TASIKMALAYA,FOKUSJabar.id: Sejumlah perwakilan dari lembaga pendidikan keagamaan yang menjadi korban pemotongan dana hibah Banprov Jabar tahun anggaran 2020 terus bermunculan dan membeberkan kronologis terjadinya pemotongan.
Mereka mendatangi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Ansor Kabupaten Tasikmalaya di Jalan Raya Timur Cipakat Kecamatan Singaparna, untuk meminta pendampingan hukum sebelum memberikan keterangan kepada APH di Kejaksaan Negeri dalam agenda pemeriksaan sebagai saksi pada Senin (22/2/2021) besok.
Salah seorang Sekretaris lembaga pendidikan di Kecamatan Sodonghilir penerima hibah Banprov berinisial AA menyebutkan, pada sekitar bulan Juli 2020, pihak lembaga mendapat tawaran dana hibah Banprov Jabar dari seseorang yang datang langsung ke lembaga.
BACA JUGA: Dibakar Cemburu, Bidan Cantik Sempat Disundut Rokok
Seseorang yang mengaku memiliki kedekatan khusus dengan anggota DPRD Provinsi Jawa Barat, minta pihak lembaga menyerahkan stampel dan nomor rekening.
“Karena mengenal orang yang disebut-sebut sebagai anggota DPRD, kami menyerahkan stampel dan nomor rekening. Hingga pada beberapa bulan kemudian ada kabar bahwa uang bantuan sudah masuk ke rekening,” tutur AA di hadapan Ketua LBH Ansor Kabupaten Tasikmalaya, Asep Abdul Rofiq, Sabtu (20/2/2021).
AA mengaku tidak mengetahui soal proposal apalagi Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD).
“Pokonya kami tidak mengurus hal-hal berkaitan dengan administrasi, selain stempel dan nomor rekening,” ucap AA.
Yang pasti lanjut dia, seteleh menarik uang dari rekening di salah satu bank di Cibalong, datang seseorang untuk mengambil uang tersebut.
“Dari total Rp500 juta, kami hanya menerima Rp 150 juta,” ungkapnya.
Sementara itu, Asep Abdul Ropik mengatakan, kasus pemotongan hibah Banprov di Sodonghilir, modusnya tidak jauh berbeda seperti yang terjadi di Kecamatan Sukarame.
“Hari ini, kami menerima informasi baru bahwa kasus tersebut juga terjadi di Kecamatan Cigalontang dan Sukaraja. Mereka yang datang ke LBH Ansor, jelas akan kami kawal dan didampingi selama proses pemeriksaan oleh APH baik di kejaksaan maupun kepolisian,” terang Asep.
Ditambahkan, seperti yang di alami oleh lembaga pendidikan keagamaan penerima hibah di Kecamatan Sukarame, pihak lembaga pendidikan di Kecamatan Sodonghilir ini juga mengaku tidak pernah membuat proposal dan juga menandatangani NPHD.
“Para korban pemotongan ini rata-rata hanya menyerahkan stempel dan dokumen lembaga seperti rekening. Setelah itu tidak tahu hingga akhirnya ada informasi jika dana Banprov turun dan masuk rekening lembaga,” ujarnya.
(Farhan)