JAKARTA,FOKUSJabar.id: Putri Presiden Soeharto, Hardijanti Rukmana (Tutut) mengajak keluarga besar transmigran untuk mengembangkan peran dan potensi masing-masing. Hal itu penting untuk memajukan bangsa Indonesia menjadi lebih baik lagi.
Demikian disampaikan Tutut saat membuka Munas IV Persatuan Anak Transmigran RI (PATRI) di hotel Desa Wisata, Taman Mini Indonesia Indah, Selasa (12/3/2019).
Data dari Voice of America, program transmigrasi yang terjadi selama era Presiden Soeharto telah mengubah wajah Indonesia. Sampai 1984, sekitar 2,5 juta penduduk menjadi transmigran dan terus bertambah sampai tahun terakhir Orde Baru.
BACA JUGA:
Limbah Mie Gacoan Kota Banjar Cemari Taman Lapang Bhakti
Data sensus 2010 menunjukan terdapat 15,5 juta transmigran di Sumatera dan 4,5 lainnya tersebar di Kalimantan dan Papua.
Dampak lanjutannya, transmigran berhasil mengembangkan 3,500 desa dengan berbagai infrastruktur, dan 30 desa mengalami perkembangan pesat menjadi kabupaten/kota.
“Transmigrasi itu meningkatkan harapan, karena para transmigran memiliki tanah yang cukup untuk diolah guna menghidupi keluarga dan mencapai kesejahteraan,” kata Tutut.
Selain memperluas kemajuan, program transmigrasi pun mampu merekat persatuan dan kesatuan bangsa.
Program transmigrasi yang digagas Presiden Soeharto tidak hanya meningkatkan taraf hidup, tapi juga menggencarkan pembangunan luar Pulau Jawa, menyeimbangkan sebaran penduduk dan pemerataan pembangunan.
Selain itu, program itu mampu memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa serta memperkuat ketahanan nasional terutama transmigran perbatasan.
Selama itu, Presiden Soeharto senantiasa memberikan perhatian serius terhadap kehidupan transmigran dengan membangun sarana pendidikan di desa-desa transmigran, dan akses bagi anak-anak transmigran untuk menempuh pendidikan tinggi.
“Ini terlihat dari banyaknya anak-anak transmigran gelombang pertama yang menyelesaikan pendidikan tinggi di kota besar, dan berkarier di berbagai bidang profesi,” jelas dia.
Meneruskan kerja besar sang ayah, Tutut terus membina PATRI dan memberikan pemikiran tentang apa yang harus dilakukan desa-desa transmigran menghadapi persoalan saat ini.
Terlebih, kata Tutur, ada banyak tantangan bangsa, seperti kesenjangan kaya-miskin, kesenjangan antar-wilayah, masalah kedaulatan pangan, masalah pemenuhan energi ramah lingkungan dan masalah air layak konsumsi.
“Para transmigran bisa bersama-sama berperan menghadapi itu. Salah satu yang paling memungkinkan adalah dengan bersama-sama menbangun desa mandiri pangan dan energi. Setidaknya di wilayah-wilayah transmigran,” tegas Tutut.
Desa mandiri pangan dan energi ini akan mengurangi ketergantungan energi fosil secara nasional, memacu perkembangan daerah transmigran dan mengurangi kesenjangan Jawa dan luar Jawa.
Desa transmigran yang mandiri membuat masyarakat memiliki kedaulatan pangan dan energi, dan mengurangi kesenjangan kaya-miskin.
“Jika ini terwujud, kemakmuran akan hadir di tanah-tanah transmigran. Saya akan mendampingi para transmigran memajukan bangsa ini,” tegas dia.
Sementara itu, Ketua Umum PATRI Sugiarto Sumas mengungkapkan bahwa tahun 2004 silam, anak-anak transmigran membentuk PATRI sebagai wadah pemikiran, pandangan, pembinaan, dan pengembangan sdm, mitra pemerintah dalam pembangunan bidang ketransmigrasian.
“Kami anak anak transmigran benar-benar merasakan manfaat transmigrasi, meski pada awalnya tentu harus melalui proses berakit-rakit ke hulu, berenang ke tepian,” kata Sugiarto.
Saat ini, kata dia, rata-rata keluarga anak-anak transmigran hidup berkecukupan. Ada yang berkarir di militer bahkan mencapai bintang dua.
” Ada juga yang menjadi guru besar dan bekerja di banyak sektor,” ungkap dia.
(LIN)