TASIKMALAYA,FOKUSJabar.id: Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Tasikmalaya menemukan fakta baru dalam kasus dugaan korupsi dana hibah APBD tahun anggaran 2018 Kabupaten Tasikmalaya.
Berdasarkan hasil pemeriksaan kesembilan tersangka, pemotongan hibah daerah dengan kerugian negara mencapai Rp5.280.045.000 itu, terungkap adanya aliran dana hasil pemotongan yang digunakan oknum pengurus partai untuk dana kampanye pada pemilu legislatif (Pileg) 2019 Kabupaten Tasikmalaya.
“Ada dua orang calon legislatif (caleg) gagal yang sudah jadi tersangka. Keduanya melakukan pemotongan dana hibah untuk biaya kampanye,” kata Kasi Pidsus Kejari Kabupaten Tasikmalaya Yayat Hidayat dalam konferensi pers di Aula Kantor Kejari Kabupaten Tasikmalaya, Kamis (19/8/2021).
Dari hasil pendalaman tim penyidik, lanjut dia, ada beberapa tersangka menyebutkan telah menyetorkan uang dari dana hibah tersebut ke si A. Namun ternyata yang bersangkutan sudah meninggal dunia.
“Ada dua orang tersangka yang menyebutkan telah menyetorkan uang hasil potongan ke yang meninggal tersebut. Kita sudah melakukan penelusuran kepada ahli waris yang ditunjukkan oleh tersangka dan tidak bisa membuktikan,” kata dia.
Yayat menegaskan, ada aturan Mahkamah Agung (MA), ketika seseorang sudah meninggal dunia yang ditunjukkan tersangka dan tidak ada bukti, maka hukumnya atau tanggung jawabnya tetap dibebankan kepada tersangka.
“Kita akan terus melakukan pendalaman terhadap kasus ini yang tertuang dalam lima berkas perkara, termasuk pemeriksaan kembali terhadap para saksi-saksi yang disebutkan oleh para tersangka dalam pemeriksaan,” Yayat menuturkan.
Lebih lanjut dia menjelaskan, untuk berkas pertama diketahui peran UM (47) pengurus partai/wiraswasta dan WAN (46) sebagai pimpinan pondok pesantren/ wiraswasta, telah melakukan pemotongan langsung terhadap 28 lembaga dan yayasan sejumlah Rp2,3 milyar.
“UM dan WAN yang membuat proposal beserta kelengkapannya. Kemudian pihak yayasan atau lembaga disuruh menyerahkan ke bagian kesejahteraan masyarakat (Kesra) di Setda Kabupaten Tasikmalaya. Sebagian proposal lainnya diserahkan langsung oleh kedua tersangka,” Yayat mengungkapkan.
BACA JUGA: Covid-19 Paksa Pemkot Bandung Ubah RPJMD 2018-2023
Pada saat uang masuk ke rekening dan dilakukan pencarian oleh pihak yayasan atau lembaga, para tersangka langsung melakukan pemotongan di bank atau di yayasan/lembaga. Bahkan ada juga yang dilakukan di rumah tersangka.
Demikian pula yang dilakukan tersangka lain yakni, EY (52) sebagai pimpinan pondok pesantren, atau ketua yayasan/madrasah juga wiraswasta, HAJ (49) sebagai wiraswasta, serta AAF (49) pengurus partai dan wiraswasta.
Selanjutnya, FG (35) pengurus partai dan wiraswasta, AL (31) wiraswasta, guru honorer, dan BR (41) pengurus partai/wiraswasta dan PP (32) sebagai karyawan honorer. Mereka rata-rata mengatur proposal, pengajuan sampai ke pemotongan saat pencairan.
Meskipun sudah ditetapkan sebagai tersangka, terang Yayat, pihaknya belum melakukan penahanan. Hal itu dengan alasan adanya kebijakan PPKM
“Untuk delapan orang tersangka, kita tidak melakukan penahanan karena saat ini masih dalam kondisi PPKM atau ada pembatasan untuk menekan angka Covid-19. Adapun satu orang tersangka lainnya, yakni FG, posisinya sudah berada di Lapas Kebon Waru dalam kasus korupsi bantuan keuangan desa,” kata dia.
Disinggung tentang kemungkinan tersangka baru, Yayat menyebutkan, sejauh ini dari hasil pemeriksaan terhadap sembilan tersangka belum mengarah kepada hal tersebut.
“Kesembilan tersangka ini adalah pengguna akhir dari aliran uang dana hibah tersebut. Memang dari para tersangka ini ada yang menyebutkan aliran uangnya disetorkan ke si A atau si B, namun belum dapat dibuktikan,” tegas Yayat.
(Farhan/Ageng)