Kamis 12 Desember 2024

Sosialisasikan UU TPKS, Polda Jabar Nongski Toks-Toks

BANDUNG,FOKUSJabar.id: Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat bersama ADV, Associates Law Office, dan Women’s Crisis Center (WCC) Pasundan Durebang menggelar kegiatan sosialisasi sekaligus edukasi mengenai Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual No. 12 Tahun 2022 (UU TPKS) dalam Nongkrong dan Aksi Tolak Kekerasan Seksual (Nongski Toks Toks).

Selain sosialisasi UU TPKS, acara yang digelar di Taman Cikapayang Dago itu pun diisi berbagai kegiatan menarik, seperti lomba menggambar dan mewarnai untuk anak, lomba ketangkasan lempar bola, pojok konsultasi dan game lainnya.

Kanit 5 Subdit Kamneg Dit Intelkam Polda Jabar Kompol Dani Hamdani berharap melalui kegiatan ini masyarakat Jabar bisa memahami dan mengetahui pentingnya UU TPKS.

“Acara ini bagian akhir dari kampanye 16 hari anti kekerasan terhadap perempuan (16 HAKtP) yang diperingati secara resmi oleh masyarakat Internasional melalui Sekjend PBB sejak 2008,” kata Dani Hamdani di Taman Cikapayang Dago, Kota Bandung, Minggu (10/12/2023).

Polda
Polda Jabar bersama ADV, Associates Law Office, dan WCC Pasundan Durebang Nongski Toks Toks sosialisasikan UU TPKS (Yusuf)

Menurut dia, UU TPKS ini lebih lengkap dalam melihat sisi penanganan hukum kepada pelaku TPKS dari pencegahan, penanganan, perlindungan, dan pemulihan korban. Di Jabar, kata dia, masih banyak kasus terkait kekerasan seksual yang perlu penanganan secara komprehensif.

“Ini bentuk kerja sama antara Polda Jabar, AVD, dan WCC Acara ini diisi sosialisasi UU TPKS yang notabene melindungi dan memberi pengetahuan ke anak-anak, remaja perempuan dewasa yang menjadi korban dan semua jenis gender,” kata dia.

Advokat AVD & Associates Law Office Asri Vidya Dewi memastikan bahwa pihaknya akan terus melakukan edukasi dan sosialisasi terkait kekerasan seksual melalui seminar atau diskusi panel dengan mengundang pihak-pihak terkait, seperti DP3A dan kepolisian.

“Kami melihat data kekerasan seksual belum ada penanganan dengan UU TPKS ini, sehingga masih menggunakan UU KUHP. Padahal, UU (TPKS) ini sangat melindungi korban. Jadi, tak hanya untuk perempuan melainkan laki-laki, dan lainnya. Lalu, ada perbedaan pula dalam kekerasan seksual, yakni non fisik dan fisik,” kata Asri.

BACA JUGA: Polda Metro Terima 2 Laporan soal Rocky Gerung

Menurut dia, permasalahan kekerasan seksual, sangatlah urgent. Terlebih,  banyak yang tersebar di media sosial dan lainnya.

“Kasus kekerasan seksual ini seperti fenomena gunung es padahal UU TPKS sudah setahun disahkan, namun belum diberlakukan optimal. Kami pun ke depannya akan melakukan sosialisasi dan edukasi ke sekolah-sekolah atau kecamatan,” kata dia.

Sementara itu, Direktur Pasundan Durebang WCC Ira Imelda mengatakan, korban-korban kekerasan seksual ini beragam dan mayoritas takut untuk melaporkan tindakan tersebut, sehingga membutuhkan keberanian untuk melawan rasa trauma yang dialami.

“Tidak mudah buat korban untuk menceritakan bahwa dia itu menjadi korban kekerasan seksual. Pertama, karena mereka merasa malu dan beranggapan jika masyarakat masih melihat hal tersebut sebagai aib sehingga harus ditutupi. Jadi, tak semudah itu. Kedua, banyak juga yang tidak mengetahui cara melapor, ke mana harus melapor. Sehingga informasi-informasi itu yang masih sulit untuk diketahui. Maka, kami bersama Polda Jabar dan AVD mencoba sosialisasikan ini,” kata Ira.

Saat ini, kata dia, kasus kekerasan seksual yang berbasis elektronik lebih banyak. Namun, terkendala karena pelaku mengancam. Dia mencontohkan pelaku akan menyebarkan video dan korban akan dipenjara jika melapor.

“Hal-hal seperti itulah yang membuat korban takut melapor. Banyak juga orang terdekat korban justru pelakunya, sehingga korban serba salah saat akan melapor,” kata dia.

Dalam lima tahun ke belakang, mayoritas kasus kekerasan seksual banyak menimpa perempuan usia produktif, dan tertinggi adalah seksual berbasis elektronik, disamping pemerkosaan dan lainnya.

Pihaknya berharap korban tidak takut melapor dan menyuarakan, begitupun dengan keluarga yang harus menjadi support system untuk terus menyemangati agar segera menggunakan UU TPKS sebagai efek jera dan menjamin hak-hak korban yang selama ini belum diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang ada,” kata dia.

Untuk diketahui, sejak disahkan, UU TPKS belum diimplementasikan dengan baik dan belum maksimal dipahami maupun dimaknai  sebagai jalan keluar bagi penanganan kasus kekerasan seksual oleh masyarakat.

UU TPKS memiliki implikasi penting dan strategis dalam pencegahan TPKS serta memberikan perlindungan ke korban kekerasan seksual di Indonesia. Untuk mewujudkan hukum acara yang berpihak pada korban, maka dalam UU TPKS pun mengatur hukum acara khusus TPKS.

UU ini mengatur pencegahan segala bentuk TPKS, penanganan, perlindungan, dan pemulihan hak korban, koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah, serta kerjasama Internasional agar pencegahan dan penanganan korban kekerasan seksual bisa terlasana dengan efektif.

(Yusuf Mugni/LIN)

Berita Terbaru

spot_img