spot_img
Jumat 17 Mei 2024
spot_img
More

    Kekuasaan Nyaman Picu Perilaku Koruptif

    BANDUNG, FOKUSJabar.id: Perilaku korupsi sangat sulit dihilangkan karena salah satunya berkaitan erat dengan kekuasaan. Hal itu diperparah dengan sifat manusia yang cenderung rakus.

    Demikian disampaikan pakar politik dan pemerintahan Universitas Padjajaran Bandung Muradi dalam diskusi bertajuk ‘Dampak Korupsi Terhadap Lingkungan’, di Universitas Sangga Buana, Kota Bandung, Senin (9/12/2019).

    Muradi mengatakan, korupsi cenderung dilakukan oleh orang yang memiliki kekuasaan, hal itu diperkuat data Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menyebutkan bahwa ASN, Legislator dan kepala daerah menempati posisi tiga besar yang melakukan korupsi.

    Baca Juga: Pariwisata di Kota Bandung Bisa Buka, Ini Syaratnya

    “Korupsi ini sifatnya lebih mengarah ke kekuasaan atau dari hulu sampai hilir,” kata Muradi di acara diskusi yang digelar Pokja Wartawan Gedung Sate dalam rangka memeringati Hari Anti Korupsi se-Dunia 2019.

    Menurut dia, kekuasaan yang memberi segala kenyamanan bagi pemiliknya cenderung memicu perilaku koruptif. Dengan kata lain, selama kekuasaan membuat nyaman, korupsi akan ada, bahkan pola korupsi yang dilakukan semakin canggih seiring perkembangan zaman.

    Terkait posisi tiga besar pelaku korupsi yang diduduki ASN, legislator, dan kepala daerah, kata dia, bisa dipicu biaya politik dalam negeri yang sangat mahal.

    “Problem politisi, dia butuh untuk pemenangan (pemilu). Tahun ketiga, tahun keempat (jabatan) sudah sibuk untuk penyiapan periode berikutnya,” kata dia.

    Artinya, perlu upaya keras dan serius untuk menghilangkan korupsi, terutama dengan memperbaiki sistem baik dalam pemerintahan maupun penjarinhan politik.

    “Contohnya denyan modernitas, seperti sisten di-online-kan, mungkin tidak semua berhasil, tapi bisa berjalan,” kata Muradi.

    Tidak hanya itu, keberanian pihak terkait seperti pemegang kebijakan dan aparat penegak hukum sangat diperlukan. Hal itu penting untuk memberi efek jera sehingga meminimalisasi perilaku koruptif.

    “Langkah Menteri BUMN untuk mengurangi pola-pola di BUMN itu bagian dari represivitas. Kalau (pejabat BUMN) salah, ya ganti saja,” kata dia.

    Sementara itu, anggota DPRD Jawa Barat Sugianto Nanggolah menilai, korupsi terjadi akibat lemahnya integritas para pihak terkait.

    “Saya pikir aturan itu tidak ada yang jelek, tapi yang menjalankan aturan yang jelek,” kata Sugianto.

    Menurut dia, setiap regulasi yang dimiliki NKRI saat ini sudah bagus, ada Undang-undang hingga Perda.

    “Tapi bagaimana, baik nggak menjalankannya? Kalau baik, selesai semuanya,” kata dia.

    Secara tegas dia pun menyoroti kemampuan pemerintah dalam menjalankan aturan.

    “Kemampuan pemerintah dalam menjalankan undang-undang itulah yang jadi persoalan. Sehingga ada korupsi. Kita punya aturan, undang-undang, tapi semua dilanggar,” kata dia.

    Bahkan, kata dia, korupsi tetap terjadi saat ini karena tidak ada satu pun regulasi yang dijalankan dengan baik.

    “Kalau regulasi dijalankan, tidak akan masalah,” kata dia.

    (LIN)

    Berita Terbaru

    spot_img