BANJAR,FOKUSJabar.id: Keberadaan Kota Banjar saat ini sudah tercerminkan sebagai wilayah yang pembangunannya cukup baik.
Hal tersebut terlihat dari perkembangan wilayah yang memiliki empat kecamatan ini terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktunya.
Namun, dibalik itu semua masih terselip keadaan masyarakat yang terlihat sangat memprihatinkan.
Salah satunya Seperti dialami seorang Nenek Tua bernama Ruwi (80) warga RT 03 Rw 06 lingkungan Muktiasih, Desa Sukamukti, Kota Banjar, Jawa Barat.
Keberadaan sosok wanita tua yang sering disapa mak Uwi ini sangat menyentuh hati. Dia merupakan warga asli Banjar yang hidup sebatangkara dengan keadaan yang serba kekurangan.
BACA JUGA: Puluhan Waria di Banjar Datangi Disdukcapil
Mak Uwi bertahan hidup dengan membuat dan menjual sapu lidi, sehari dikatakannya paling maksimal dapat membuat 3 buah sapu lidi.
“Hargi sabeungkeutna mah (harga satu buahnya itu) Rp.1.500,”katanya saat bercerita ke wartawan FOKUSJabar.
“Eta oge pami kiat, ayeuna mah emakna oge tos kayayad koyoyod (itu juga kalo kuat, sekarang badannya sudah ga kuat),”sambungnya.
Selama ini lanjut dia mengatakan dirinya jarang mendapatkan bantuan dari Pemerintah Kota Banjar. “lah ieu teh emak teh bingung, da teu aya bantosan mah (saya tuh bingung ngomongnya, da ga ada bantuan),”paparnya.
Ditambahkan, Ketua RT nya, Sahdi mengatakan bahwa kehidupan mak Uwi ini tuh memang benar sangat memprihatinkan.
Namun terkait bantuan mak Uwi ini suka mendapatkannya, hanya saja itu cuma bantuan beras sebanyak 5 Kilo Gram (KG) saja perbulannya.
“Kalo bantuan paling yang dari Rastada saja 5 kilo perbulan, dan beberapa belakang ini saya telah mengajukan bantuan yang untuk lansia itu, hanya saja hingga saat ini memang tak kunjung cair,”jelasnya.
BACA JUGA: Duka Ridwan Kamil Atas Wafatnya 11 Santri di Ciamis
Untuk makan kesehariannya saja mak Uwi kadang suka di bantu oleh para tetangga yang ada disini. Dia juga sebelumnya tinggal di sebuah gubuk reyot.
“Dan kemarin alhamdulillah ada yang membantu merenovasi rumahnya ini dari Forum Hegarmukti, jadi sekarang untuk tempat tinggalnya sih sudah layak,”ujarnya.
Ditempat terpisah, keadaan Suminah (42) Warga RT 4 RW 5 Dusun Sindanggalih, Desa Rejasari juga terlihat sangat memprihatinkan.
Pasalnya, Suminah sudah bertahun-tahun hidup di Kota Banjar tanpa menikmati listrik. Dia setiap malam hanya diterangi lampu diyan (lampu pelita berbahan bakar solar) dan lilin untuk melakukan aktivitasnya pada malam hari.
Bermodalkan penerang dari lampu diyan Suminah sering kali kerepotan dalam melakukan aktivitasnya pada malam hari.
“Ya repot, kalo mau lakuin apa-apa harus sambil megang-megang damar,”ujranya.
Belum lagi dikatakan Suminah jika dirinya harus membantu anaknya yag masih sekolah belajar.”apalagi saat belajar online harus memakai Handphone,”kata dia.
“Untuk mengisi baterainya saja harus pergi ke rumah sodara, dan itu jaraknya cukup jauh,”sambungnya menambahkan.
“Karena harus membawa lampu penerang saat beraktivitasnya,”kata dia.
Dia juga menceritakan untuk menyiapkan persediaan bakar lampunya juga dia memerlukan pengorbanan membelinya ke tempat yang jaraknya jauh.
“Saya beli solarnya juga harus pergi ke Parungsari di Kecamatan Purwaharja, repot sih memang tapi mau gimana lagi saya tetap harus menjalaninya dan disyukuri aja supaya lampu bisa menyala kalo malam,”terangnya.
Sementara dari pantauan FOKUSJabar keberadaan Mak uwi dan Suminah sekarang ini masih dalam kondisi yang sama.
Mak Uwi yang sebatangkara masih dengan kehidupannya yang serba kekurangan tanpa diketahui oleh pihak Pemerintah Kota Banjar atau dari Pihak Pemerintah Desa.
Sedangkan Suminah sempat didatangi oleh pihak Dinas PUPR Kota Banjar dan dikunjungi anggota DPRD Kota Banjar.
Namun hingga saat ini persoalannya yang tidak terkena aliran listrik belum mendapatkan solusi, dia masih menjalani aktivitas malamnya dengan ditemani lampu diyan.
(Budiana)