BANDUNG,FOKUSJabar.id: Wakil Wali Kota Bandung Yana Mulyana tidak memperbolehkan hotel menyediakan paket isolasi mandiri (isoman) dan dikelola pihak hotel secara langsung. Hal ini terkait adanya beberapa hotel di Kota Bandung yang menawarkan paket isoman melalui pesan berantai WhatsApp.
“Perihal itu (paket isoman), sudah saya sampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung,” kata Yana di Balai Kota Bandung, Jalan Wastukencana, Jabar, Jumat (25/6/2021).
Yana mengatakan, hotel yang akan dijadikan tempat isoman harus khusus untuk yang bergejala dan harus terpisah dengan tamu umum.
“Itu kan saya sampaikan, tadi ketemu ke Dinkes. Saya sampaikan ke bu Kadis, kalau pun mau, hotel itu khusus untuk isoman yang bergejala, jangan campur dengan tamu hotel umum,” kata Yana.
BACA JUGA: Kota Bandung Zona Merah Covid-19, Sekda: Tanya ke Provinsi
Pihaknya pun akan meminta Dinas Budaya Pariwisata (Disbudpar) Kota Bandung untuk memanggil asosiasi atau hotel yang bersangkutan.
“Kalau mau, sok isoman, konsisten jangan dicampur dengan yang lain. Terlebih harus ada koordinasi dengan pihak kewilayahan, baik Puskesmas atau Satgas. Jadi enggak bolehlah ada hotel sediakan paket isoman,” Yana menegaskan.
Yana menambahkan, tempat isolasi mandiri di kewilayahan beberapa sudah berjalan.
“Alhamdulillah ada beberapa, karena saat ratas ditekankan ke teman kewilayahan camat. Itu akan mempengaruhi terhadap tunjangan kinerja,” kata dia.
Seperti diketahui, akhir-akhir ini ramai beredar hotel yang menawarkan kamar untuk isoman dengan harga beragam. Salah satu hotel di Bandung pun membenarkan jika pihaknya menyajikan paket isoman.
Harga yang dibanderol sekitar Rp500 ribu per malam, minimal 7 hari sudah termasuk tiga kali makan dan free laundry 3 pcs. Untuk teknisnya, pihak hotel hanya menyediakan kamar, makan serta laundry.
“Nanti setelah sembuh, kita hanya minta menunjukan surat keterangan negatifnya,” kata salah seorang sales hotel tersebut.
Ruang isoman yang disediakan hotel tersebut, tidak disertai pendamping dari tenaga kesehatan, medis, termasuk koordinasi dengan Dinas Kesehatan (Dinkes). Kondisi tersebut menjadi kekhawatiran, karena idealnya pasien terpapar Covid-19 membutuhkan pendamping minimal dari pihak Satgas setempat atau Puskesmas dan Rumah Sakit
(Yusuf Mugni/Ageng)