SINGAPURA, FOKUSJabar,co.id: Warga Singapura menjalani pemungutan suara pada perhelatan pemilihan umum ditengan pandemi Covid-19 pada Jumat (10/7/2020). Masker dan sarung tangan pun menjadi ‘aksesoris’ wajib yang dikenakan warga saat memberikan suara mereka.
Wabah Covid-19 sendiri telah mendorong ekonomi negara dan kota tersebut menuju resesi terdalam dan membuat kekhawatiran tentang pekerjaan sebagai fokus pada pemilihan umum saat ini.
Berkuasa sejak kemerdekaan Singapura pada 1965, Partai Aksi Rakyat (PAP) diharapkan membawa Perdana Menteri Lee Hsien Loong ke kemenangan sekaligus, kemungkinan, menjadi kemenangan terakhirnya.
Putra dari Lee Kuan Yew, pemimpin pendiri Singapura, Lee Hsien Loong telah memegang jabatan perdana menteri sejak 2004. Namun pada usia 68 tahun, dia telah menunjukkan niatnya untuk menyingkir di tahun-tahun mendatang. BACA JUGA: Hiasi Langit Seoul, 300 Drone Sampaikan Imbauan Covid-19
Dipandang sebagai ukuran persetujuan untuk menilai tanggapan pemerintah terhadap krisis virus corona dan generasi pemimpin berikutnya, hasil jajak pendapat akan diawasi dengan ketat. Pasalnya, perubahan kecil dalam popularitas Partai Aksi Rakyat dapat menyebabkan perubahan kebijakan besar.
Di salah satu tempat pemungutan suara di sebuah sekolah, sekitar 30 orang lanjut usia antri sebelum pemungutan suara dimulai. Petugas pemilihan pun terlihat mengarahkan kerumunan untuk mengenakan masker dan pelindung wajah.
Ketika kekhawatiran tentang imigrasi dan pekerjaan meningkat pada 2011, Partai Aksi Rakyat mencatat rekor terendah 60 persen suara dan memperketat aturan perekrutan pekerja internasional untuk menangani sensitivitas pemilih.
Ketika pusat perdagangan dan keuangan Asia itu keluar dari penguncian wilayah (lockdown) untuk menghadapi resesi ekonomi terdalamnya, kekhawatiran tentang lapangan kerja sekali lagi mengemuka.
“Saya pikir tidak apa-apa untuk memberikan suara selama pandemi karena kondisinya tidak begitu parah pada saat ini dan semua tindakan pencegahan yang diperlukan sudah dilakukan,” kata Malini Nathan (42), seorang eksekutif komunikasi.
“Masalah yang saya khawatirkan adalah kesehatan, keamanan pekerjaan dan pensiun,” tambah Nathan.
Penghitungan suara diharapkan segera dilakukan setelah penutupan pemungutan suara pada pukul 20.00 waktu setempat dengan hasil akhir di hari Sabtu. Setiap warga Singapura pun telah diberitahu tentang tempat pemungutan suara (TPS) yang direkomendasikan.
Pemilu di negeri Singa itu pun hanya diikuti 2,65 juta pemilih. Penyelenggara pemilu pun mengandalkan pemberian suara yang cepat, teratur dan higienis untuk meminimalkan risiko infeksi virus corona baru.
Sejak pelonggaran lockdown bulan lalu, jumlah kasus baru harian Covid-19 di Singapura merangkak kembali ke angka dua digit pada pekan lalu. Belum termasuk pekerja migran yang tinggal di asrama di mana tingkat infeksi virus corona jauh lebih tinggi.
Mengenakan masker di tempat umum menjadi sebuah kewajiban di Singapura. Selain itu, pemilih diharapkan untuk menghabiskan tidak lebih dari lima menit di tempat pemungutan suara. Pemilih pun memindai sendiri kartu identitas, membersihkan tangan dan menggunakan sarung tangan sekali pakai sebelum menerima kertas suara.
Singapura bukan negara pertama di Asia yang mengadakan pemilihan umum selama pandemi Covid-19. Korea Selatan mengadakan pemilihan parlemen pada April lalu, namun surat suara wajib diberikan kepada pemilih dengan persyaratan yang ketat.
Pasien Covid-19 dan mereka yang sedang dikarantina, tidak dapat memilih. Namun tim pemungutan suara akan membawa kotak suara ke kamar-kamar warga Singapura yang baru saja kembali dari luar negeri dan diisolasi di hotel-hotel.
Wabah virus corona baru pun menghambat kampanye karena para kandidat harus mematuhi aturan jarak sosial yang membatasi kelompok kerumunan hanya hingga lima orang, menghindari berjabatan tangan atau gerakan tinju sapaan. Unjuk rasa massal yang sering dihadiri ribuan orang pun dilarang.
Singapura merupakan salah satu negara dengan tingkat kematian Covid-19 terendah di dunia. Negara itu pun, pada awalnya, mendapat pujian luas untuk upaya penahanan penularan Covid-19.
Namun, wabah massal berikutnya di asrama pekerja migran yang sempit menodai keberhasilan awal dan mendorong pemerintah Singapura untuk menutup lebih lama sekolah dan bisnis.
(ars/ant)