BANDUNG,FOKUSJabar.id: obat-obatan yang bisa didapat tanpa resep dokter alias dijual bebas bertujuan untuk pengobatan gejala ringan.
Namun, tidak sedikit yang menyalahgunakan untuk tujuan lain, misalnya untuk mendapatkan sensasi euforia atau high.
Penggunaan obat-obatan tertentu secara berlebihan dan terus-menerus bisa menyebabkan kecanduan.
Penggunanya kerap tidak sadar bahwa penyalahgunaan obat tersebut punya efek samping negatif pada tubuh.
BACA JUGA: 6 Kebiasaan Ini Bisa Membuat Kekebalan Tubuh Meningkat
Jenis obat-obatan tanpa resep apa yang paling sering disalahgunakan? Apa dampak buruk yang ditimbulkannya?
1. Obat batuk yang mengandung dextromethorphan
Obat batuk yang mengandung dextromethorphan merupakan obat bebas yang paling sering disalah gunakan. Jenis ini umumnya dijual dalam bentuk sirop dan tablet.
National Institute on Drug Abuse menyebut, dextromethorphan kerap dicampur dengan minuman bersoda yang kemudian disebut robo tripping atau skittling.
Dextromethorpan mempunyai efek halusinasi, terutama bila diminum dalam dosis besar. Efek yang diberikan mirip dengan kondisi seseorang setelah mengonsumsi ketamine dan phencyclidine (PCP).
Menggunakan dextromethorpan di luar dosis yang dianjurkan dan secara terus-menerus akan mengakibatkan:
- Kejang
- Hilang kesadaran
- Kerusakan otak
- Kematian
Menambahkan dari Kids Health, orang yang mencampur dextromethorpan dengan minuman alkohol meningkatkan risiko hipertermia, yaitu demam tinggi akibat tubuh tidak bisa mengatur suhu panas tubuh secara efektif, dan bahkan kematian.
2. Obat anti diare (loperamide)
Obat diare yang mengandung loperamide bila dikonsumsi dalam dosis tinggi akan memberikan efek euforia. WebMD mencatat, seseorang yang memiliki riwayat kecanduan opioid tidak disarankan untuk meminumnya.
loperamide aman bila diminum sesuai dosis anjuran, yaitu kurang dari 8 mg per hari untuk obat yang dijual bebas, dan tidak lebih dari 16 mg per hari untuk obat resep dokter. Mengonsumsi lebih dari dosis yang ditentukan dapat mengakibatkan masalah pada jantung dan menyebabkan kecanduan.
Selain disalahgunakan untuk mendapatkan efek euforia, laman Addiction Center menjelaskan bahwa beberapa orang juga menggunakan loperamide untuk mengatasi efek ketergantungan fisik terhadap opioid.
Konsumsi loperamide secara berlebihan akan mengakibatkan aritmia (gangguan irama jantung) depresi pernapasan yang kemudian dapat menyebabkan kematian. Depresi pernapasan adalah kondisi saat paru-paru tidak bisa menukar karbon dioksida dengan oksigen secara efektif.
3. Obat pereda nyeri dan obat batuk yang mengandung codeine
Codeine adalah jenis obat yang digunakan untuk mengurangi rasa nyeri dan juga bisa digunakan untuk meredakan batuk. Obat dijual dalam sediaan tablet atau sirop.
Tidak jauh berbeda dari dua jenis obat sebelumnya, mengonsumsi codeine secara tidak wajar bisa menyebabkan kecanduan dan efek samping yang berat.
Sebuah laporan ilmiah dalam Irish Journal Psychological Medicine tahun 2015 menjelaskan beberapa orang awalnya menggunakan codeine untuk meredakan nyeri akibat migrain, sakit gigi, atau sindrom pramenstruasi (PMS). Karena mereka menyukai efek yang ditimbulkannya, mereka perlahan menaikkan dosis dan meminumnya lebih sering dari yang seharusnya.
Efek yang terjadi pada pengguna setelah menggunakan obat secara berlebihan adalah sensasi euforia, hangat, menjadi rileks, dan membantu tidur.
Apabila mencoba untuk berhenti, efek withdrawal atau penarikan obat terlalu berat, jadi mereka tetap mengonsumsinya (kecanduan).
Efek samping akibat konsumsi codeine yang tidak wajar adalah gangguan penglihatan, urtikaria (ruam di kulit akibat reaksi terhadap obat), gagal ginjal, perut bengkak, dan sebagainya. Efek withdrawal yang muncul berupa sulit tidur, muntah, diare, dan sakit kepala.
4. Obat laksatif
Sedikit berbeda dari dextromethorpan, loperamide, dan codeine, ketergantungan terhadap laksatif tidak berkaitan dengan sensasi euforia, melainkan ketergantungan yang mengarah untuk mencegah berat badan naik dan mengatasi kecemasan serta tekanan sosial.
Addiction Center melaporkan, kelompok yang rentan mengalami ketergantungan terhadap laksatif adalah mereka yang memiliki riwayat gangguan makan seperti anoreksia dan bulimia, serta komorbid seperti gangguan stres pascatrauma (PTSD).
Gejala yang bisa terjadi akibat ketergantungan terhadap laksatif antara lain:
- Dehidrasi
- Muntah
- Pandangan kabur
- Gerakan gemetar yang terjadi pada bagian tubuh dan tidak dapat dikontrol
- Kerusakan pada ginjal
- Serangan jantung
- Diare
Kondisi ketergantungan yang tidak segera diobati akan menyebabkan kerusakan pada saraf usus, gagal ginjal, kerusakan pada hati, dan gangguan sistem pencernaan.
5. Obat gejala flu mengandung pseudoephedrine
Pseudoephedrine adalah senyawa aktif yang dipakai untuk meredakan hidung tersumbat akibat flu atau sinus. Namun, obat yang mengandung senyawa ini dapat diolah secara ilegal menjadi methamphetamine yang kemudian menyebabkan orang yang menggunakannya menjadi high.
Dilansir American Addiction Centers, methamphetamine dipakai dengan cara diisap seperti rokok, diisap dalam bentuk bubuk, atau mengonsumsinya dalam bentuk pil. Tidak hanya itu, methamphetamine juga dapat disalahgunakan sebagai stimulan oleh atlet olahraga.
Mengutip Mayo Clinic, efek samping yang dapat muncul pada atlet yang menyalahgunakan pseudoephedrine sebagai stimulan antara lain:
- Sulit tidur
- Mudah cemas
- Dehidrasi
- Menyebabkan kecanduan
- Sengatan panas (heat stroke)
(Agung)