BANDUNG,FOKUSJabar.id: Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bandung menggelar kegiatan biotrack atau penyusuran jalur rawan bencana di kawasan Sesar Lembang. Kegiatan ini bertujuan menyebarluaskan informasi terkait kondisi sesar yang kini sudah memasuki siklus aktivitasnya.
Kepala Pelaksana BPBD Kota Bandung, Didi Ruswandi, menjelaskan bahwa berdasarkan kajian para ahli, Sesar Lembang memiliki siklus gempa antara 167 hingga 670 tahun. Saat ini, sesar tersebut sudah “tertidur” selama sekitar 570 tahun.
Baca Juga: Korupsi Dana Hibah Pramuka, Farhan Pastikan Eddy Marwoto Dicopot dari Jabatan Kadispora Kota Bandung
“Dengan panjang 29 kilometer, Sesar Lembang berpotensi menimbulkan gempa berkekuatan magnitudo 6,5 hingga 7. Karena itu kewaspadaan masyarakat harus terus ditingkatkan,” ujar Didi, Selasa (26/8/2026).
Catatan sejarah geologi menunjukkan, pergerakan Sesar Lembang pernah menimbulkan penurunan tanah hingga 40 sentimeter. Bahkan di kawasan Gunung Batu, pergeseran tektonik di masa lalu membuat perbedaan ketinggian permukaan mencapai 120 meter.
Meski jalurnya berada di luar wilayah administratif Kota Bandung, dampaknya tetap bisa dirasakan masyarakat kota. Terlebih, kawasan di sepanjang sesar kini banyak digunakan untuk aktivitas warga, termasuk olahraga lintas alam atau trail run.
Tiga Faktor Risiko Bencana
Didi menegaskan, risiko bencana ditentukan tiga faktor yakni ancaman, kerentanan, dan kapasitas. Ancaman berupa besaran gempa tidak bisa dicegah, namun kerentanan dan kapasitas bisa diperbaiki.
“Jika bangunan tidak tahan gempa, biayanya memang besar untuk direnovasi. Karena itu langkah paling realistis adalah meningkatkan kapasitas masyarakat melalui edukasi dan simulasi, agar mereka tahu bagaimana bertindak saat gempa terjadi,” jelasnya.
BPBD bersama BNPB dan sejumlah perguruan tinggi telah mengidentifikasi sekitar 200 bangunan di Kota Bandung yang rawan gempa. Namun, upaya perbaikan masih terkendala anggaran dan regulasi.
“APBD tidak bisa digunakan untuk memperbaiki rumah yang bukan aset pemerintah, sementara skema CSR belum mencukupi. Maka langkah tercepat adalah memperkuat kesiapsiagaan warga,” tambah Didi.
Dalam kesempatan itu, sejumlah relawan dan komunitas trail run mengusulkan agar jalur Sesar Lembang menjadi kawasan edukasi mitigasi bencana. Harapannya relawan bisa membantu menyebarkan informasi kepada warga di sekitar jalur sesar.
Didi menutup dengan peringatan bahwa tidak ada yang bisa memastikan kapan Sesar Lembang kembali aktif.
“Gempa bisa saja terjadi 100 tahun lagi, tapi juga bisa dalam waktu dekat. Karena tidak bisa diprediksi, maka kesiapsiagaan adalah satu-satunya pilihan,” tegasnya.
(Yusuf Mugni)