BANJAR,FOKUSJabar.id: Beberapa aktivis mahasiswa angkat bicara terkait torehan penghargaan Kota Layak Anak (KLA) yang diraih Pemerintah Kota (Pemkot) Banjar, Jawa Barat.
Menurut Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Bajar, Awwal Muzaki, torehan penghargaan yang diterima sebagai Kota Layak Anak ini tidak sebanding lurus dengan fakta dilapangan.
Pemerintahan Kota Banjar, lanjut dia, seharusnya belum layak mendapatkan penghargaan tersebut. Pasalnya, masih banyak kasus-kasus semisal pelecehan bahkan pemerkosaan yang dialami oleh anak di bawah umur di tahun 2021 sebagaimana yang telah ditangani oleh pihak kepolisian.
“Penerimaan penghargaan KLA seharusnya dibarengi dengan berbagai sejumlah program dari pemerintahan Kota Banjar yang mampu memberikan langkah preventif, edukatif dan ramah terhadap anak,” kata Awwal saat dihubungi FOKUSJabar, Selasa (14/12/2021).
BACA JUGA: Banjar Kota Layak Anak?
Dalam upaya perlindungan terhadap anak Pemkot Banjar juga harus bisa memenuhi hak anak, harus bisa melindungi dari kekerasan, penelantaran dan perlakuan salah lainnya. Sehingga tidak hanya sekedar memenuhi dokumen agar mendapatkan penghargaan tersebut.
“Antara lain muncul berbagai fasilitas umum yang ramah anak seperti ruang bermain ramah anak, sekolah ramah anak, pusat pembelajaran keluarga (puspaga), puskesmas ramah anak, dan pusat kreativitas anak (PKA),” kata dia.
Ditempat terpisah, Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Kota Banjar, Budi Nugraha menambahkan penghargaan KLA bagi Kota Banjar dinilai belum pantas.
“Di Banjar masih sering terjadi kasus kejahatan seksual dan kekerasan terhadap anak. Seharusnya ketika mendapatkan penghargaan KLA itu semua anak di Banjar sudah terlindungi dari diskriminasi dan kekerasan,” Budi menuturkan.
Dia mencontohkan, pembentukan karakter yang baik, sehat dan pengetahuan soal norma juga perlu ditanamkan.
Sehingga setiap individu bisa saling menghargai dan menghindari terhadap tindakan melanggar. Namun semua itu memang memerlukan kesadaran dari setiap individu, lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat luas.
BACA JUGA: Skinsol Sumbang Ambulance, Atalia: Semoga Jadi Inspirasi Pengusaha Lain
“Memang semuanya punya peranan sendiri dalam mendukung KLA,” dia menambahkan.
Ketua Ikatan Mahasiswa Muhamadiyah (IMM) Kota Banjar, Dadi menambahkan, penghargaan KLA bagi wilayah yang memiliki 4 kecamatan ini masih ternilai kurang pantas.
“Di Kota Banjar masih banyak anak yang masih tidak mendapatkan hak-haknya seperti halnya pendidikan,” kata Dadi.
Dadi mengatakan fasilitas disetiap wilayah yang ada di Banjar pun belum merata untuk menunjang sesuai raihan penghargaan KLA ini.
Beberapa orang penggerak di seluruh Indonesia pernah meminta ke KPAI agar membentuk KPAD (Komisi Perlindungan Anak Daerah) dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia namun hal itu dikembalikan lagi ke masing-masing daerahnya.
“Jadi singkatnya jika Banjar ingin pantas disebut Kota Layak Anak, bentuklah KPAD. Penghargaan dinilai kurang cocok jika fasilitas di seluruh wilayah Banjar tidak merata,” kata Dadi.
Sebelumnya diberitakan Wali Kota Banjar, Ade Uu Sukaesih mengklaim bahwa wilayah yang dipimpinnya sudah empat kali mendapatkan penghargaan Kota Layak Anak (KLA).
“Kita mendapat penghargaan KLA tahun 2017 dan 2018 tingkat Pratama, tahun 2019 tingkat Madya dan tahun 2021 tingkat Madya,” kata Ade pada Senin (13/12/2021) kemarin.
Namun, berdasarkan data yang dihimpun FOKUSJabar dari Polres Banjar, justru kasus yang paling banyak terjadi di wilayah hukum Kota Banjar itu yakni kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur.
Kasat Reskrim Polres Banjar terdahulu Iptu Muhammad Zulkarnaen pada Jumat 11 Juni lalu, mengatakan bahwa dari beberapa kasus yang ditangani dalam 6 bulan terakhir di tahun 2021, kasus pencabulan paling banyak terjadi.
“Kebanyakan terjadi pada anak usia 11 tahun ke bawah dan dilakukan oleh pelaku yang berusia di atas 20 tahun,” kata Zulkarnaen pada Jumat (11/6/2021) lalu.
(Budiana Martin/Ageng)