaster baru penyebaran Covid-19.

“Pilkada akan menjadi klaster baru penyebaran Corona. Bulan Desember itu puncak-puncaknya Corona,” kata Ujang, Sabtu (19/9/2020).

Saat ini, lanjut dia, melindungi nyawa rakyat Indonesia menjadi hal yang harus lebih diutamakan. Terlebih, banyak komisioner KPU pusat dan daerah yang positif Covid-19. Belum lagi, para calon kepala daerah yang akan maju dalam Pilkada yang juga dinyatakan positif.

“Kalau dipaksakan akan menjadi senjata makan tuan. Artinya rakyat bisa makin banyak lagi yang kena Corona. Menjaga nyawa rakyat lebih penting dari sekedar Pilkada,” kata Ujang.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Agustyati menyatakan, tanda bahaya ancaman klaster Covid-19 di Pilkada 2020 sudah ada sejak tahapan pendaftaran pasangan calon kepala daerah. Yang terbaru, Ketua KPU RI Arief Budiman terkonfirmasi positif Covid-19.

“Untuk itu, mendesak KPU, DPR, dan Pemerintah untuk membuat indikator yang terukur, berbasiskan data dan informasi dari Satgas Penanganan Covid-19. Daerah mana saja, dari 270 daerah, yang siap dan aman untuk melaksanakan pilkada, untuk memastikan pelaksanaan pilkada tidak menjadi titik penyebaran Covid-19 yang lebih luas,” ujar Khoirunnisa seperti dikutip dari Liputan6.com, Sabtu (19/9/2020).

Perludem pun mendesak KPU, Pemerintah, dan DPR untuk mempertimbangkan pilihan menunda tahapan pelaksanaan pilkada mengingat penyebaran Covid-19 semakin meluas dan dapat mengancam siapa saja. KPU, Pemerintah, dan DPR harus menjamin, mengutamakan, dan memastikan keselamatan nyawa setiap warga negara.

“Melaksanakan tahapan pelaksanaan Pilkada 2020 telah secara nyata mengancam keselamatan jiwa banyak orang. Karena itu, menunda pelaksanaan pilkada sampai adanya indikator yang terukur dan akurat Covid-19 dapat dikendalikan,” kata dia.

Penundaan pilkada di sebagian daerah atau bahkan di seluruh daerah pemilihan, diakui Khoirunnisa, sangat dimungkinkan secara hukum. Yang dinanti saat ini adalah pilihan kebijakan mana yang akan diambil KPU, Pemerintah, dan DPR.

Melanjutkan tahapan pilkada dengan resiko besar, atau menunda sampai adanya pengendalian wabah yang terukur dan rasional. “Menunda tahapan pilkada bukan berarti gagal berdemokrasi, melainkan menunjukkan sikap cepat tanggap membaca situasi dan mengendepankan kesehatan publik,” kata Khoirunnisa.

Tuntutan penundaan pesta demokrasi di tahun 2020 ini pun disampaikan Komite I Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI). Alasannya, Komite I DPD RI khawatir atas kasus Covid-19 yang masih terus meningkat di Indonesia.

Wakil Ketua Komite I DPD RI Djafar Alkatiri mengaku, permintaan penundaan merupakan keputusan bersama melalui keputusan Komite l dan disepakati di sidang paripurna. Komite I, kata Djafar, tidak ingin pilkada jadi penyebab munculnya klaster baru di Indonesia.

“Artinya, ini melibatkan 105 juta pemilih. Kekhawatiran kita akan timbul klaster baru, karena setiap TPS itu 500 orang pemilih,” ujar senator DPD RI asal Sulawesi Utara, Senin (14/9/2020) lalu.

Wakil Ketua Umum DPP Partai Hanura H Djafar Badjeber pun pernah menyampaikan permintaan penundaan Pilkada 2020 mengingat pandemi Covid-19 yang masih tinggi. Djafar meminta agar pelaksanaan Pilkada 2020 yang sedianya akan dilaksanakan 9 Desember 2020 ditunda atau diundur hingga beberapa bulan ke depan.

Belum dipatuhinya protokol kesehatan hingga saat ini, akan membahayakan keselamatan masyarakat. Khususnya di 224 kabupaten dan 37 kota di 9 provinsi yang melaksanakan pemilihan.

“Komisi II DPR, Mendagri, KPU diminta kembali melakukan telaah serta kajian dampak negatif dari proses pilkada sampai pelaksanaannya. Jangan semata-mata pertimbangan demokrasi tapi rakyat jadi korban. Pilkada berpotensi menjadi klaster baru Covid-19, bila protokol kesehatan tidak dipatuhi semua pihak,” kata Djafar seperti dilansir Beritasatu.com, Rabu (9/9/2020) lalu.

Djafar mengatakan, Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR bersama Mendagri, KPU, Bawaslu dan DKPP pada 30 Maret 2020 lalu sudah memberikan tiga opsi pelaksanaan penundaan Pilkada. Yaitu 9 Desember 2020 (opsi A), tanggal 17 Maret 2021 (opsi B), dan tanggal 29 September 2021 (opsi C).

Artinya, penundaan Pilkada dimungkinkan sepanjang bencana non alam masih terus terjadi yakni pandemi Covid-19. Dalam Perppu No. 2 Tahun 2020 pun memungkinkan pelaksanaan Pilkada dapat ditunda (sepanjang bencana non alam masih terus terjadi atau meningkat).

Sehingga, seandainya Pilkada ditunda pun payung hukum telah mengaturnya. Persoalannya, mau tidak Komisi II DPR berinisiatif kembali untuk mengundang Mendagri, KPU, Bawaslu, DKPP, dan Satgas Covid 19.

Ada beberapa pertimbangan jika Pilkada dilaksanakan 9 Desember 2020, diantaranya pandemi Covid-19 masih tinggi, keselamatan jiwa masyarakat dan penyelenggara pemilu, khususnya KPPS terancam, tidak ada jaminan semua pihak patuh atas protokol Covid-19, pengawasan lemah hanya bersifat imbauan, dan berpotensi saling gugat setelah kontestasi.

“Tidak ada maksud apapun dibalik permintaan penundaan Pilkada ini. Tidak ada kepentingan politik. Semata-mata hanya keselamatan masyarakat Indonesia,” ujar anggota MPR 1987-1992 ini.

BACA JUGA: Rudy Nyatakan Kabupaten Garut Darurat Covid-19

fokusjabar.id pilkada serentak 2020
Gelaran Pilkada Serentak 2020 yang digelar ditengah panemi Covid-19. (FOTO: WEB)

Terkait penundaan Pilkada 2020 pun pernah diungkapkan dua lembaga survei yakni Charta Politika dan Indikator Politik Indonesia jauh-jauh hari sebelumnya. Seperti dikutip dari KOMPAS.com, hasil survei terakhir kedua lembaga tersebut menunjukkan, keinginan masyarakat agar penyelenggaraan pilkada yang akan dilangsungkan di 270 daerah tersebut ditunda.

“Mayoritas publik menilai Pilkada Serentak 2020 ini sebaiknya ditunda pelaksanaannya terkait situasi wabah yang melanda,” bunyi kesimpulan survei Indikator, Kamis (23/7/2020).

Indikator melakukan survei opini publik terhadap 1.200 responden pada rentang 13-16 Juli 2020. Survei dilakukan dengan metode kontak telepon dengan margin of error 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Dalam survei tersebut, Indikator mengajukan pertanyaan berikut ‘Dalam situasi wabah virus corona hingga saat ini, menurut ibu/bapak apakah sebaiknya Pilkada Serentak 2020 ditunda pelaksanaannya atau tetap dilakukan di bulan Desember mendatang?’

Hasilnya, mayoritas responden atau 63,1 persen menyatakan agar sebaiknya Pilkada 2020 ditunda. Hanya 34,3 persen responden yang menyatakan agar pilkada tetap dilaksanakan.

“Pada kelompok yang setuju pilkada serentak tetap dilaksanakan bulan Desember yang akan datang, mayoritas lebih menyukai pemilihan di TPS dan kegiatan kampanye terbuka sebagaimana biasanya, masing-masing 78 persen dan 61 persen,” simpulan tersebut menambahkan.

Sementara survei Charta Politika menunjukan hasil yang tak jauh berbeda. Hasil survei menunjukkan 54,2 persen responden yang disurvei tidak setuju Pilkada Serentak 2020 tetap diselenggarakan. Survei dilakukan terhadap 2.000 responden melalui metode wawancara telepon pada 6-12 Juli 2020 dengan ingkat kesalahan atau margin of error survei 2,19 persen dan quality control 20 persen dari total sampel.

“Mayoritas responden menyatakan tidak setuju pilkada serentak tetap diadakan pada tanggal 9 Desember 2020 sebanyak 54,2 persen,” kata Yunarto, Rabu (22/7/2020).

Berdasarkan survei tersebut, hanya 31,8 persen responden yang menyatakan pilkada serentak tetap dilaksanakan. Sedangkan 14,1 persen sisanya menyatakan tidak tahu atau tidak jawab.

Meski imbauan, permintaan hingga tuntutan penundaan Pilkada 2020 gencar disampaikan, namun Komisi II DPR RI menilai usulan penundaan tersebut tidak tepat. Apalagi dengan pertimbangan alasan karena Ketua KPU RI Arief Budiman terkonfirmasi positif Covid-19.

“Jangan karena ketua KPU kena Covid-19, lalu ditunda. Yang menentukan bukan dia, yang menentukan itu UU. Arief terinfeksi Covid-19 merupakan urusan personal bukan menjadi pertimbangan penundaan Pilkada Serentak 2020,” kata anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus di Jakarta seperti dilansir Liputan6.com, Sabtu (19/9/2020)

Jika Arief Budiman tidak bisa melakukan pekerjaannya selama pilkada, lanjut dia, perannya dapat digantikan komisioner KPU lainnya.

“Sambil Pak Arief melakukan pemulihan, penyembuhan, isolasi, tugas-tugasnya bisa dijalankan komisioner KPU yang lainnya. Jadi yang dijalankan itu sistem bukan personal,” ujar Guspardi.

Guspardi mengatakan, adanya tren naik dan turun pandemi Covid-19 tidak menghalangi penyelenggaraan Pilkada Serentak pada 9 Desember 2020. Dia pun mengimbau seluruh masyarakat dapat berkomitmen menjaga protokol kesehatan.

“Protokol kesehatan ini bukan hanya semata-mata untuk gelaran pilkada saja, tetapi juga untuk kesehatan masing-masing individu,” kata dia.

fokusjabar.id pilkada serentak 2020
Ketua KPU RI Arief Budiman positif terpapar Covid-19. (FOTO: WEB)

Sementara KPU RI mengusulkan pelaksanaan Pilkada 2020 ini menggunakan metode Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan kotak suara keliling saat digelar ditengah pandemi Covid-19. Belum ada rencana pengunduran Pilkada Serentak 2020 diungkapkan KPU RI.

Dikutip dari sindonews.com, Komisioner KPU Pramono Ubaid Thantowi mengatakan, selama ini metode pemungutan suara yang dilakukan dalam pilkada hanya melalui TPS. Namun di tengah pandemi Covid-19, metode TPS dan kotak suara keliling yang dibolehkan untuk pemungutan suara bagi pemilih di luar negeri dalam ajang Pemilu nasional (Pemilu), bisa menjadi alternatifnya.

“(Ini) menjadi alternatif untuk menjemput pemilih yang takut ke TPS atau pemilih yang positif Covid-19 maupun sedang isolasi mandiri,” kata Pramono, Sabtu (19/9/2020).

Masih berkaitan dengan pemungutan suara, KPU pun mengusulkan waktu pemungutan suara dilaksanakan mulai pukul 07.00 sampai 15.00 waktu setempat. “Hal ini bertujuan untuk semakin mengurai waktu kedatangan pemilih ke TPS, sehingga semakin terhindar dari kerumunan,” ujar dia.

Usulan ini, lanjut dia, telah disampaikan KPU saat menghadiri rapat bersama sejumlah pihak pemerintah terkait di Kantor Kemenko Polhukam, Jumat (18/9/2020). Dia menyebut, rapat tersebut membahas wacana dikeluarkannya perppu terkait pelaksanaan Pilkada serentak 2020.

“KPU mengapresiasi keinginan pemerintah untuk mengeluarkan perppu agar pelaksanaan Pilkada 2020 lebih menjamin keselamatan semua pihak, baik penyelenggara, peserta, maupun pemilih,” kata Pramono.

Pramono Ubaid Tanthowi sendiri dinyatakan positif Covid-19 berdasarkan hasil swab test yang diterimanya pada Sabtu (19/9/2020) siang. Pramono pun sudah melakukan isolasi mandiri di rumah dinas.

“Saya ingin mengabarkan, berdasarkan tes swab kemarin yang hasilnya saya dapatkan tadi siang, saya dinyatakan positif terpapar Covid-19,” ujar Pramono.

Seperti halnya Arief Budiman, Pramono pun mengaku saat ini kondisinya baik-baik saja dan tidak merasakan gejala apapun.

fokusjabar.id pilkada serentak 2020
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang juga Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Letjen TNI Doni Monardo. (FOTO: WEB)

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang juga Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Letjen TNI Doni Monardo pun mengingatkan risiko penularan dalam pilkada jika tidak mematuhi protokol kesehatan.

“Bagaimanapun juga, masalah kesehatan ini masalah prioritas. Kegiatan pilkada itu penting, tapi juga diingat ada risiko yang tentunya kita dapatkan manakala tidak patuh,” kata Doni Monardo, Jumat (18/9/2020) kemarin.

Meski dalam pantauan pada masa pendaftaran calon kepala daerah awal September lalu ada banyak kerumunan, menurut Doni, sejauh ini hal tersebut masih dalam batas pengendalian. “Sejauh ini masih dalam batas-batas pengendalian walaupun pada tanggal 4 dan 6 (September) kita lihat banyak sekali kerumunan yang dilakukan oleh calon peserta pilkada,” kata dia.

Sejumlah peringatan, lanjut dia, telah diberikan Menko Polhukam, Mendagri, dan sejumlah pejabat lainnya. Termasuk mengimbau pimpinan di daerah untuk kerja sama menangani Covid-19.

Doni mengaku telah mendapatkan laporan terkait dengan sejumlah penyelenggara pilkada yang positif Covid-19. Mereka yang memberikan informasi positif tengah melakukan isolasi mandiri karena tanpa gejala.

BACA JUGA: Pengamanan Pilkada Mengacu pada Protokol Kesehatan

fokusjabar.id pilkada serentak 2020
Pengunduran pertama Pilkada Serentak 2020 dari 23 September 2020 menjadi 9 Desember 2020. (FOTO: WEB)

Jika Pilkada 2020 kembali ditunda, ini akan menjadi penundaan kali kedua. Sebelumnya, Pilkada 2020 semula dijadwalkan digelar pada 23 September 2020 dan diundur menjadi 9 Desember 2020 karena pandemi Covid-19.

Melansir CNN Indonesia, pengunduran waktu Pilkada ke tanggal 9 Desember 2020, ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang ditanda tangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 4 Mei 2020.

Perppu tersebut menjelaskan pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 ditunda hingga Desember 2020 karena bencana non-alam berupa wabah virus corona (Covid-19). Perppu 2/2020 pun menjelaskan, jika sebagian wilayah pemilihan atau seluruh wilayah pemilihan terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, bencana nonalam, atau gangguan lain yang mengakibatkan sebagian tahapan pemilihan serentak tidak dapat dilaksanakan, sebagai gantinya dilakukan setelah penetapan penundaan dengan Keputusan KPU.

“Dalam hal pemungutan suara serentak sebagaimana dimaksud tidak dapat dilaksanakan, pemungutan suara serentak ditunda, dan dijadwalkan kembali segera setelah bencana nonalam berakhir,” dikutip dari salinan Perppu.

(Ageng)

Berita Terbaru

spot_img