PANGANDARAN,FOKUSJabar.id: Sri Sulastri, salah satu penghuni pertama kios di Pasar Wisata (PW) Pangandaran, mengenang kisah awal mula berdirinya pasar tersebut yang tak lepas dari perjuangan dan musibah kebakaran besar yang terjadi di pasar seni lama Pangandaran.
Bersama almarhum suaminya, Supriyatno—seorang seniman lukis ternama di Pangandaran—Sri mulai berjualan lukisan sejak tahun 1994 di pasar seni. Namun, sebuah kebakaran hebat melanda pasar tersebut dan menghanguskan 94 kios, termasuk kios mereka.
Baca Juga: Diduga Intimidasi Wartawan, Danramil Cigugur Minta Maaf Dihadapan Dandim Pangandaran
“Setelah kebakaran itu, kami terpaksa pindah-pindah, menyewa kios di berbagai tempat karena kehilangan tempat berdagang,” tutur Sri saat ditemui di kawasan Pantai Barat Pangandaran, Kamis (17/4/2025).
Titik terang muncul pada tahun 2005, ketika pemerintah melalui Koperasi Keong Mas membangun dan mengalokasikan Pasar Wisata sebagai tempat relokasi bagi para pedagang yang menjadi korban kebakaran. Tujuannya adalah untuk memberikan tempat usaha yang lebih layak serta mengurangi aktivitas berdagang di area pinggir pantai.
“Akhirnya kami harus pindah ke Pasar Wisata dan difasilitasi oleh Koperasi Keong Mas. Saat itu kami merasa sangat terbantu,” kenang Sri yang menempati Blok E Nomor 3 sejak awal pasar dibuka.
Sri menyebut awalnya kios-kios di PW memang menjadi prioritas para korban kebakaran agar bisa kembali berjualan. Namun seiring berjalannya waktu, banyak kios yang kini justru beralih fungsi menjadi tempat tinggal.
“Sayang sekali, sekarang kebanyakan tidak ada yang menggunakannya untuk berdagang, melainkan jadi tempat hunian tetap. Padahal dulu semangatnya untuk menghidupkan kawasan pasar wisata,” ujarnya.
Meski begitu, Sri mengaku memiliki kenangan indah saat awal berjualan di PW. “Dua tahun pertama sangat menyenangkan. Ramai, tertib, dan saya bisa kembali berjualan dengan nyaman,” pungkasnya.
(Sajidin)